iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

RAJA SINURAT

raja sinurat

R
AJA SINURAT MELEWATI MASA KECILNYA SAMA SEPERTI ANAK-ANAK LAIN DI JAMANNYA. IA LAHIR, BERTUMBUH, MENIKAH DAN MENETAP DI HARANGAN PARIK. DENGAN CUACA YANG SEJUK DAN TANAH SUBUR UNTUK LAHAN PERTANIAN SINURAT SANGAT BETAH TINGGAL DI HARANGAN PARIK. SINURAT ANAK YANG BAIK DAN DEKAT DENGAN ORANGTUA DAN KEDUA ADIKNYA, NADAPDAP DAN DOLOK SARIBU. HINGGA KINI RELASI YANG AKRAB ITU MASIH TERLIHAT. SEJARAH HIDUP SINURAT DALAM BUKU INI KAMI TELUSURI DARI BERBAGAI INFORMASI DARI KEDUA SAUDARNYA DAN TULANG MANURUNG.

Masa Kecil Sinurat

Tak lama setelah kelahiran Sinurat di Harangan Parik, Sinabutar Raja Parmahan (Sinabutar II) membawa bayinya itu menemui keluarga Tulang Manurung yang juga berada di Sionggang. Bersama ompung boru Pinta Omas Manurung, Sinabutar Raja Parmahan berangkat dari rumahnya di Harangan Parik Sionggang Tengah menuju rumah simatuanya yang tak jauh dari rumahnya di Sionggang. Di Tulang Manurung inilah Sinurat diberkati menurut adat Dalihan Natolu.

Tulang Manurung (saudara laki-laki dari Pinta Omas) menaruh boras si pir ni tondi (beras peneguh jiwa) ke atas kepala bayi Sinurat, sembari menghantarkan doa dan harapannya,
“Asa marurat dainang pangintubu, marurat ma tubu ni sinurat, anak ni sinabutar raja parmahan.”
Ritual meminta berkat dari Tulang Manurung (pihak keluarga ibu) untuk bayi Sinurat dalam adat Dalihan Natolu adalah ungkapan syukur atas kelahiran bere dan pahompu Ompuni Unggul Manurung. 

Pada kesempatan itulah bayi sulung dari Sinabutar Raja Parmahan itu diberi nama Sinurat oleh Tulang-nya. Konon nama ini mengingatkan Tulang Manurung atas pesan yang pernah ia sampaikan kepada Sinabutar Raja Parmahan dan Pinta Omas Manurung saat pernikahan mereka. Berikut ini isi pesan Tulang Manurung yang dimaksud:

“Naung marbagas do hamu nuaeng inang. Dibahen i sai denggan ma hamu marsianju-anjuan jala marsihaholongan. Sai situbu laklak ma hamu situbu singkoru di dolok ni Purbatua, sai situbu anak ma hamu tubuan boru, donganmu sarimatua. Sai marurat ma hamu tu toru, marjujungan tu ginjang, mardangka tu lambung, sigodang pangisi jala sideak pinompar. 

Martumbur ma baringin, mardangka ma hariara, sai matorop ma hamu maribur, martangkang ma juara, sai matotop maribur ma hamu songon siatur maranak, sai matorop masere ma hamu songon si atur nabolon.” (bdk. Siahaan, 1962:28).

Inti dari pesan ini adalah harapan dari keluarga Ompuni Unggul Manurung agar boru mereka segera mendapatkan keturunan yang banyak. Menurut penuturan Tulang pomparan Ompuni Unggul Manurung, nama Si Marurat atau Sinurat berasal dari nasihat di atas. 

Nama “Sinurat” ini di kemudian ia wariskan kepada keempat anaknya dan kepada kita semua pomparan Raja Sinurat. Sinabutar Raja Parmahan sendiri memiliki nama kesayangan untuk anaknya, yakni Si Baga (berdasarkan keterangan pinomparni Raja Tano, Ama Rotua Sinurat dari Lumban Julu).

Menurut catatan St. Budiman Sinurat (Ketua Toga Sinurat Kota Medan) menyebutkan bahwa Sinurat lahir di Harangan Parik, yang di era Penjajahan colonial termasuk wilayah Sibisa sekitar tahun 1533. Nama lain dari Sinurat adalah Ompu ombun/ompu Haroan. 

