Ganasanya penyebaran virus korona hampir pasti diikuti oleh ganasnya gempuran aturan dan kebijakan untuk mencegahnya. Sejak "mendarat" di bumi pertiwi Indonesia, hingga detik ini, kegaduhan pun tak terhindarkan. Berbagai lembaga, badan, gugus, kelompok kerja dst sudah dibentuk.
Hasilnya, APBN dan ApBD terkuras, seratusan lebih dokter mati, dan tentu saja total meninggal sudah mencapai 9336 jiwa (per 18/9).
Berbagai permen, perda, perda kab/kota telah diterbitkan. Para pejabat publik bahkan diberi tanggung jawab menangani koron di daerahnya. Hasilnya sangat miris, beberapa kepala daerah dan sekda justru kehilangan nyawa mereka. Sebab, beberapa dari mereka justru suka mengumpulkan massa.
Benarkah keberhasilan pemerintah untuk menghentikan laju persebaran virus mematikan ini tergantung pada perubahan perilaku masyarakat? Atau sebaliknya, justru pemerintah yang tak tegas atau tak punya strategi mumpuni dalam menjalankan instruksi presiden?
Mengapa negara-negara seperti Taiwan, Korsel, Selandia Baru, dan China relatif mampu melindungi kesehatan dan keselamatan warganya? Kesan yang muncul di negeri antah berantah ini adalah warganya sangat bandal dan keras kepala, bahkan lebih liar dari warga Amerika. Kesan lain adalah atas nama demokrasi, negara tak boleh memaksa warga mengikuti instruksi dari pemerintah.
Satu hal yang paling sering jadi pembenaran adalah fakta bahwa virus ini menyebar lewat udara, hingga tak ada orang yang kebal terhadap gerogotannya.
Alasan lain adalah perekonomian tetap harus jalan. Untuk itu pemerintah "rela" memberi berbagai bantuan uang tunai sebagai stimulus. Lagi-lagi ini melahirkan persoalan "ketidakadilan".
Padahal faktanya, mayoritas warga kita masih patuh dan taat pada kebijakan pemerintah. Berbagai larangan dituruti dan berbagai bantuan pemerintah tak tega mereka ambil. Lalu di mana letak kesalahan kita semua?
Covid-19 ini semakin mempertegas fakta bahwa, bukan hanya warga yang bandal dan gak mau mengikuti aturan pemerintah, tapi juga karena si pembuat aturan swndiri justru tak menaati aturan yang dibuatnya.
Aturan penggunaan masker hanyalah salah satunya. Menteri, Gubenur, Bupati/Walikota dan para ketua gugus covid justru kerap melanggar aturan yang sudah mereka tandatangani.
Secara eksplisit hal ini tampil dalam rekaman gambar dan video yang viral tentang polisi yang melepas maskernya justru menangkap seorang dokter yang menyetir sendirian (tanpa penumpang lain) di dalam mobilnya yang tertutup.
Di titik inilah tindakan dan teladan jauh lebih utama dari sekedar membuat aturan bersama. Jangan sampai para pejabat memaksa orang di sekitarnya mengenakan masker, agar ia bebas tanpa masker. Sebab kata-kata akan nir-makna, bila para penuturnya justru nir-tindakan-nyata.
Posting Komentar