iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Perbudakan Sistematis


Masyarakat kita tidak bisa melepaskan diri dari perbudakan kolonialisme. Harusnya memang begitu. tapi mental budak justru telah menjamur dalam kehidupan masyarakat kita. Perbudakan itu bahkan tampil elegan di dunia pekerjaan. 

Mental budak ini bahkan terkesan dipelihara oleh pemerintah dalam memperlakukan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja membantunya. Salah satu contoh konkritnya adalah ketika pemerintah begitu concern mengurusi gaji ke-13, Tukin dan THR, hingga abai mengurusi rakyat diluar ASN. Sebaliknya, para ASN juga lebih peduli pada dirinya sendiri, pada bonus diluar gaji normalnya.

Seakan-akan begini. ASN tak peduli dengan pekerjan diluar mereka, pun dengan keberadaan rakyat miskin di sekitar mereka. Buktinya, mereka tak pernah mempermasalahkan besaran gaji mereka selama setahun (12 bulan). Berapapun besaran gaji bulanannya mereka siapa terima nasib. Tapi untuk bonus berupa gaji ke-13 dan sejenisnya mereka harus mendapatkannya.

Padahal menurut PP No. 14 Tahun 2024, gaji ke-13 adalah penghasilan tambahan yang diberikan kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian kepada negara.

Sang majikan, yakni presiden dan kabinetnya senang dengan mentalias bawahan mereka ini. Agar terlihat murah hati, presiden dan menteri keuangan bahkan rel untuk konferensi pers untuk mengumumkan pembagian "bonus" yang sebenarnya dikumpulkan dari hasil kereja para pegawainya. Kemurahan hati seperti ini tentu saja membesarkan hati para pegawainya. 

Gayung bersambut. ASN merasa riang gembira. Apalagi lagi mereka butuh uang untuk memenuhi keinginan mereka. Bak seorang budak, para pegawai berlabel ASN ini merasa gaji ke-13 itu didapat tanpa bekerja. 
Bukankah seorang budak akan merasa dihargai dengan bonus ini? 

Demikianlah Gaji ke-13 diperlakukan sebagai "kuasi kebaikan" negara terhadap ART-nya yang berlabel ASN.  Anda bekerja 1 tahun atau 12 bulan dan selama itu gajimu dibayar, tetapi kenapa kamu harus berteriak saat gaji ke-13 mu belum dibyarkan?

Tapi orang bermental budak memang lebih suka mendapat hadiah dibanding gaji rutinnya. Mereka merasa lebih dihargai ketika diberibonus. Soalnya mereka beranggapan kalau gaji ke-13 selalu dipahami sebagai gaji tanpa harus bekerja. 

Di sini letak persoalannya. Ya, apalagi kalau bukan mentalitas budak tadi. Ini aneh. Menunggu bonus justru diperlakukan seperti menunggu datangnya juruselamat.

Pemerintah, sebagai lanjutan dari pemerintaj kolonial Belanda pun senang dengan mentalitas itu. Makanya, pemotongan gaji bulanan bisa mereka lakukan seenaknya. 

Inilah kesempatan bagi pemerintah untuk membungkam para budaknya yang lebih peculi pada gaji ke-13, THR dan tukin para dosen yang kinerjanya justru dipertanyakan.

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.
Order Buku