Sinurat seorang petani, dengan warna kulit kuning langsat dan tinggi badan sekitar 168 cm atau tinggi rata-rata orang Indonesia. Ia sosok yang cukup gagah, kendati agak pendiam. Ia sosok yang tekun, gigih pekerja keras dan santun. Di atas semua gambaran di atas, yang jelas Sinurat adalah sosok sederhana.

Masih menurut St. Budiman Sinurat, pomparan Sinurat telah mencapai sekira 15.000-an jiwa atau 3000-an KK. Pendidikan mereka memang masih tergolong rendah, karena dari mereka masih ada yang buta huruf. Sebagian besar masih hanyan tamatan SD, tamatan SMP atau tamatan SLTA; dan sebagian kecil merupakan lulusan dari Perguruan tinggi (S1, S2, S3). Kendati demikian, dari pomparan Sinurat telah ada yang mencapai pangkat Jenderal di kepolisian dan Profesor di bidang pendidikan. Beliau adalah Brigjen (Purn). Jannes Sinurat dan Prof. Dr. Arnold Sinurat.

Sebagian besar dari marga Sinurat bekerja sebagai petani, wiraswasta, pengusaha, guru, dokter, polisi, hakim, ASN, pendeta / pastor / ustad, dosen dan profesi lainnya. Mereka bermukim di huta na ualu atau tersebar di seluruh di indonesia, bahkan di luar negeri. Sementara tingkat kesejahateraan pomparan Sinurat adalah 30% prasejahtera, 63% sejahtera dan 7% sejahtera plus. Dari 15.000-an jiwa terdapat sekitar 750 jiwa yang masing menganggur. Akhrinya, situs terkenal dari marga Sinurat adalah Aek Sitobusira yang terletak di Pardugul, Buhit, Pangururan.

Tapian Boru Manurung


Menelusuri sosok Tapian Boru Manurung, istri Raja Sinurat tak bisa dipisahkan dari relasi keluarga antara Raja Silahisabungan dan Raja Mangarerak. Bila dirunut ke belakang, perkawinan Raja Silahisabungan dan Milingiling masih berlanjut ke tingkat keturunannya, yakni antara Tambun Raja dan Pinta Haomasan. Pada generasi ketiga dan keempat memang tidak ada perkawinan antara pomparan Raja Silahisabungan dengan boru dari pomparan Raja Mangarerak. 

Namun pada generasi kelima terjadi lagi perkawinan antar kedua pinompar, tepatnya saat Sinabutar Raja Parmahan (Sinabutar II) menikah dengan Pinta Omas Boru Manurung, boruni Ompuni Unggul. Akhirnya, pada generasi keenam terjadi perkawinan antara Raja Sinurat dengan pariban-nya bernama Tapian Boru Manurung, boruni Guru Mandumpas atau pahompu dari Ompuni Unggul.

Bila disejajarkan dalam tarombo Raja Mangrerak dan Silahisabungan, maka kita akan mendapati fakta pada generasi keberapa saja keturunan Raja Silahisabungan menikahi pariban-nya dari keturunan Raja Mangatur. Melalui perkawinan antara Raja Sinurat dengan Tapian Boru Manurung, maka telah terjalin ikatan keluarga secara berkesinambungan dari pomparan Raja Silahisabungan dan pomparan Raja Mangarerak. 

Hal ini juga megarahkan kita pada jawaban atas pertanyaan tentang “siapa ompu borunta atau siapa istri Raja Sinurat”. Dialah Tapian Boru Manurung, puteri Guru Mandumpas atau cucu dari Ompuni Unggul. (Bdk. Tigor Sirait, 2009, sesuai hasil wawancara dengan Tulang Dr. Togar Manurung keturunan Ompuni Unggul di Lumban Julu, 26/12/2021).

Dengan demikian kita bisa membedakan tiga boru Manurung yang dinikahi oleh keturunan Raja Silahisabungan, yakni (a) Pinta Haomasan dan Tambun Raja (anak dari Silahisabungan), (b) Pinta Omas dan Sinabutar Raja Parmahan (anak Si Raja Bungabunga gelar Raja Parmahan), dan (c) Tapian dan Raja Sinurat (anak dari Sinabutar Raja Parmahan). Ketiganya adalah boru Manurung dari keturunan Raja Mangarerak, teman sekaligus mertua dari Silahisabungan.

