iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Ketika Sapo Literasi Membudayakan Literasi

Ketika Sapo Literasi Membudayakan Literasi

Dua dekade terakhir terjadi migrasi penduduk Indonesia secara kolosal dari dunia nyata menuju dunia maya. Ini sebuah kenyataan yang harus kita terima.

Persoalannya, kemajuan teknologi digital itu ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi teknologi komunikasi digital ini bermanfaat dalam mendapatkan akses lebih luas atas informasi, tetapi di sisi lain akan memengaruhi hubungan sosial dan membentuk karakter bangsa.

Kenyataannya, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengumumkan jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023.

Sementara hasil survei Penetrasi Internet Indonesia 2024 yang dirilis APJII, maka tingkat penetrasi internet Indonesia menyentuh angka 79,5%.

Dibandingkan dengan periode sebelumnya, maka ada peningkatan 1,4%. Ingat, mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah mereka yang aktif di media sosial.

Di berbagai hasil survei masyarakat Indonesia dinilai malas membaca, karena tak ada korelasi antara membaca dengan hidup nyata. Hal yang sama terjadi di provinsi Sumatera Utara, termasuk kabupaten Karo.

Hal inilah yang mendorong Atmaja Pehulisa Sembiring merasa terpanggil membantu masyarakat Karo dengan mendirikan yayasan FP3K (Forum Pemuda Peduli Pendidikan) untuk menyokong berbagai kegiatan literasi di Sapo Literasi.

Atmaja Pehulisa Sembiring dan temanyang merupakan sarjana pendidikan sejarah ini sadar betul bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal membaca (Most Literate Nations in The World, 2016).

Tak hanya itu. Organisasi Pengembangan Kerjasama Ekonomi (OECD) pada tahun 2008 bahkan mengingatkan Atmaja akan kepedulian pada literasi. OECD menngatakan bahwa Indonesia menduduki tempat terendah dalam minat baca di kawasan Asia Timur.

Bahkan data yang dirilis UNESCO tahun 2012 juga menambah kepedulian Atmaja Pehulisa Sembiring cs. Data yang dimaksud menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata membaca buku sebanyak 1 judul buku/tahun.

Fakta ini sangat jomplang dengan masyarakat Jepang yang membaca 10-15 buku dan masyarakat Amerika Serikat yang membaca 20-30 buku per tahun.

Kenyataannya rata-rata orang Indonesia memang tidak suka membaca? Alasannya antara lain sibuk, tidak tahu bahan bacaan berkualitas, dst.

Untuk mengatasi hal ini, melalui berbagai kegiatan Sapo Literasi, Atmaja Pehulisa Sembiring mengajak anak-anak, remaja dan pemuda Karo untuk mengubah kebiasaan mengobrol menjadi kebiasaan membaca, membiasakan kegiatan membaca ditengah keluarga, serta mengalihakan sikap konsumtif game terhadap internet dengan membaca e-book.

Memang tak mudah mengubah cara berpikir secara komprehensif dengan membaca. Faktanya, generasi muda Karo yang berhadapan dengan Atmaja Pehulisa Sembiring justru mengeluh soal literasi.

Mereka mengimani kemalasan membaca dengan prinsip bodoh, "Untuk apa pinter, ranking satu, dan gemar membaca banyak buku kalau akhirnya saya tidak kaya?"

Padahal literasi ini terkait dengan kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat membaca dan menulis. Kata literatur sendiri berasal dari kata literature, literatus (Latin); letter, literacy (Inggris) berarti kemampuan membaca dan menulis.

Kemampuan literasi adalah indikator penting bagi generasi muda untuk mencapai kesuksesan. Maka penanaman literasi sedini mungkin harus disadari sebagai modal untuk menunjukkan bangsa yang cerdas dan berbudaya.

Sejak didirikan hingga saat ini, Sapo Literasi secara konsisten membudayakan literasi di kabupaten Karo. Atmaja Pehulisa Sembiring sering mengatakan,

"Membaca dan menulis merupakan sebuah aktivitas memahami, melibatkan, menggunakan, menganalisis dan mentransformasi teks. Maka Membudayakan kebiasaan membaca dan menulis memang butuh proses."

