Caleg yang berpikir dan bertindak secara parsial pasti akan kesulitan memenangkan kontestasi. Mereka yang tak "punya" banyak duit berupaya meningkatkan pendekatan langsung ke calon pemilih.
Alih-alih mereka yang "telah berbuat" untuk masyarakat di dapilnya, atau daerahnya. Kalau asli newbie gimana dong?
Tapi percayalah. Satu kali visitasi alias bertemu langsung dengan warga calon pemilih tak menjamin apapun, kecuali satu hal: mereka mengenal Anda lebih personal.
Di sinilah pentingnya kemahiran berkomunikasi si caleg, tapi terutama kematangan karakter kepemimpinannya. Artinya, ia tak perlu mengunjungi satu per satu warga di dapilnya.
Si caleg cukup menugaskan timnya sebegai representasi dirinya dalam melakukan pendekatan yang sama.
Di sini perlu dilakukan pendataan capem secara baik, sistematik dan jujur. Dibutuhkan disiplin dan ketelitian tim dalam mendata (ulang) capem.
Capek? Tentu. Itu baru satu langkah.
Warga pasti akan bertanya "harga" suara mereka. Paling tidak, kalau tidak dikonversi kedalam 300rb rupiah, si pemilih merasa suaranya berharga karena so caleg berpotensi menang.
Dengan waktu yang sangat mepet, rasa-rasanya hanya caleg cerdas dan bermodalkan otak yang akan menang. Mereka yang hanya bermodalkan duit akan lebih waswas menghadapi pemilu tahun ini.
Bukan apa-apa, nyaris 99% caleg kita saat ini sangat miskin, karena mereka "hanya punya uang" sebagai omodalnya. Otak mah kagak sempat dipake hahaha...
lusius-sinurat
lusius-sinurat
Posting Komentar