![]() |
Ilustrasi: Internet |
Ketiga aspek ini perlu dirangsang sejak dini dengan prinsip seimbang, mudah dan mungkin. Mari kita lihat tiga fungsi otak di atas.
1. Fungsi emosi
Fungsi yang pertama ditunjukkan oleh beragam penemuan tetang emotional intelligence (EQ), termasuk penemuan faktor-faktor biologis yang mempengaruhi terjadinya penyakit jiwa, seperti penemuan psikoneuroimunologi dan pentingnya "keyakinan" dalam menciptakan kodisi biologis tubuh yang baik.
Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa "keyakinan" dapat menjadi salah satu terapi penting dalam meciptakan kodisi tubuh yang seimbang: "Keyakinan untuk sembuh adalah metode penyembuhan itu sendiri".
Keyakinan di sini berhubungan secara timbal balik dengan metabolisme tubuh. Di titik ini, optimisme dan positive thinking memberi pengaruh menguntungkan dalam kodisi biologis manusia.
Tanpa kecerdasan yang satu ini manusia tidak akan pernah menjadi manusia sosial yang hidup dengan snejata emosionalnya.
2. Fungsi kognisi
Fungsi kedua ditandai oleh penemuan dalam bidang keilmuan yang membuahkan teknologi: dari yang sederhana hingga yang tercanggih. Thomas Kuhn (1984) menyebut tahap ini sebagai revolusi paradigma, yakni aktualisasi dari fungsi eksploratif tersebut.
Fungsi rasional-eksploratif sari otak digambarkan secara jelas dan tegas dalam makna harfiah kata berfikir. Kata fikir (dalam bahasa indonesia) itu diambil dari kata fikr (bentuk awal fark): (1) mengorek sehingga apa yang dikorek itu muncul, (2) menumbuk sampai hancur, (3) menyikat (pakaian) sehingga kotorannya hilang, dan (4) menggosok hingga bersih.
Dari keempat makna di atas bisa disimpulkan bahwa berpikir menunjuk pada usaha tak kenal lelah dan keras untuk menyingkap, membuka atau mengeksplorasi setiap objek yang ada, hingga objek itu dapat dipahami dan ditangkap secara jelas.
Kegiatan berfikir inilah yang mendorong Democritus menemukan teori atom, Nicolaus Copernicus denan teori heliosentris-nya, Albert Einstein dengan teori relativitas-nya, Rutherford dengan teori proton-nya, Edward Jenner dengan teori vaksinasi-nya, Robert Koch dengan teori linguistik-nya, Sigmund Freud dengan teori psikoanalisis-nya, dst.
3. Fungsi spiritual
Fungsi ini bersifat supranatural dan religius, yang menurut beberapa penelitian "bersumber" dari dalam otak manusia. Kerangka orientasi (seperti agama), sebagaimana ditegaskan oleh Erich Fromm (1994) yang "bersumber" dalam kulit otak (korteks serebri) manusia adalah contoh fungsi refleksi.
Fungsi ini hendak menegaskan bahwa "keberadaan Tuhan" adalah sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan. "Keberadaan Tuhan" sedikitnya, ditampakkan dalam kesempurnaan jalinan dan jaringan saraf manusia.
Pernyataan ini tidak berarti bahwa "Tuhan" itu direduksi sampai bentuk seluler persarafan manusia atau tingkat terrendah dalam wujud materi sebagaimana diyakini oleh para materialis.
Makna "kehadiran Tuhan" berhubungan erat dengan adanya kesempurnaan tubuh fisik manusia. Kesempurnaan tubuh fisik manusia, antara lain, ditunjukkan oleh adanya setruktur tubuh yang efektif dan fungsional dalam menjamin fungsi-fungsi kehidupan yang penting. Posisi tegak, sistem lokomotorik, dan panca indra adalah tiga contoh kesempurnaan itu.
****
Setiap fungsi otak memiliki karakteristik tersendiri seperti otak emosional perlu belajar dengan metoda yang membahagiakan karena ia otak primitif yang bersifat hedonis.
Otak rasional bersifat kreatif, imajinatif dan logis. Otak spiritual perlu dirangsang dengan hal-hal yang bersifat memberi makna dan nilai.
Lantas bagaimana merancang metoda yang tepat? Jelas bahwa semua metode belum tentu tepat untuk semua anak. Tak semua guru juga dapat menjalankan metode yang sama dengan kualitas yang sama. Sebab metode adalah hasil dari kematangan belajar sang guru terhadap dirinya sendiri.
Metode yang tepat oleh karenanya adalah metode yang mencerdaskan diri pendidik. Metode ini mengandaikan terjadinya proses kreativitas guru dalam menstimulasi peserta didiknya.
Penulis: Lusius Sinurat
Metode yang tepat oleh karenanya adalah metode yang mencerdaskan diri pendidik. Metode ini mengandaikan terjadinya proses kreativitas guru dalam menstimulasi peserta didiknya.
Penulis: Lusius Sinurat
Posting Komentar