Kata "mengkek" sejajar dengan "belagu" (Betawi) atau "sok" dalam bahasa kita sehari-hari. Tapi bukan orang Medan kalau tak punya istilah. Kata "selesai" saja diganti dengan "siap", apalagi kata untuk belagu mereka punya banyak istilah.
Konon katanya, kata "mengkek" tidak hanya dialamatkan kepada anak-anak dan gadis manja (positif), tapi juga kepada siapa saja yang tampil "sok" atau belagu (negatif).
Dalam istilah yang lebih halus, kata mengkek juga sering diganti dengan kata "mentiko" yang artinya kurang lebih sama, yakni belagu dan merasa diri paling hebat.
Ini ibarat preman pasar yang selalu mengutip "pajak" kepada siapa saja yang ada di "wilayahnya". Preman jenis ini juga akan terusik dengan "preman lain" yang mengutup jatahnya tanpa izin di wilayahnya.
Biasanya aksi si preman tadi bukan karena dialah petugas pajak di pasar, tetapi hanya merasa dirinya paling hebat dari siapa pun di "wilayah"-nya. Nah si preman tadi bisa juga digolongkan "mengkek", karena ia merasa dirinya paling penting, pusat kehidupan dan merasa paling dibutuhkan.
Itu sebabnya ia berusaha tampik sok keren, berdandan sangar agar menakutkan, dan penampilan lain yang mendukung bahwa ia seorang preman. Jadi, siapa saja yang merasa diri paling hebat, paling suci dan orang paling penting adalah golongan orang mengkek.
Sebab, bagi si mengkek, pekerjaan dan kesehariannya di rumah dan ditengah masyarakat tak ada bedanya. Apabila kebetulan ia seorang pemimpin di kantornya, maka ia juga akan selalu berupaya menjadi bos di rumah dan saat bersama teman-temannya.
Begitulah si mengkek.
Dia selalu lupa dimana dan dengan siapa dia berada. Kalau kebetulan dia ketuan punguan (perkumpulan), maka ia selalu merasa dirinya adalah orang paling penting di punguan tersebut.
Orang lain harus mengakui posisinya, menghormati dirinya, dan siapa pun yang baru bergabung harus sungkem dan bertanya apa saja kepadanya.
Itu karena dia seorang yang merasa paling penting. Ya, siapa lagi kalau bukan si mengkek?
#SaiNaAdongDo
Posting Komentar