Indonesia tak ada duanya dlm memproduksi aturan yang berbelit-belit, tapi isinya selalu berkelit. DPR terus-menerus membuat UU baru, agar mereka terlihat bekerja dan "memikirkan rakyat". Output-nya jelas, mereka berharap akan dipilih lg sama orang-orangnya.
Setelah kata "Rancangan" dalam RUU dihilangkan, maka kini tugas eksekutif yang harus menjelaskan kpd publik bagaimana UU baru itu diimplementasikan.
Salah satu pasal yang dianggap seksi dlm KUHP yang baru saja disahkan mjd UU itu adalah pasal kontrasepsi dan zina (kumpul kebo).
Over all, yang jauh lebih menarik adalah dendanya.
Pasal 408-410, misalnya,
menawarkan alat kontrasepsi "pada anak" pidana denda 1jt.
menawarkan alat menggugurkan kandungan akan dipidana penjara maks. 6 bulan dan denda 10jt
Pasal 411-413 lebih elastis lg:
melakukan hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan: 10jt dan maks 6 bln penjara.
berhubungan dengan pasangan yang bukan suami-istri: 10jt dan penjara maks. 1 thn.
Pertanyaannya, apakah denda bagi orang yang kumpul kebo akan dikalikan dengan kuantitas ML x 10jt? Bukankah selama hidup bersama plua berhubungan, mereka itu byjan sebagai psgn suami-istri?
Betqpa lucu negara ini. DPR dan pemerintah rajin membuat UU yang ujungnya untuk didemo, diadukan ke MK; dan kalau ada masalah mereka akan sibuk mencari jalan tengah.
Ini pulalah yang dilakukan Yasonna Laoli, MenHukHAM. Takut turis Australia jadi enggan ke Bali), Yasonna buru-buru mengatakan,
"Harus ada pengaduan. Jadi kalau orang Australia yang mau berlibur ke Bali sama-sama mereka mau satu kamar atau apakah urusan dia itu. Kecuali ada pengaduan dari orang tuanya dari Australia which is not their culture."Ya hukum dan denda memang tak bisa dipisahkan, sama dengan bisnis dan pajak tak mungkin dipisahkan.
Tinggal bagaiman kita membaca peraturan demi peraturan yang selalu dikeluarkan legislatif dan eksekutif setiap periode 5 tahunan itu.
Jelas, disaat hubungan diluar hubungan suami-istri didenda 10jt plus hukuman penjara maksimal 1 tahun, tapi pelacuran tidak di tutup, maka aturan ini sama saja bodong.
Jangan-jangn ini hanya sbg pemulus bagi anggota DPR atau penguasa utk berpoligami hanya lewat selember surat di KUA.
Jelas, para pria hidung belang akan lebih memilih ke pelacuran daripada kumpul kebo, karena harganya tak sampai 10jt dan tak mungkin dilaporkan ke aparat hukum.
Makanya, kalau mau bikin UU, harus beri "pengecualian" yang jelas; dan jabarkan teknis implementasinya.
Ini baru turis Australia yang ngambek dan 'ngancam' tak akan datang ke Bali, menterinya udah blingsatan.
E tahe, Indonesia! Kaum terdidiknya masih bermental jajahan! Konsepnya pemilunya demokratis, tapi anggota legislatif dan kepala negara / daerah yang yang dipilih malah memproduksi UU yang mengurus ranah kelamin warganya.
lusius-sinurat
Posting Komentar