Pada akhirnya kata dan istilah dalam sebuah bahasa itu tak pernah stagnan. Tak hanya dalam percakapan. Dalam tulisan pun sering digunakan istilah yang tidak baku.
Itu karena percakapan sehari-hari, dengan orang dengan latar belakang bahasa berbeda sungguh tak terhindarkan. Artinya, lahirnya istilah baru justru yang diserap dari lawan bicara yang kebetulan berbahasa daerah/asing.
Lahirlah selalu istilah atau ungkapan baru untyk menyebut seseorang atau sesuatu. Entah itu istilah serapan atau malah istilah baru tanpa bertautan dengan makna aslinya.
Ini juga terjadi dengan istilah mileu, lingkaran pergaulan, atau pergaulan sosial.
Anak-anak milenial yang doyan menyerap istilah bahasa asing, secara kreatif (kadang juga naif sih he he he) melahirkan istilah "circle pertemanan" untuk "memperkaya" istilah baku sebelumnya, yakni lingkaran pergaulan.
Circle itu lingkaran dan pertemanan itu orang yang bergaul dengan kita. Tentu istilah ini lahir dari 2 kata berbeda, lalu di-mix: circle (English) dan pertemanan (Indonesia).
Anehnya, dengan medsos yang saban hafi kita intip, istilah "circle pertrmanan" ini bahkan tak hanya akrab di telinga kalangan muda. Bpa-bapa dan ibu-ibu pensiunan juga justru sering menggunakan istilah ini.
Circle (pertemanan) adalah lingkaran pertemanan terdekat; kelompok pertemanan, kumpulan pertemanan, atau pergaulan yang terbatas.
Artinya, lingkaran (circlr) adalah pembatas, kendati bisa meluas, bahkan menyempit. Ada batasan.
Ini terjadi karena lingkaran atau circle pertemanan ini biasanya memiliki kesamaan di antara orang-orang di dalamnya, seperti hobi, kesukaan, atau profesi yang sama.
Bagi orang seusia saya, 45 ke atas, circle bukan lagi based on hobby atau sekedat rekan kerja. Circle pertemanan kami justru lebih pada "klik" alias nyambung tidaknya obrolan, diskusi dan saling peduli.
Saya misalnya, lebih suka bersahabat dengan orang yang "gila", yang kegilaannya terbentuk dari kecerdasannya.
Itu karena cicle pertemanan di usia 45 ke atas, bukan lagi soal senang atau tidak senang dalam hidup. Namun, yang utama adalah bahagia atau tidak.
Maka pembatas persahabatan bukan lagi di level "asal bapak senang" alias hipokrit.
Posting Komentar