iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pergerakan Politisi Receh



Kalimat-kalimat jumawa selalu keluar dari mulut pecundang. Si pecundang yang dimaksud adalah orang-orang yang kerjanya mengais rejeki dengan cara pintas tapi tidak pantas. Dalam konteks politik, orang-orang ini sering disebut sebagai raja olah. 

Salah satu kekhasan raja olah adalah kecerdikannya mengklaim apapun yang bukan miliknya, termasuk suara para pemilih saat Pemilu. Ia selalu dengan leluasa menjual "suara rakyat", tepatnya "kuasi suara rakyat" kepada para caleg, capres, dst. 

Dalam posisi tertentu, kalau "jasa"-nya tak dipakai caleg, maka ia akan memancing emosi si caleg dengan kepongahannya, "Sebetulnya siapa butuh siapa? Bukan awak yang butuh dia, tapi dia yang butuh awak. Hanya awak yang bisa menjamin dia menang."

Kalau kebetulan urusan transaksi (pembayaran jasa mendapatkan suara) tidak dipercaya dan/atau dipertanyakan, maka si raja olah akan mengatakan, "Macam curiga kali dia sama awak. Padahals udah ribuan data awak setor ke dia." 

RO tak peduli apakah data yang ia catut tak ada yang beres. Begitu juga saat "kontrak" antara (tim) caleg atau (tim) capres tak dijalankan si RO, maka yang marah justru si RO itu sendiri, "Kenapa pula dia yang ngatur saya. Jangan gara-gara duit sikit, jadi suka-sukanys puls sama awak!"

Satu hal yang disukai para agen suara alias raja olah di Medan adalah ketika ada sponsor potensial yang ingin bergabung dengan kelompok/tim atau kelompoknya. 

"Kalau begitu langsung saja, ngapain repot-repot? Anda biayai operasional tim saja, dan kami kasih jabatan penasihat di kelompok kami," cetus si agen suara demi mendapatkan jalan pintas yang tak pantas. 

Akhirnya si agen suara akan kesal ketika teman-temannya tak membuka akses kekuasaan padanya, "Wah sayang kali ada akses tapi gak digunakan? Harusnya kita sudah kaya karena anda berteman dengan pengusaha dan penguasa. Bodoh kali tak dimanfaatkan?"

Pemilu pun selesai. Si RO alias si raja olah tak mendapatkan apa yang dia inginkan. Itu karena dia hanya pengecer jasa pencari suara, tapi kelakuannya melebihi si capres atau si caleg itu sendiri. Tapi enggak apa-apa, karena 5 tahun lagi dia masih bisa melakukan hal yang sama.

Celotehan kecil di atas hanyalah penegasan bahwa siapapun anda, selama ingin menjadi politisi, maka BELAJARLAH KE SUMUT. Sebab intrik yang nyentrik hanya ada di Sumut. 

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.