iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Anomali Jokowi versus PDIP

Anomali Jokowi versus PDIP


Haruskah kita mempercayai seluruh atau sebagian dari isi pemberitaan media? Benarkah Jokowi mencipatakan anomali menjelang pemilu 2024 Benarkah Jokowi dengan sengaja menciptakan keadaan penyimpangan atau keanehan yang terjadi ?

Benarkah Jokowi dengan sengaja menciptakan suatu peristiwa yang tidak bisa diperkirakan, dan dia mengambil keuntungan dari peristiwa itu? 

Pendek kata, mana yang lebih berbahaya: berbagai tuduhan di media sosial, atau ucapan para politisi di Youtube atau televisi, atau tudingan para elit politisi yang dengan lantang memojokkan Presiden Joko Widodo ? 

Saya teringat ucapan alm. Prof. J. Sahetapy pada acara ILC beberapa tahun lalu, "Hanya orang dungu yang berani mengatakan politik itu suci. Faktanya, politik itu kotor."

Berdasarkan pernyataan Sahetapy, para politisi yang menuduh "Jokowi sedang membangun politik dinasti )" justru lebih kotor daripada apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Jokowi itu sendiri.

Indikatornya sederhana. Darimana kita tahu secara pasti bahwa Megawati dan Puan, Hasto dan Djarot, dll. akan mencoblos PDI-P dan capres PDIP saat mereka berada di kotak suara, kalau bukan dari pengakuan mereka? 

Demikian juga tentang pertanyaan Puan, "Ke mana arah pilihan Jokowi pada Pilpres 2024?" juga hanya terjawab dari pengakuan Jokowi.

Apakah pengakuan itu jujur atau tidak jujur? Bukan ini intinya. Karena kalian senua politisi yang bermain di panggung memang sudah kotor dari sananya, bahkan menikmati kekotoran itu.
 
PDIP hanya butuh itu ucapan "Saya dukung ganjar" dari Jokowi ke publik. Sebetulnya Jokowi sudah melakukannya dalam rakernas dan berbagai kesempatan di internal PDIP.

Tapi entah mengapa PDIP belum yakin dengan pernyataan Jokowi. Rasanya PDIP tak hanya butuh dukungan Jokowi, tapi juga meminta Jokowi agar tidak berteman, apalagi mendukung capres selain Ganjar Pranowo .

Padahal, selama belum masuk ke bilik suara dan mencoblos capres jagoannya, seperti semua orang ya g punya hak suara, maka hanya Jokowi ya g tahu pilihannya. 

Tapi, mengapa PDIP seakan menuduh Jokowi telah melupakan partai yang mendukungnya sejak jadi walikota hingga presiden, dan seakan sudah mencoblos gambar calon presiden lain? 

Ini namanya cinta yang posesif. Kita tahu bahwa bukan hanya PDIP sebagai satu-satunya partai yang mengusung dan mendukung Jokowi. Tapi PDIP selalu merasa Jokowi milik mereka. Demikian juga dengan Jokowi yang selalu mendapat dukungan dari PDIP.

Inilah alasan mengapa PDIP begitu bersemangat menggiring opini bahwa Jokowi dan keluarganya "potensial" menjadu penghianat?

Jokowi berhianat dari partai apa dan pergi ke partai mana? Apakah tuduhan yang sama bisa dialamatkan kepada seluruh DPP PDIP karena tidak ngotot memilih Puan sebagai bacapres sebelum penetapan Ganjar Pranowo ? 

Toh Mega sendiri yang mengatakan "mustahil PDIP dipimpin (baca: dimiliki) orang diluar keluarga Soekarno." Dan di saat yang sama, Megawati juga harusnya menegaskan bahwa "PDIP takkan pernah memilih trah Soekarno menjadi capres". 

Logikanya, ketika presiden terpilih adalah presiden yang diusung PDIP, walaupun bukan turunan Soekarno, maka presiden terpilih tunduk pada aturan partainya, tapi bukan kepada keluarga besar Soekarno. 

Maka, akan sangat berlebihan permintaan PDIP agar Jokowi tetap bertanggung jawab menggiring pengikutnya untuk tetap memilih PDIP dan ngotot memperjuangkan cawapres PDIP. Konsekuensinya, Presiden Joko Widodo tak berpeluang mencalonkan diri sebagai ketum PDIP setelah pensiun sebagai presiden, karena bukan darah biru Soekarno.