Bonapasogit Sinurat

Melacak bonapasogit Raja Sinurat bukan perkara mudah. Sejak awal sebagian marga Sinurat percaya bahwa bonapasogit Raja Sinurat adalah Sibisa, namun sebagian lagi menyebut Samosir, Lumban Pea, dan yang lain menyebut beberapa tempat lain yang diyakini sebagai bonapasogit Sinurat. 

Untuk itu dalam menelusuri bonapasogit Raja Sinurat ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah melalui teknik pengumpulan data dan evaluasi data secara sistematis untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memahami peristiwa yang terjadi di masa lalu. 

Dengan metode penelitian ini kami menguji kebenaran tentang sosok Raja Sinurat, masa kecilnya, bonapasogit-nya, istri dan keturunannya, bahkan peristiwa tertentu yang menyisakan pesan tertentu terkait dengan Raja Sinurat di masa lau. 

Selanjutnya penulis berupaya menghindari ketidakterkaitan antar-peristiwa dalam sejarah Raja Sinurat. Sejalan dengan hal itu penulis juga hendak memastikan sejarah Sinurat ini berkaitan dengan keberadaan marga Sinurat saat ini.

Di bawah ini kami bentangkan analisa data yang kami peroleh dari lapangan dan berbagai pustaka tentang bonapasogit Raja Sinurat. Sebagaimana telah disinggung di atas ada tiga lokasi (huta) yang paling sering disebut sebagai bonapasogit Raja Sinurat, yakni Sibisa, Simarbane dan Harangan Parik. Penulis menggunakan empat tahapan penulisan sejarah dalam menganalisa ketiga tempat (huta / kampung / desa) tersebut.

Proses pengumpulan informasi atau pengumpulan sumber untuk penelitian sejarah yang di-lakukan (Heruristik). Kami telah turun ke lapangan, mendatangi ketiga lokasi di atas dan mewawancarai pinompar Sinurat, tokoh dan pemerhati Sinurat, masyarakat setempat, dll (sumber primer), ditambah pengumpulan informasi secara tidak langsung melalui media kabar, buku, jurnal atau majalah (sumber sekunder).

Verifikasi atau Kritik Sumber yang telah kami kumpulkan pada tahap pertama. Sumber sejarah itu kemudian kami uji dari segi keaslian dan kredibilitasnya. Ada dua macam kritik yang kami lakukan, yakni kritik eksternal (kritkk atas keaslian sumber, waktu atau penanggalan sumber) dan kritik internal (kritik atas kredibilitas sumber dengan menguji sumber, baik secara benda, tulisan ataupun lisan). Selanjutnya kami melakukan cek silang antara informasi dan informan yang satu dengan informasi/informan lainnya. 

Interpretasi atau menganalisa dan membandingkan fakta yang satunya dengan fakta yang lainnya, sehingga fakta-fakta yang ada dapat dijadikan kesatuan yang masuk akal. Akhirnya, pada tahap keempat kami mulia melakukan historiografi (penulisan sejarah berdasarkan sumber-sumber yang telah kami temukan, nilai, seleksi dan kritisi).

Melalui keempat tahapan penelitian sejarah di atas, kami memaparkan hasil penelitian kami terkait bonapasogit Sinurat:

Lokasi 1: Sibisa

Berdasarkan sumber primer (penelitian lapangan dan wawancara narasumber: dongan tubu Sinurat, anggi doli Nadapdap dan Tulang Manurung) dan sumber sekunder (buku Tarombo Silahisabungan, Tarombo Raja Parmahan, Tarombo Toga Manurung, Tarombo Nadapdap, dst) terkait dengan Sibisa disimpulna bahwa Sinurat samasekali tidak pernah marhuta di Sibisa.

Kami tidak menemukan warisan tertulis, bekas parhutaan Raja Sinurat (non-factum). Begitu juga kami tak menemukan satu buku tarombo marga silahisabungan, Raja Parmahan, dst yang secara spesifik mengatakan bahwa bonapasogit Raja Sinurat adalah Sibisa (non-datum). 

