Konsili Vatikan II menghembuskan angin segar pembaharuan dalam Gereja, secara khusus berkaitan dengan pemahaman Gereja tentang dirinya dan misinya dalam dunia modern. Konstitusi Dogmatik tentang Gereja: Lumen Gentium meninggalkan eklesiologi lama (Gereja sebagai masyakat sempurna) dan mengadopsi eklesiologi communion, menekankan Gereja sebagai Misteri, sebagi Umat Allah, sebagai Sakramen Keselamatan universal, tanda kesatuan.
Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes menghembuskan Gereja yang solider dengan kaum miskin. Gereja yang berdialog dengan dunia, dengan gereja-gereja lain dan berdialog dengan agama-agama lain. Gaudium et Spes juga menggarisbawahi kodrat dan misi Gereja untuk melayani dunia mencontoh sikap Yesus sang Guru.
Gereja yang menyadari keterbatasannya, tidak mempunyai jawaban siap pakai yang berlaku secara universal. Muncul tuntutan untuk membaca tanda-tanda jaman dan menginterpretasikannya dalam terang Injil (bdk. GS 4, 11). Gereja juga menyadari bahwa dirinya telah menerima banyak bantuan dari dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Gereja mengapresiasi dan menerima ide-ide yang dibawa oleh modernitas, seperti penghargaan terhadap hak asasi manusia, partisipasi, kebebasan individu, demokratisasi, kebebasan beragama. Gereja mengakui adanya kebenaran dalam agama lain, di mana rahmat Allah dan Roh Kudus juga bekerja dalam agama-agama lain.
Sikap ini merupakan revolusi kopernikan dalam eklesiologi dan soteriologi. Kesadaran Gereja atas keterbatasan dirinya dan empowering komunitas-komunitas Gereja lokal ditegaskan kembali oleh Paus Paulus VI dalam Octogesima Adveniens no. 4. Dalam OA ini juga Paulus VI mengakui aspirasi manusia modern dalam memperjuangkan hak atas partisipasi dan kesamaan.
Korelasi antara Perjuangan demi Keadilan dan Pembebasan dengan Pewartaan Injil
Perubahan paradigma dalam teologi misi membawa implikasi bagi pelaksanaan misi Gereja. Misi Gereja dilakukan bukan hanya untuk membawa jiwa-jiwa pada keselamatan dan penanaman gereja-gereja di tanah misi. Misi Gereja juga meliputi perjuangan demi keadilan dan pembebasan manusia dari setiap bentuk penindasan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil (IM 6). Pesan Injil memiliki dimensi sosial-politik, menuntut adanya perubahan, metanoia individual dan struktural.
Komunitas Basis Gerejani
KV II dengan eklesiologi communion, memahami Gereja sebagai a dinamic communion of communities. Gereja-gereja lokal-partikular dalam ikatan kesatuan dengan Gereja universal, yang membawa implikasi dalam pemerintahan Gereja berdasarkan prinsip Collegialitas dan Subsidiaritas.
Prinsip collegialitas dan subsidiaritas ini diterapkan secara konkret dalam komunitas-komunitas basis gerejani. Demokratisasi dapat diwujudkan, pemikiran kritis dipromosikan, sense of belonging di antara anggota komunitas, persaudaraan, solidaritas, peranan awam dioptimalkan, empowering the laity, relasi egalitarian, anggota komunitas merasa betah dan dapat mengungkapkan pendapatnya secara bebas. Dalam komunitas basis terjadi sharing Kitab Suci, sharing pengalaman iman, merayakan Ekaristi.
Posting Komentar