Tampaknya Jokowi sadar betapa kejamnya politik. Ia memahami pernyataan prof. Sahetapy bahwa politik itu memang kotor. 

Jokowi tahu bahwa tidak ada orang bersih di politik. Yang ada itu hanya politisi yang merasa diri suci, bahkan ketika publik tahu bahwa si politisi tadi hanyalah seorang pencuri uang negara.

Jokowi sadar bahwa lawannya saat ini adalah para politisi yang merasa suci tapi menuduhnya sebagai penghianat partai. 

Sebagai seorang Jawa, Jokowi melawan tuduhan tersebut dengan cara "mengikuti apa ya g dituduhkan kepadanya."

Tuduhan bahwa "ia lupa dengan partai yang membesarkannya" dibalas dengan berteman dengan Prabowo yang turit berjasa mendatangkannya dari Solo, juga mantan rivalnya di pilpres 2014 dan pilpres 2019.

Tuduhan bahwa "ia hanya planga-plongo dan anak-anaknya cuma tukang martabak dan pisang goreng" di-counter dengan menggiring Gibran Rakabuming Raka jadi walikota Solo dan cukup berhasil. 

Jokowi juga meminta menantunya Bobby Nasution menjadi walikota Medan dan cukup oke salam memperbaiki gorong-goring di kota Medan.

Bahkan terakhir, si penjual pisang Kaesang Pangarep si bungsu digiring menjadi ketum partai PSI.

Jadi ini perang internal antara PDIP dan Jokowi. Perang dimulai oleh PDIP. Klaim bahwa PDIP adalah satu-satunya yang boleh mengklaim keberhasilan Jokowi justru menafikan peran dan dukungan partai lain kepada Jokowi.

Buktinya, Jokowi (secara personal) mampu mengatur agar Kaesang jadi ketum PSI setelah mendapat member ID selama 24 jam. Jokowi juga mampu mengiring keputusan MK agar peluang Gibran menjadi wapres dan memenangkan Prabowo ? 

Benarkah ini semua peran tunggal Jokowi? Saya kira ada campur tangan lawan politik di sini.

PDIP memainkan peran. Penetapan Mahfud MD sebagai bacawapres Ganjar Pranowo dilakukan zaat Jokowi sedang tugas LN ke Cina dan Arab Saudi. Padahal Ganjar adalah anak emas Jokowu, dan Mahfud MD adalah corong Jokowi di bidang hukum.

Saya ragu bahwa permainan politik tingkat tinggi saat ini tak murni inisiatif Jokowi. Bahwa Jokowi kecewa dengan PDIP itu wajar. Kita pun akan melakukan hal yang sama ketika seorang presiden jadi bulan-bulanan ketun partai.

Padahal Jokowi tahu kualitas kader PDIP pilihan ketumnya. Belun lagi pilihan Jokowi justru ditolak ketumnya. Sebut saja @Budiman Sujatmiko dan Maruarar Sirait .

De fakto menteri pilihan partainya justru tega mengkorup biaya covid-19, dan wakil rakyat bernama Masiku bisa menghilang setelah menyumbang dana nilayaran ke partainya.

Mestinya PDIP introspeksi diri, terutama Megawati dan putrinya Puan. Sayangnya, PDIP justru lupa kulit akan kacangnya. Jokowi sebagai kacang yang telah menaikkan nilai jual partainya, justru dinafikan oleh partai sebaga kulit kacang dengan cara melawan program penting pemerintahan Jokowi. 

Menjadi tuan rumah perhelatan Piala Dunia U-20 justru dibatalkan oleh PDIP (Ganjar & Koster) hanya untuk mengambil hati islam kanan.

Kritik atas program food center juga datang dari mulut Hasto cs sengaka dilakukan PDIP demi mengusik nama baik Prabowo yang kini masih menjabat sebagai menhan.  

Akhirnya, hanya waktu yang akan membuktikan siapa yang benar dan siapa yang merasa benar. Namun yang jelas, orang yang benar itu tidak ada di dunia politiik, sebab dari sananya, politik itu sudah kotor. So, siapa yang lebih kotor: PDIP atau Jokowi?

lusius-sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.