Status Nadapdap, adik Sinurat sebagai “pendatang” di Sibisa semakin menegaskan fakta bahwa Sibisa bukanlah bonapasogit Sinabutar Raja Parhaman atau Raja Sinurat sebagai abangnya. Pada akhirnya Nadapdap memang marhuta dan marharajaon di Sibisa.

Penyebutan Sibisa sebagai bonapasogit Raja Sinurat terkait erat dengan tambak (makam) Sinabutar Raja Paramahan (ayah Sinurat, Nadapdap dan Doloksaribu) yang ditemukan di Sibisa oleh seorang namarbinoto bermarga Panjaitan, sebelum tulang-belulangnya dipindahkan ke Tugu Raja Parmahan di Balige Raja. 

Penemuan makam tersebut tidak menjelaskan bonapasogit Sinabutar Raja Parmahan. Ompung Boru Pinta Omas Manurung sendiri bukanlah orang Sibisa, melainkan orang Sionggang; dan dipercaya bahwa Sinabutar marhuta di kampung mertuanya, dekat Sionggang dan mendapat warisan berupa tanah dari mertuanya di sana.

Mengingat jarak yang tak terlalu jauh dari Sionggang maka Harangan Parik lebih masuk akal sebagai huta Sinabutar daripada di Sibisa. Di Harangan Parik inilah Sinurat dan Nadapdap lahir dan bertumbuh dewasa.

Data BPS Kabupaten Toba (2019) tidak meneybutkan kalau Sinurat adalah marga yang punya ikatan historis dengan Sibisa, alih-alih memiliki bius atau harajaon sendiri di sana. Dari hasil wawancara kami dengan Tulang Manurung (Dr. Togar Manurung), anggidoli Tambunan dan Nadapdap, kepala desa setempat dan beberapa warga Sibisa yang dipilih secara acak, kami mendapati fakta bahwa Sinurat tidak pernah marhuta di Sibisa. Sebagai informasi tambahan, marga dominan di Sibisa, baik Parsaoran Sibisa maupun Pardamean Sibisa adalah marga Sirait dan Nadapdap.

Pendapat di atas dipertegas dengan sebuah arsip P. Sinurat yang diketik pada bulan Maret 1985 yang penulis peroleh dari Edison Sinurat. Arsip ini mencatat bahwa ketiga anak Sinabutar Raja Parmahan berangkat (pergi merantau) dari Harangan Parik menuju Sibisa (Nadapdap), Lumban Nabolon dan Nagatimbul (Doloksaribu); dan Sinurat menetap di Harangan Parik.

Arsip ini selaras dengan fakta bahwa keberadaan Pinta Omas Manurung (boruni Ompuni Unggul) yang dinikahi Sinabutar Raja Parmahan berasal dari Sionggang, dan Tulang Manurung mereka mereka “panjaean” berupa tanah dan tempat tinggal yang letaknya tak jauh dari Sionggang. Hampir pasti tempat yang imaksud itu bukanlah Sibisa, melainkan Harangan Parik, Sionggang.

Lokasi 2: Simarbane

Huta Simarbane disebut dalam Penelitian Dr. Mangara Sihaloho (pomparan Raja Sinaloho, anak pertama Raja Bungabunga). Mangara membuka sebuah opsi tentang bonapasogit Sinabutar Raja Parmahan dan anaknya Raja Sinurat. Mangara tidak menyebut secara spesifik Simarbane adalah bonapasogit Raja Sinurat.

Penyebutan Simarbane yang terletak di Sionggang Selatan ini dikaitkan dengan perjalanan Sinabutar Raja Parmahan dari Silalahi Pagar Batu, Balige Raja (Huta Raja Bungabunga gelar Raja Parmahan) dengan naik solu (sampan) menuju Sionggang dengan menyusuri pantai Danau Toba. Masuk akal juga apabila Sinabutar masuk Sionggang lewat pantai Sionggan Selatan, tak jauh dari Huta Simarbane.

