Pergeseran paradigma dalam eklesiologi membawa perubahan pada pemahaman tentang misi Gereja dan sikap Gereja terhadap dunia dan agama-agama lain.
Pada awalnya Gereja pada awal kekristenan menampilkan diri dalam komunitas-komunitas lokal, dengan struktur kepempinan yang sederhana, menunjukkan sikap non kompromistis, memberi kesaksian kenabian.
Setelah kekristenan menjadi agama resmi kekaisan Romawi, Gereja memperoleh keistimewaan, mengadopsi struktur dan sistem pemerintahan monarki, hirarkis-piramidal. Gereja beraliansi dengan penguasa politik sehingga fungsi kenabiannya memudar.
Gereja identik dengan penguasa, ikut melegitasi dan mempertahankan status quo. Gereja bahkan memiliki kekuasaan di bidang spiritual dan politik. Gereja menggunakan kekuasaan politik untuk kepentingan gereja sendiri.
Pada awalnya Gereja pada awal kekristenan menampilkan diri dalam komunitas-komunitas lokal, dengan struktur kepempinan yang sederhana, menunjukkan sikap non kompromistis, memberi kesaksian kenabian.
Setelah kekristenan menjadi agama resmi kekaisan Romawi, Gereja memperoleh keistimewaan, mengadopsi struktur dan sistem pemerintahan monarki, hirarkis-piramidal. Gereja beraliansi dengan penguasa politik sehingga fungsi kenabiannya memudar.
Gereja identik dengan penguasa, ikut melegitasi dan mempertahankan status quo. Gereja bahkan memiliki kekuasaan di bidang spiritual dan politik. Gereja menggunakan kekuasaan politik untuk kepentingan gereja sendiri.
Gereja mengklaim dirinya sebagai pemegang dan pemilik kebenaran absolut, menjadi agent tunggal keselamatan, sehingga setiap orang yang mau selamat harus masuk menjadi anggota gereja.
Hingga muncul semboyan Extra Ecclesiam Nulla Salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) semboyan ini diaffirmasi oleh Paus Bonifasius VIII dalam Bulla Unam Sanctam.
Gereja mulai kehilangan pengaruhnya dalam bidang sosial-politik pada saat enlightenment yang memuncak dalam revolusi Perancis dengan Trilogi tuntutan Liberte, Egalite et Fraternite. Karena kewibawaannya terancam, Gereja menunjukkan sikap defensif dan offensif terhadap modernitas, semua ide-ide yang dibawa oleh modernitas ditolaknya.
Konsili Vatikan II Sebagai Pembawa Revolusi Kopernikan
Konsili Vatikan II (KV II) menghembuskan angin segar pembaharuan, menuntut Gereja untuk membuka diri terhadap dunia (Aggiornamento). KV II melakukan revolusi kopernikan dalam teologi, khususnya dalam eklesiologi dan soteriologi.
Semboyaan Extra Ecclesiam Nulla Salus ditanggalkan dan Gereja mengakui adanya kebenaran yang ada dalam Gereja-Gereja lain dan dalam Agama-agama lain. Rahmat Allah dan Roh Kudus bekerja juga dalam agama-agama lain.
1. Penggunaan Gambaran dan Model-model
Gambaran digunakan sebagai sarana untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak, atau menguak kekayaan dan kedalaman sesuatu misteri.
Hingga muncul semboyan Extra Ecclesiam Nulla Salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) semboyan ini diaffirmasi oleh Paus Bonifasius VIII dalam Bulla Unam Sanctam.
Gereja mulai kehilangan pengaruhnya dalam bidang sosial-politik pada saat enlightenment yang memuncak dalam revolusi Perancis dengan Trilogi tuntutan Liberte, Egalite et Fraternite. Karena kewibawaannya terancam, Gereja menunjukkan sikap defensif dan offensif terhadap modernitas, semua ide-ide yang dibawa oleh modernitas ditolaknya.
Konsili Vatikan II Sebagai Pembawa Revolusi Kopernikan
Konsili Vatikan II (KV II) menghembuskan angin segar pembaharuan, menuntut Gereja untuk membuka diri terhadap dunia (Aggiornamento). KV II melakukan revolusi kopernikan dalam teologi, khususnya dalam eklesiologi dan soteriologi.
