iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Filsafat Politik Dalam Konteks Demokrasi Indonesia


Pencetus filsafat politik ialah murid Socrates, yakni Plato dan Aristoteles. Ide utama filsafat politik Plato dan Aristotels adalah menciptakan dan mempertahankan negara (kota) yang adil dan memberi kebahagiaan bagi semua warga negara.

Sebab negara yang adil hanya akan terwujud dibawah pemerintahan / bimbingan cahaya pengetahuan dan kebajikan ideal dari seorang raja yag bijaksana, yakni filsuf. Tentu dengan catatatan negara mampu mengkondisikan warganya untuk menjadi orang baik (Aristoteles). Bapak Politik Modern adalah Niccolo Machiavelli.


1. FILSAFAT POLITIK

Sebagai ilmu, filsafat (philosophy) merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni (Plato). Sebagaimana dikatakan Aristoteles, pemikiran manusia itu melebihi 3 jenis abstraksi yang membentuk filsafat, yaitu fisika, matematika dan metafisika.

Politik berusaha menengahi kesenjangan antara apa yang ada di dalam pikiran (universalitas wujud) dan apa yang ada di dalam realitas (Aristoteles). Politik juga merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang terwujud melalui proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara (Plato). Singkatnya, politik adalah soal kepentingan seorang penguasa memperoleh, mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaan politiknya (Niccolo Machiavelli)

Politik itu ilmu praktis, yang tujuannya bukanlah pengetahuan melainkan tindakan, tepatnya tindakan bebas manusia (Aristoteles). Masalah filsafat politik adalah hakikat, fungsi dan tujuan politik itu sendiri. Sementra pokok bahasan filsafat politik adalah keadilan vs pikiran; kebebasan vs semangat/keberanian; dan kedaulatan vs nafsu/ keinginan berkuasa.

Selanjutnya Filsafat Politik adalah cerminan teori politik (Plato) yang merefleksi filosofis mengenai masalah-masalah sosial politik yang saling terkait (Aristotes). Sementara Peran filsafat politik untuk demokrasi Indonesia adalah untuk mendefinisikan ulang konsep dan praktek politik di Indonesia secara jernih; mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap praktik2 sosial yang tengah terjadi; dan mengajukan suatu bentuk tata sosial tertentu yang lebih baik.


2. ARTI NEGARA

Negara adalah bentuk persekutuan hidup yang akrab di antara warga negara untuk menciptakan persatuan yang kukuh. Yang dimaksud dengan warga negara adalah manusia yang masih mampu berperan. Demi tujuan itu perlu dibentuk negara kota (polis—akar kata “politik”) yang sebelumnya adalah persekutuan desa. (Aristoteles). Tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara (kebaikan yang tertinggi).

Dalam negara, sumbu kekuasaan adalah hukum, sehingga para penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebajikan yang sempurna (Aristoteles). St. Agustinus dari Hippo membandingkan negara sekuler dan negara Tuhan.

(a) Negara Duniawi/Sekuler (Secular State)
  • Negara Sekuler adalah negara yang dipimpin oleh manusia yang menghargai segala sesuatu yang baik dan mengutamakan nilai kebenaran. Di sisi lain sering juga terjadi penyelewengan oleh para penguasa angkuh dengan mendasarkan dirinya atas kecintaan diri sendiri (self-love).
  • Kekuasaan dalam negara sekuler diperoleh dengan cara tidak manusiawi (kekerasan, paksaan dan sebagainya) dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan. Manifestasi dari negara sekuler ialah keserakahan, kebohongan, penghianatan, dan perbuatan amoral lainnya. Di negara sekuler akan terjadi hal–hal buruk yakni kekerasan, peperangan, konflik besar, tidak adanya keadilan dan lain–lain.
  • Negara sekuler kemudian berkembang dalam bentuk negara modern, dimana penguasa berupaya untuk memaksakan kehendak pribadi, hingga terjadi ketidakstabilan dan konflik kepentingan yang dominan, rakus kekuasaan, ketidakadilan dalam pengadilan, peperangan. Untuk itu perlu didirikan Negara Tuhan didasarkan atas kasih Tuhan.
(b) Negara Teokratis (Theocratic State) 
  • Negara Teokratis  merupakan negara yang dipimpin oleh Tuhan dan didasari oleh cinta kasih Tuhan dan bersifat immortal (abadi). Konsep ini terlihat empirik, karena St. Agustinus membentangkannya secara universal dengan ketaatan pada asas-asas fundamental dan demi kebaikan bersama, yakni hukum, keadilan, kejujuran dan kedamaian sebagai unsur penting dari negara Tuhan (surgawi).
  • Negara Teokrasi tidak memisahkan antara konsep negara itu dengan nilai–nilai ketuhanan (religius). Itu karena konsep ini membicarakan tentang kausalitas kekuasaan dan alamat kekusaan itu dianugerahkan.
  • Berdasarkan teori ini, sumber kekuasan berasal dari kekuatan Dewa atau Tuhan serta kekuatan supranatural diluar kemampuan manusia. Kekuasaan itu kemudian diturunkan kepada siapa yang berhak mendapatkannya.
  • Negara teokrasi dapat kita pilah menjadi 2 bagian, yakni teokrasi primitif dan teokrasi modern. (1) Teokrasi primitive: kekuasaan yang berasal dari Tuhan diturunkan kepada seseorang yang dipercaya atau berhak mendapatkannya. Orang itu kerap diperaya sebagai ‘anak Tuhan’ atau ‘titisan Dewa’). Sang titisan kemudian mendapat legitimasi kekuasaan yang sah bagi yang mempercayainya sebagai pemimpin. (2) Teokrasi modern: kekuasaan yang dipercaya berasal dari Tuhan diturunkan (karena didasari atas suatu kejadian atau peristiwa tertentu) kepada siapa yang berhak memimpin.
  • Menurut St. Agustinus negara duniawi dan negara surgawi tak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya merupakan satu hubungan yang sama penting. Sebab eksistensi sebuah negara harus disertai dengan keberadaan agama, sebab keduanya merupakan unsur yang saling berkaitan.
(c) Diantara Negara Religius/Teokratis dan Sekuler (In between religious / theocratic & Secular).
  • In between religious adalah bentuk negara ini mengandaikan suatu negara yang mengakomodir agama dalam aturan konstitusi dan juga memberikan porsi tertentu bagi perundang-undangan yang bersumber dari ajaran agama. 
  • Namun, sebenarnya negara tersebut tidak menjadikan asas keagamaan secara murni sebagai dasar negara. Indonesia dan Mesir bisa menjadi contoh dalam tipologi ini.

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.