Perkenalan hingga perkawinan Sinabutar Raja Parmahan dan Pinta Omas Manurung, boruni Ompuni Unggul Sionggang menjadi petunjuk bahwa jarak antara Simarbane dan huta ni Ompuni Unggul Manurung di Sionggang tidaklah jauh. Kendati demikian, pendapat ini sempat diragukan Tulang Dr. Togar Manurung, mengingat makam Sinabutar justru “ditemukan” di Sosor Pea sebelum saring-saring-nya dipindah ke Tugu Raja Bungabunga gelar Raja Parmahan di Balige Raja. 

Bisa saja Tulang Togar Manurung benar. Namun makam (tambak) Sinabutar sendiri baru ditemukan belakangan, menjelang peresmian Tugu Raja Parmahan tahun 2008. Beberapa saksi mengatakan kalau kuburan itu ditemukan oleh seorang namarbinoto (datu) bermarga Panjaitan.

Pilihan Simarbane sebagai bonapasogit Raja Sinurat dengan demikian justru meragukan, karena sang ayah, Sinabutar Raja Parmahan justru tidak pernah tinggal di Simarbane. Fakta bahwa Sinabutar tak pernah menetap di Simarbane hingga wafatnya semakin menegaskan bahwa bonapasogit Sinurat bukanlah di Simarbane. Apalagi, belakangan kami justru dikejutkan dengan sebuah fakta bahwa yang tinggal dan menetap di Simarbane itu bukanlah Sinabutar Raja Parmahan atau Raja Sinurat, melainkan keturunan Raja Tano, tepatnya dari pomparan Ompu Sorgo (anak bungsu dari Ompu Tabar). Ompu Tabar sendiri adalah anak sulung dari Raja Tano, dan Raja Tano merupakan anak sulung Raja Sinurat.

Pendapat serupa ditegaskan oleh Jasiman Sinurat (77 tahun) / br. Barimbing yang lahir dan besar di Simarbane, dan kini menetap di Tipar Semper, Jakarta Utara. Menutur Jasiman atau Op. Deni, informasi yang mengatakan Sinurat berasal dari Simarbane itu tidak tepat, karena hanya ada dua kepala keluarga (2 KK) bermarga Sinurat di Simarbane, dan kedua KK itu telah menetap di sana selama empat generasi. 

Leluhur mereka datang dari Huta Joring dan Lumban Pea. Konon katanya, Huta Joring yang mereka tinggalkan sempat diberikan kepada Raja Pagi sebagai tempat tinggal, namun belakangan mereka ambil lagi dari Raja Pagi.

Simarbane adalah kampug kecil yang letaknya tak berdekatan dengan air terjun Situmurung, salah satu destinasi wisata yang kini cukup ramai dikunjungi wisatawan domestik. Di Simarbane inilah keturunan Ompu Sorgo tinggal di huta yang berada di pesisir pantai Danau Toba itu. Sebagain dari mereka bekerja sebagai nelayan dan menangkap ikan di Danau Toba. Oleh karena dataran huta Simarbane terlalu miring, mereka memutuskan untuk pindah ke atas Simarbane, sekitar 700 meter dari pantai.

Sebagai buktinya, rumah-rumah marga Sinurat di Simarbane masih ada sampai sekarang. Sejauh ini, maryoritas marga yang tinggal di Simarbane adalah Manurung dan Sirait. Artinya, sejarah huta Simarbane yang berhadapan dengan Sitamiang Onanrunggu di Samosir itu tidak terbukti sebagai bonapasogit Raja Sinurat. 

Tak ada bukti akurat yang menegaskan bahwa Simarbane adalah bonapasogit Sinurat. Konsekuensinya, dugaan bahwa keempat anak Sinurat(Raja Tano, Raja Pagi, Ompu Gumbok Nabolon dan Raja Muha) pernah tinggal di Simarbane dan berangkat merantau dari Simarbane adalah tidak tepat.

Benar bahwa awalnya, ayah Sinurat, Sinabutar Raja Parmahana datang dari Silalahi Dolok-Balige dan berlayar lewat ke tepi pantai Danau Toba hingga tiba di Simarbane. Namun setelah menikah Pinta Omas Boru Manurung pomparan ni Ompuni Unggul, Sinabutar tak penah tinggal di Simarbane, dan kedua anaknya, Sinurat dan Nadapdap tidak lahir di sana.