Semboyaan Extra Ecclesiam Nulla Salus ditanggalkan dan Gereja mengakui adanya kebenaran yang ada dalam Gereja-Gereja lain dan dalam Agama-agama lain. Rahmat Allah dan Roh Kudus bekerja juga dalam agama-agama lain.
1. Penggunaan Gambaran dan Model-model
Gambaran digunakan sebagai sarana untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak, atau menguak kekayaan dan kedalaman sesuatu misteri.
Gambaran digunakan untuk menghindari kecenderungan reduktif dalam memahami sesuatu yang sebenarnya kompleks. Konsep-konsep dan bahasa verbal sangat terbatas, sehingga sangat sulit untuk memaparkan realitas yang kaya makna.
Di dalam Kitab Suci kita dapat menemukan banyak gambaran yang dipakai untuk menjelaskan Gereja, seperti bahtera, kebun anggur, pokok anggur, mempelai wanita, kawanan, kenisah, Rumah Allah. Supaya suatu gambaran dapat sungguh menjelaskan realitas yang mau dijelaskan maka gambaran yang dipakai harus berakar dalam pengalaman iman umat.
Contoh bagi para prtani, mereka sangat akrab dengan tumbuh-tumbuhan, tanah, benih. Atau masyarakat peternak mereka akrab dengan istilah kawanan, serigala, padang rumput.
Fungsi gambaran
Gambaran-gambaran memiliki peranan penting dalam kehidupan menggereja: untuk pewartaan, liturgi dan untuk memupuk semangat kesatuan diantara para anggota. Contoh gambaran yang dipakai untuk menjelaskan semangat keberanian dan perjuangan adalah burung garuda dan harimau sebagaimana dipakai oleh Kodam III Siliwangi.
Gambaran dan Model
Menurut Avery Dulles, gambaran yang digunakan secara reflektif dan kritis untuk memperdalam pemahaman teoretis mengenai suatu kenyataan, sebagaimana digunakan dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Contoh maket. Model ini memiliki kesamaan fungsi yang cukup dengan obyek yang dipelajari dan menjadi sarana konseptual untuk menjelaskan sessuatu.
2. Penggunaan model-model dalam teologi
Model-model digunakan dalam teologi untuk menghindari kecenderungan mereduksi kekayaan dan kedalaman makna ke dalam struktur bahasa yang terbatas. Model-model juga dipakai untuk menghindari pemberhalaan konsep atau rumusan yang bersifat terbatas.
Dua fungsi model dalam teologi:
- Fungsi eksplanatif: menjelaskan suatu realitas melalui hal-hal yang sudah kita ketahui atau menjelaskan sesuatu yang tidak terlihat melalui apa yang dapat dilihat.
- Contoh situasi kehidupan gereja pada abab-abad awal kekristenan digambarkan dengan lalang dan gandum, dragon merah dan wanita yang sedang melahirkan; biji gamdun, garam, ragi.
Model dominan yang mampu memecahkan masalah atau problem-problem teologis yang tidak mampu dijelaskan oleh model-model lain disebut paradigma. Biasanya paradigma ini berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam dunia dan masyarakat.
Pergesera Paradigma (Shift Paradigm)
Satu paradigma akan diganti oleh paradigma yang lainnya, bila paradigma yang ada tidak mampu menyelesaikan masalah yang sdg dihadapi. Dalam sejarah gereja kita dapat melihat perubahan paradigma berpikir tentang Gereja: dari Gereja sebagi aktor dan subyek aktif yang tahu segalanya dan masyarakat sempurna yang mempunyai segala aturan dan jawaban siap pakai menuju Gereja yang rendah hati, mau berdialog, belajar dari dunia.
Berikut Model-model Gereja Katolik:
- Gereja sebagai Masyarakat Sempurna
- Model Gereja sebagai Tubuh Mistik atau Persekutuan Mistik
- Model Gereja sebagai Sakramen
- Model Gereja sebagai Pewarta
- Model Gereja sebagai Hamba
- Gereja sebagai Komunitas Kontras atau Institusi Kritik Sosial
- Gereja Yang Kenotik dan Dialogis

Posting Komentar