Obrolan ringan seputar pendidikan tinggi mengalir begitu saja. Mulai dari minimnya kreativitas mahasiswa di kelas, nyaris tak peduli dosen, hilangnya semangat berdiskusi dan berdebat di kelas, hingga sibuknya dosen mengurisi kenaikan golongannya.
Begitu derasnya aliran kas ke dunia pendidikan, hingga arus ilmusemakin tersumbat. Pembuatan jurnal adalah salah satu contohnya, ditambah dosen yang suka mempersulit mahasiswa bimbingan skripsi, tesis dan disertasi.
Saat ini lagi tren di perguruan tinggi saat ini adalah jurnal sinta (1,2,3,4,5) untuk jurnal nasional dan junal scopus (Q1,Q2,Q3,Q4) untuk jurnal internasional.
Semua stakeholders pendidikan tahu kalau mahasiswa hingga dosen mayoritas tak mampu menulis jurnal. Tapi penulisan jurnal justru menjadi prasyarat sidang skripsi, tesis hingga disertasi. Mereka juga butuh pemasukan tambahan sebagai pengontrol kelulusan mahasiswa.
Ttak peduli pedulai bagaimana mahasiswa atau dosen (yang ingin naik golongan, mendapat jabatan di PT, atau ketika ingin menjadi profesor demi 25jt per bulan) untuk mendapatkannya.
Yang penting jurnal sudah dipublikasi dan diberi copy atau linknya ke orang yang berkepentingan. Maka jangan hetan bila di negeri dengan 20% APBN untuk pendidikan ini banyak sarjana (S1) dan pascasarjana (S2 dan S3) hingga profesor yang tak pernah sungguh menulis skripsi atau mengadakan penelitian untuk pascasarjana, pun membuat jurnal scopus untuk mendapat gelar profesor.
Jangan bilang fakta ini menyedihkan. Toh kita sudah terbiasa dengan hal-hal seperti ini. Bukankah kita semua adalah korban kapitalis?
Kita cari uang untuk membeli dan menikmati. Bayar orang bikin skripsi, tesis dan membuat disertasi, dan keluarkan uang puluhan juta demi jurnal scopus. Agar Anda lulus sarjana, master atau doktor. Mudah
Orang bertanya bagaimana kau mendapatkannya. Orang hanya peduli betapa hebatnya Anda bisa mendapatkan gelar doktor tanpa berpikir atau profesor tanpa tahu menulis jurnal.
Kekuasaan adalah payung kapitalis. Rektor bisa siapa saja, tapi rektor sebelumnya sangat menentukan siapa calon rektor berikutnya. Maka di PTN sekalipun, jabatan rektor bisa diwariskan kepada adik atau saudaranya.
Posting Komentar