Lokasi 3: Harangan Parik

Informasi mengenai desa Harangan Parik, kelurahan Sionggang Tengah, kecamatan Lumban Julu, kabupaten Toba kami peroleh dari Dr. Togar Manurung (pomparan Tulang Ompuni Unggul) dan keturunan Raja Tano (Ama Rotua Sinurat (Lumban Julu) dan Ama Lian Sinurat (Sionggang Tengah). Letak desa Harangan Parik tak jauh dari bonapasogit Raja Tano di Huta Joring. Keberadaan tambak (makam) Raja Tano dan kedua anaknya Ompu Tabar dan Ompu Gumantar di Huta Joring bisa jadi petunjuk untuk menemukan bonapasogit Raja Sinurat yang konon tak pernah jauh dari anak sulungnya.

Memang tak ada kisah spesifik dari keturunan Raja Tano yang mengatakan bahwa Raja Sinurat dan Raja Tano saling mengunjungi satu sama lain, walaupun jarak antara Harangan Parik dan Huta Joring hanya sejauh 4 km. Namun keturunan Raja Tano percaya bahwa Raja Tano berangkat dari Harangan Parik menuju Huta Joring. Artinya, Raja Sinurat dan keempat anaknya memang tinggal di Harangan Parik.

Kemungkinan besar Sinabutar Raja Parmahan (Sinabutar II) pernah tinggal bersama Raja Sinurat. Dalam Arsip P. Sinurat (1985) ditegaskan bahwa Sinabutar Raja Parmahan cukup lama tinggal bersama anak bungsunya Nadapdap di Sibisa. Namun di masa tuanya, Sinabutar Raja Parmahan justru memutuskan untuk tinggal bersama anak sulungnya Raja Sinurat hingga wafatnya di huta Harangan Parik. 

Itu sebabnya tak ada data yang mengatakan bahwa Sinabutar Raja Parmahan dan Raja Sinurat saling mengunjungi, karena Sinabutar sendiri sudah tinggal bersama anaknya Raja Sinurat hingga wafatnya di Harangan Parik. Fakta ini sekaligus juga mementahkan anggapan bahwa Sinabutar Raja Parmahan (Sinabutar II) bermukim di Aek Natolu. Sebab jarak antara Harangan Parik dan Aek Natolu itu cukup jauh.

Keempat anak Raja Sinurat lahir di Harangan Parik. Setelah masing-masing anaknya menikah, mereka berangkat dari Harangan Parik menuju tempat perantauan mereka masing-masing. Raja Tano adalah anak yang pertamakali pergi. Ia menuju Huta Joring (lih. makam Raja Tano bersama kedua anaknya, Raja Tabar dan Raja Gumantar di Harangan Joring). Raja Tano disusul oleh Ompu Gumbok Nabolon yang pergi ke Samosir. Selanjutnya, Raja Pagi pergi ke Lumban Lobu, dan Raja Muha, tepatnya Manorus, anaknya pergi ke Mandoge, Tanah Jawa, Simalungun. Empat Anak Raja Sinurat.

Setelah beranjak dewasa, Raja Sinurat pun memutuskan untuk menikahi paribannya, yakni cucu dari Ompuni Unggul bernama Tapian Boru Manurung dari Sionggang, tak jauh dari Harangan Parik. Dari perkawinan itu lahir empat anaknya, yakni Raja Tano, Raja Pagi, Ompu Gumbok Nabolon dan Raja Muha Setelah merasa sudah mandiri, keempat anaknya keluar dari Harangan Parik. Keempat anak Raja Sinurat menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Harangan Parik. 

Setelah merasa cukup mandiri, keempat anaknya pergi merantau ke tempat berbeda. Raja Tano pergi ke Huta Joring (lih. makam Raja Tano bersama kedua anaknya, Raja Tabar dan Raja Gumantar di Harangan Joring). Selanjutnya Ompu Gumbok Nabolon pergi ke Samosir, Raja Pagi pergi ke Lumban Lobu, dan Raja Muha (anak Manorus) ke Mandoge, Tanah Jawa, Simalungun. Bagian ini akan dibahas secara khusus pada berikutnya.

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.