- Caleg (katolik/lainnya) mendatangi pimpinan gereja dan mohon doa restu. Saat ritual pemberkatan dilakukan, caleg minta liputan wartawan, minimal oleh tim. Ini penting untuk jualan citra si caleg di medsos dan koran-koran lokal.
- Amplop dengan kop "sumbangan" diberikan kepada pimpina gereja, diikuti janji, "Kalau butuh apa-apa, silahkan bapa pastorhubungi saya. Relasi pun semakin intim dan saling tergantung.
- Sebagai feedback, para caleg meminta nama-nama parokus di dapil-nya sembari minta jadwal mereka. Caleg ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkenalkan diri kepada umat.
- Untuk memudahkan teknis setiap kunjungan itu, komisi kerasulan awam pun akan dimaksimalkan untuk memberi pemahaman tentang cara berpolitik gereja. Selain membuat buku juklak politik gereja, ia dan para parokus akan ditugaskan memperkenalkan caleg hingga ke Lingkungan.
- Proses perkenalan berlanjut terus. Si caleg rutin meminta doa permohonan di setiap misa di paroki, stasi hingga dalam doa² lingkungan. Tentu, amplop adalah pelicin request-nya.
- Setelah pendaftaran dan nomor caleg keluar, umat diminta oleh parokus dan para ketua DPS untuk membagikan atribut caleg. Ini makin melengkapi spanduk caleg yg sudah terpampang di gerbang gereja paroki dan stasi di dapilnya. Bantuan-bantuan kecil mulai diberikan, lalu para imam bertugas memproklamirkan kalau si caleg adalah santo donatur gereja. Benar atau tidak, itu tak jadi soal. Yg penting para imam itu sudah mendapat amplop.
- Menjelang pencoblosan, dari altar-altar suci, para imam selalu mendoakan "wakil umat parokinya" itu, seraya mengingatkan umat tentang caleg yg harus mereka pilih. Di setiap misa & ibadat, para imam dan sintua-nya akan mendoakan dengan lebih khusyuk si caleg pilihan mereka.
- Kalau menang, mereka akan mengumandangkan pujian "Alleluia" dan memuji diri sendiri karena doanya dikabulkan.
- Kalau kalah, mereka hanya akan bergumam dan saling menyalahkan, "kekalahan caleg itu tak ada sangkut pautnya dengan gereja."
lusius-sinurat
Posting Komentar