![]() |
Minggu Prapaskah V |
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus...
Ada 3 larangan terberat dalam hukum taurat: penyembahan berhala, pembunuhan dan perzinahan. Melanggar ketiga larangan di atas akan mendapat ganzaran: dilempari batu hingga mati.
Pada hari ini kita merenung-kan tentang perzinahan dalam Yoh 8:2-11: “Yesus dan perempuan yang berzinah”. Agar kita sama-sama mudah memahami pesan injil ini, saya akan membagi peristiwa ini kedalam 3 babak berikut:
A. ANTE FACTUM (Latarbelakang Peristiwa/Masa Lalu):
A. ANTE FACTUM (Latarbelakang Peristiwa/Masa Lalu):
Pagi-pagi benar Yesus berada di bait allah, di daerah bukit zaitun. Di sana Yesus berdoa dan mengajar seluruh rakyat yang datang kepada-Nya. Bukit zaitun (har hazeitim_ibr..); jebel az-zeitun_arab); mount of olives_ing.) Terletak di pegunungan arah timur yerusalem. Tempat ini dipercaya sebagai tempat kenaikan Yesus).
Ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi membawa seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah kepada Yesus dan menempatkannya di tengah-tengah mereka.
Ahli-ahli taurat (ahli kitab dan hukum taurat); orang-orang farisi (imam agung, golongan imam). Mereka selalu bertindak berdasarkan pengetahuan dan keahlian mereka. Mereka selalu mengacu ke masa lalu dan tak ada ruang untuk perubahan. Dalam bacaan pertama, Yesaya (43:18) telah mengingatkan kita: "Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala !...
B. FACTUM (saat peristiwa dan fakta terjadi/masa kini):
B. FACTUM (saat peristiwa dan fakta terjadi/masa kini):
Ahli-ahli taurat dan orang-orang berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-mu tentang hal itu?" Mereka mengatakan hal itu karena iri hati sekaligus ingin mencobai Yesus (mereka berharap akan mendapatkan bukti “kesesatan”ajaran Yesus).
Mereka iri hati melihat Yesus disambut rakyat dan didaulat untuk mengajar mereka. Di bait allah tempat mereka sebagai pemimpin agama Yahudi pula. selanjutnya mereka mencobai/menjebak dengan berpura-pura menempatkan Yesus sebagai hakim atas kesa-lahan dan dosa yang dilakukan oleh perempuan yang berzinah tersebut.
Mereka iri hati melihat Yesus disambut rakyat dan didaulat untuk mengajar mereka. Di bait allah tempat mereka sebagai pemimpin agama Yahudi pula. selanjutnya mereka mencobai/menjebak dengan berpura-pura menempatkan Yesus sebagai hakim atas kesa-lahan dan dosa yang dilakukan oleh perempuan yang berzinah tersebut.
Ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi berharap Yesus akan membuat kesalahan dihadapan para pemimpin agama dan pemimpin pemerintah romawi (jebakan). Mereka berharap Yesus menyerahkan perempuan yang berzinah itu untuk dirajam (dilempari dengan batu sampai mati (Yoh 8:5).
Sebuah jebakan yang menempatkan Yesus dalam dielema antara: membenarkan taurat musa (merajam: im 20:10; ul 22:22-24) dan/atau melanggar hukum sipil (romawi): membebaskan perempuan itu. Motifnya hanyalah usaha pembelaan atas tegaknya hukum Taurat.
C. POST FACTUM (setelah peristiwa/kejadian)
C. POST FACTUM (setelah peristiwa/kejadian)
Yesus tidak mau terjebak di antara kedua hukum tersebut. Yesus justru menantang balik orang-orang yang ingin menjebaknya. Yesus tahu kalau mereka yang menghakimi perempuan sama berdosanya dengan perempuan itu. Bisa saja mereka itu adalah pelaku, bahkan pelanggan perempuan penzinah itu. Bukankah seorang pejabat yang melaku-kan korupsi belum tentu seorang koruptor selama ia tidak ketahuan melakukan korupsi. Artinya, koruptor itu hanyalah pejabat yang ketahuan melakukan korupsi.
Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Apakah yang kira-kira ditulis oleh Tuhan Yesus? Alkitab tidak menjelaskannya. Namun dalam beberapa tafsiran (gerome bible) dicatat apa yang ditulis Yesus: “Siapakah yang menulis kesepuluh firman dengan jarinya diatas dua loh batu yang diberikan kepada musa di atas gunung sinai?”
Yesus seolah-olah menunjukkan: “Lihat, akulah Allah yang menuliskan hukum-hukum itu dengan jari tanganku. dan Tuhan memberikan kepada musa, setelah ia selesai berbicara dengan dia di gunung sinai, kedua loh hukum allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari allah” (Kel 31:18)
Ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu (yang) tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yoh 8:7). Lalu ia membungkuk sekali lagi, dan menulis di tanah dengan jari-Nya. Tindakan seakan menegaskan bahwa Yesus lah yang menulis pada Dua Loh Batu.
Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Apakah yang kira-kira ditulis oleh Tuhan Yesus? Alkitab tidak menjelaskannya. Namun dalam beberapa tafsiran (gerome bible) dicatat apa yang ditulis Yesus: “Siapakah yang menulis kesepuluh firman dengan jarinya diatas dua loh batu yang diberikan kepada musa di atas gunung sinai?”
Yesus seolah-olah menunjukkan: “Lihat, akulah Allah yang menuliskan hukum-hukum itu dengan jari tanganku. dan Tuhan memberikan kepada musa, setelah ia selesai berbicara dengan dia di gunung sinai, kedua loh hukum allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari allah” (Kel 31:18)
Ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu (yang) tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yoh 8:7). Lalu ia membungkuk sekali lagi, dan menulis di tanah dengan jari-Nya. Tindakan seakan menegaskan bahwa Yesus lah yang menulis pada Dua Loh Batu.
Setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: “Hai perempuan, dimanakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya: “Tidak ada, Tuhan..” Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."
Kisah ini menegaskan siapa Yesus dan mengapa kita menyebutnya Tuhan? Yesus memiliki otoritas dalam pikiran, perkataan dan tindakannya. Yesus hendak menegaskan bahwa agama bukan melulu urusan hukum yang fokus pada rentetan larangan jangan ini dan jangan itu. Yesus punya otoritas untuk mengubah paradigma kaidah hukum menjadi kaidah moral.
Yesus menghukum para penjebak-Nya dengan menyentuh hati-nurani mereka sendiri (Yoh 8:9): Hati nurani (yun: συνειδησισ–suneidêsis; lat: conscientia; ing: conscience) adalah reserve (persediaan akhir) yang diberi-kan allah kepada manusia, sehingga sejahat-jahatnya manusia, dia masih memiliki “kesadaran berbuat baik”; cahaya hati (arab) adalah karunia allah kepada semua manusia, sehingga dia dapat meresponi hal-hal baik dan bajik. Ketika manusia masuk ke arah yang tidak benar, dan mereka hendak mencelakakan Yesus dalam peristiwa perempuan yang sedang berzinah.
Tanggapan Yesus atas pertanyaan ahli taurat dan farisi justru ditanggapi dengan epik dan elegan oleh Yesus: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempar-kan batu kepada perempuan itu.”
Para pendakwa akhirya cuma bisa terdiam dan tidak berani melawan kebenaran yang disabdakan Tuhan Yesus. Jawaban ini membuat para penjebaknya kehilangan keberanian untuk membantah apalagi mempersa-lahkan jawaban yang diberikan Tuhan Yesus itu.
Kepergian mereka seorang-demi-seorang mulai dari yang paling tua, mempertajam kisah ini. Itu berarti, tantangan dari Yesus yang penuh otoritas itu mengembalikan kasus perempuan penzinah ke dalam hati-nurani masing-masing pendakwa/ penuntut (ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi).
Tindakan Yesus ini membuat mereka tidak merasa senang. Hanya saja mereka tidak mampu menanggapi tantangan Tuhan Yesus itu. Sehingga tinggallah Tuhan Yesus dengan perempuan itu. Yesus juga menunjukkan kasihnya yang begitu besar dan menunjukkan arti keadilan bagi hidup perempuan itu. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11).
Tindakan Yesus untuk tidak menghukum perempuan itu secara fisik bukan berarti dia permisive (tidak mau tahu) terhadap dosa. Kata2-Nya justru berkaitan dengan nasehat yang kuat, teladan dan kasih. Para pelanggar pun perlu mendapat kasih. Tuhan dengan tegas tidak mengizinkan perbuatan dosa. Sebaliknya ia menuntut kerelaan untuk mengubah hidup agar lebih baik: “jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Inilah sebabnya dalam suratnya (epistola/ bacaan ii) paulus menegaskan imannya kepada jemaat di Filipi (3:8-9a): “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Dan pemazmur (mazmur 126:3) pun berdendang: “Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” Amin.
Tindakan Yesus ini membuat mereka tidak merasa senang. Hanya saja mereka tidak mampu menanggapi tantangan Tuhan Yesus itu. Sehingga tinggallah Tuhan Yesus dengan perempuan itu. Yesus juga menunjukkan kasihnya yang begitu besar dan menunjukkan arti keadilan bagi hidup perempuan itu. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” (Yoh 8:11).
Tindakan Yesus untuk tidak menghukum perempuan itu secara fisik bukan berarti dia permisive (tidak mau tahu) terhadap dosa. Kata2-Nya justru berkaitan dengan nasehat yang kuat, teladan dan kasih. Para pelanggar pun perlu mendapat kasih. Tuhan dengan tegas tidak mengizinkan perbuatan dosa. Sebaliknya ia menuntut kerelaan untuk mengubah hidup agar lebih baik: “jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
Inilah sebabnya dalam suratnya (epistola/ bacaan ii) paulus menegaskan imannya kepada jemaat di Filipi (3:8-9a): “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Dan pemazmur (mazmur 126:3) pun berdendang: “Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” Amin.
Posting Komentar