Pernah terjadi tahun 2013, saat saya di salah satu supermarket di Peterongan Semarang, seorang gelandangan yang kotor dan bau tiba-tiba berlari dengan wajah ketakutan menuju ke arah saya. Spontan saya mempercepat langkah arah yang lain.
Itu reaksi yang wajar, bahkan tanpa pikir panjang. Dalam hati kita tidak mau terlibat masalah apapun. lebih baik menghindar sejauh mungkin dari sana. Tapi bagaimana kalau satu detil itu ternyata benar? Orang itu sedang ketakutan, dan sebetulnya mau minta tolong kepada kita saat itu. Dan kita lari menjauhinya. Oh, mungkin sebabnya, dia orang asing, gelandangan.
Sebaliknya akan terjadi, kalau yang mengalami adalah seorang ibu. Anaknya tersandung dan terjatuh di lumpur, dan sambil menangis bangkit dan berlari menuju ibunya. Badannya, bajunya, wajahnya, kotor oleh lumpur tercampur dengan air mata dan tangis kesakitan.
Melihat anaknya berlari dalam keadaan begini ke arahnya, apa yang dilakukan ibu itu? Lari menghindar? Tidak mungkin. Sang ibu akan menyongsongnya, cepat-cepat membersihkan kotoran dari wajah dan bajunya; bahkan, dengan pakaian sendiri dibersihkannya anaknya dengan penuh kasih, dihibur dan dipeluknya supaya jangan menangis lagi.
Hari ini, Yesus melakukan hal yang persis sama terhadap seseorang yang sakit kusta. Semuanya terjadi dalam hitungan detik. Mukjizat luar biasa yang dikisahkan dengan amat segera oleh Markus. Tidak banyak tanya jawab dan kata-kata.
Yesus melihat, betapa menderita orang kusta ini, sehingga ia harus disembuhkan pada saat itu juga. Bahkan sebelum mengatakan "Aku mau", Yesus sudah mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang itu! Orang yang kesakitan tidak akan bicara banyak. Asalkan ia percaya dan berserah, Tuhan segera bertindak!
Salah satu detil yang jarang kita perhatikan ialah, bahwa si orang kusta ini tak punya nama. Yesus tidak tahu siapa dia. Tak ada orang yang tahu. Atau tepatnya, tidak ada yang peduli siapa dia, sebab orang sudah ketakutan setiap kali melihat orang kusta. Melihatnya saja cukup untuk membuat lari terbirit-birit, apalagi sampai bertanya siapa dia.
Tapi di situlah letak kuasa mukjizat dari 'belas kasihan'. Belas kasih Yesus tidak bertanya apalagi mempertanyakan. Belas kasih kita, cenderung pertingsing dan mempertanyakan. Mungkin kita terlalu ingin tahu akan segala sesuatu, lebih tertarik pada gosip daripada penderitaan orang lain. Mau bantu tapi dengan syarat.
Namun, dari mana orang kusta itu tahu bahwa Yesus tidak akan menolak kalau ia berlari kepada-Nya? Bukankah semua orang pasti menjauh kalau tahu ada orang kusta di situ? Markus menunjukkannya kepada kita. Yesus adalah sosok yang 'mau disentuh'! Ia tidak melihat 'siapa' orang yang datang kepada-Nya.
Ia melihat 'penderitaan'nya! ia bukan pribadi yang serba ingin tahu kelakukan orang. Tapi Ia merasakan kesakitan orang, dalam hitungan detik.
Dengan itu itu Ia menunjukkan bahwa sebuah kesembuhan tidak dimulai dengan interogasi, tapi dengan aksi: "Aku mau, jadilah engkau bersih!" Sebelum perkataan itu, Ia sudah menjamah dan 'membersihkan' luka-lukanya.
Mari kita perhatikan. Ada dua mukjizat di sini. Yesus menyembuhkan orang kusta itu, 'dan' membersihkannya! Mengapa Markus memakai kata 'membersihkan' (Yun. καθαριζω (katharizo)?
Namun, dari mana orang kusta itu tahu bahwa Yesus tidak akan menolak kalau ia berlari kepada-Nya? Bukankah semua orang pasti menjauh kalau tahu ada orang kusta di situ? Markus menunjukkannya kepada kita. Yesus adalah sosok yang 'mau disentuh'! Ia tidak melihat 'siapa' orang yang datang kepada-Nya.
Ia melihat 'penderitaan'nya! ia bukan pribadi yang serba ingin tahu kelakukan orang. Tapi Ia merasakan kesakitan orang, dalam hitungan detik.
Dengan itu itu Ia menunjukkan bahwa sebuah kesembuhan tidak dimulai dengan interogasi, tapi dengan aksi: "Aku mau, jadilah engkau bersih!" Sebelum perkataan itu, Ia sudah menjamah dan 'membersihkan' luka-lukanya.
Mari kita perhatikan. Ada dua mukjizat di sini. Yesus menyembuhkan orang kusta itu, 'dan' membersihkannya! Mengapa Markus memakai kata 'membersihkan' (Yun. καθαριζω (katharizo)?
Rupanya Kitab Suci melihat kesembuhan dan bersihnya seseorang sebagai dua hal yang berbeda. Kitab Imamat 14, misalnya, berbicara tentang pembersihan seseorang yang sudah sembuh. Orang kusta itu bukan hanya disembuhkan, tetapi juga dibersihkan oleh Yesus.
Kalau sembuh, orang itu harus memperlihatkan diri kepada imam dan mempersembahkan korban. Tapi karena juga 'dibersihkan', ia melakukan lebih daripada itu, yakni bersaksi tentang Yesus dan kebaikan Allah sampai ke mana-mana.
Kebanyakan orang yang sembuh dari sakitnya lalu menjadi lebih rohani, lebih mau menyumbang, dan melakukan kegiatan karitatif. Tapi hanya mereka yang mengalami 'dibersihkan', akan berani bersaksi ke mana-mana dari pengalamannya sendiri atas kebaikan Allah.
Bisa dibayangkan orang seperti ini pun akan berbuat yang sama dengan yang dilakukan Yesus: membersihkan saudara-saudaranya yang lain.
Kita mungkin tidak mampu berbuat apa-apa atas penderitaan seseorang, tapi kita bisa membantu 'membersihkan' dan melepaskan mereka dari masa lalu yang membuat mereka sakit berkepanjangan.
Kita bukan dokter, dan dokter sekalipun tidak selalu mampu menyembuhkan segala penyakit. Tapi dalam nama Dia yang membiarkan diri disentuh oleh belas kasihan, kita bisa memohonkan, "Tuhan, kalau Engkau mau, Engkau dapat membersihkan saudaraku juga."
Pada titik ini, jangan lagi pilih-pilih ketika mau meringankan beban orang lain. Tidak penting 'siapa' yang akan kita bantu. Tidak penting bahwa dia itu orang asing atau bahkan orang yang kita anggap 'musuh'. Yang penting adalah penderitaan dan kesulitannya yang sudah di depan mata kita. Lakukan sesuatu untuk membantu dengan segera, apapun yang masih bisa kita lakukan saat itu. Amin.
Posting Komentar