![]() |
Isaac Newton |
Ketika memeriksa jenazahnya, pejabat kota menemukan bintik-bintik hitam di dadanya. Belakangan bintik-bintik itu ditengarai karena wabah pes.
Morley adalah kasus dan kematian pertama akibat wabah pes di Cambridge tahun 1665. Ini berarti bahwa pada musim semi wabah pes akan meluas ke kota.
Seketika itu pula penduduk kota berlomba mengasingkan diri ke pedesaan. Salah satu dari mereka adalah seorang sarjana muda dari Trinity College bernama Isaac Newton.
Ia tinggal di desa Woolsthorpe yang terletak di sebuah peternakan, sekitar enam puluh mil di utara Trinity College. Tempatnya cukup jauh dari kota terdekat. Di sanalah, dalam kesunyian yang nyaris total, ia menciptakan kalkulus, ilmu gerak, mengurai gaya gravitasi, dan banyak lagi.
Demikianlah "tulah" itu justru menciptakan kondisi di mana sains modern diciptakan oleh Newton. Kini, dengan penyebaran coronavirus yang memaksakan isolasi diri, pengalaman Newton bisa kita jadikan model.
Jadi, kalau kita #BekerjaDanBelajarDariRumah selama beberapa minggu ke depan, semestinya kita juga bisa sekreatif Newton.
Siapapun bisa menulis dan berbagi pengalamannya di media sosial. Atau, bila Anda sedikit menyukai sastra, Anda bisa juga menulia novel dimasa karantina itu. Artinya, masa karantina 14 hingga 30 hari di rumah bisa juga kita maksinalkan untuk memfokuskan kembali hidup kita dan menemukan tujuan-tujuan kita.
Jika tidak, Anda telah gagal dalam ujian pandemi Covid-19 ini. Bagaimana tidak, Newton saja bisa menggeser alam semesta dalam masa karantinanya di rumah. Lalu kenapa kita seakan tak bisa mengatur lemari pakaian kita sendiri selama karantina diri?
Benar, bahwa kita bukanlah Newton dengan segala prestasinya. Tetapi jauh lebih penting adalah gagasan bahwa wabah pes telah membangkitkan kecemerlangan otak seorang Newton.
Semoga bekerja dan belajar dari rumah yang sedang kita alami saat ini juga memicu lahirnya pengetahuan baru, minimal untuk diri kita sendiri.
Kisah jenius Newton di atas memang tak populer di masa kini, saat di mana ide-ide hebat tidak butuh kerja keras.Hanya saja, percaya atau tidak, perhatian yang berkelanjutan dan pemikiran keras pada gilirannya akan datang dalam keadaan yang tepat. Ya, termasuk saat kita mengalami karantina selama pandemi covid-19 saat ini.
*Disadur dari NewYorker
Penulis: Lusius Sinurat
Ia tinggal di desa Woolsthorpe yang terletak di sebuah peternakan, sekitar enam puluh mil di utara Trinity College. Tempatnya cukup jauh dari kota terdekat. Di sanalah, dalam kesunyian yang nyaris total, ia menciptakan kalkulus, ilmu gerak, mengurai gaya gravitasi, dan banyak lagi.
Demikianlah "tulah" itu justru menciptakan kondisi di mana sains modern diciptakan oleh Newton. Kini, dengan penyebaran coronavirus yang memaksakan isolasi diri, pengalaman Newton bisa kita jadikan model.
Jadi, kalau kita #BekerjaDanBelajarDariRumah selama beberapa minggu ke depan, semestinya kita juga bisa sekreatif Newton.
Siapapun bisa menulis dan berbagi pengalamannya di media sosial. Atau, bila Anda sedikit menyukai sastra, Anda bisa juga menulia novel dimasa karantina itu. Artinya, masa karantina 14 hingga 30 hari di rumah bisa juga kita maksinalkan untuk memfokuskan kembali hidup kita dan menemukan tujuan-tujuan kita.
Jika tidak, Anda telah gagal dalam ujian pandemi Covid-19 ini. Bagaimana tidak, Newton saja bisa menggeser alam semesta dalam masa karantinanya di rumah. Lalu kenapa kita seakan tak bisa mengatur lemari pakaian kita sendiri selama karantina diri?
Benar, bahwa kita bukanlah Newton dengan segala prestasinya. Tetapi jauh lebih penting adalah gagasan bahwa wabah pes telah membangkitkan kecemerlangan otak seorang Newton.
Semoga bekerja dan belajar dari rumah yang sedang kita alami saat ini juga memicu lahirnya pengetahuan baru, minimal untuk diri kita sendiri.
Kisah jenius Newton di atas memang tak populer di masa kini, saat di mana ide-ide hebat tidak butuh kerja keras.Hanya saja, percaya atau tidak, perhatian yang berkelanjutan dan pemikiran keras pada gilirannya akan datang dalam keadaan yang tepat. Ya, termasuk saat kita mengalami karantina selama pandemi covid-19 saat ini.
*Disadur dari NewYorker
Penulis: Lusius Sinurat
Posting Komentar