Bagaimanapun membaca dan menulis adalah dasar dari pengetahuan manusia yang terus berkembang. Membudayakan literasi, oleh karenanya lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga kompetensi.

Di Sapo Literasi yang didirikan oleh Yayasan Forum Pemuda Peduli Pendidikan Karo (FP3K) kemampuan literasi ini sungguh ditekankan.

Lewat berbagai kegiatan di Sapo Literasi dan di sekolah-sekolah di sekitar kabupaten Karo, Sapo Literasi turut membantu mencerdaskan masyarakat Karo melalui kegiatan literasi, paling tidak dalam hal membaca berbagai informasi bermanfaat.

Sapo Literasi mengajak anak-anak dan pemuda Karo untuk meningkatkan kualitas penggunaan waktu mereka dengan membaca sehingga lebih bermanfaat.

Sapo Literasi membantu siswa-siswi sekolah untuk meningkatkan tingkat pemahaman mereka dalam mengambil kesimpulan dari
informasi yang dibaca.

Sapo Literasi juga menumbuhkan dan mengembangkan budaya literasi ditengah-tengah masyarakat secara luas dengan menyediakan perpustakaan sederhana namun menyediakan buku-buku berkualitas. Siswa-siswi sekolah itu juga dibantu meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan penilaian kritis terhadap sebuah karya tulis.

Sapo Literasi juga menumbuhkan nilai kepribadian generasi muda Karo melalui kegiatan membaca dan menulis. Atmaja dan teman-temannya di Sapo Literasi sungguh sadar bahwa budaya literasi merupakan aspek penting dalam pembangunan generasi bangsa yang cerdas dan berbudaya, terutama generasi Kaaro yang unggul dan memahami teknologi yang mampu bersaing secara lokal dan global.

Saat diinterview reporter TVRI Sumut pada tanggal 1 September 2024 lalu, Atmaja Pehulisa Sembiring merasa bangga karena kini kabupaten Karo sedang berada dalam era yang identik dengan literasi.

Tak heran ketika berbagai kegiatan literasi di Karo selalu marak di diikuti oleh berbagai masyarakat Karo, terutama anak-anak dan remaja dari berbagai sekolah dan universitas di Karo.

Sapo Literasi juga memberi peluang literasi kepada masyarakat Karo dengan menyedikan Perpustakaan Sapo Literasi. Sebab, dengan meningkatkan kemampuan literasinya, masyarakata telah turut mengubah kegelapan menjadi terang.

Singkatnya, kemampuan literasi ini akan membantu masyarakat Karo dalam berinteraksi, berkomunikasi dan dalam mengaktualisasikan diri dengan baik.

Sapo Literasi sangat sadar bahwa tugas literasi adalah enlighment (mencerahkan), enrichment (memperkaya) dan empowerment (memberdayakan). Mahatma Gandi pernah mengatakan bahwa "kekuatan yang dasyat bukan bersumber dari tubuh yang berotot, tetapi dari pikiran cemerlang yang mencerahkan".

Nah, pikiran cemerlang lewat kemampuan literasi akan mengalahkan mereka kebodohan ditengah masyarakat.

Selain kemampuan membaca, kemampuan menulis adalah bagian dari pendidikan literasi demi memenuhi kepuasan nurani (altruis). Lewat berbagai pelatihan literasi di tingkat SMP dan SMA di Kabanjahe dan sekitarnya, Saspo Literasi boleh merasa bangga, karena tak sedikit siswa-siswi dari setiap sekolah ternyata berbakat dalam menulis.

Dengan kemampuan literasi itu, siswa SMP dan SMA ternyata mampu memproduksi tulisan, baik dalam bentuk berita (news), opini (views), maupun feature (news +views) sebagai suluh bagi media yang dipenuhi hoax dan fake !

Akhirnya, isi dari pembelajaran literasi adalah mencari, mengolah, menulis dan menyebarluaskan informasi positif (benar dan faktual) kepada publik melalui tulisan. Sementara nilai yang diharapkan adalah mengatasi sikap ragu-ragu dan perasaan malu saat memulai menulis demi membantu publik.

Salam Literasi!

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.