iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Mengubah Paradigma Mengajar

Mengubah Paradigma Mengajar

PENASINERGI - Menata lingkungan belajar berarti menciptakan iklim yang baik untuk belajar. Usaha yang dilakukan antara lain, penataan lingkungan, penyediaan alat dan sumber pembelajaran, dan berbagai hal lainnya yang memungkinkan siswa betah dan merasa senang belajar. Sebab, lingkungan belajar yang baik akan membantu peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya.



Paradigma Guru

Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Guru berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Ia berhadapan langsung dengan peserta didik di dalam dan di luar kelas melalui proses belajar mengajar.

Dari tangan guru akan lahir peserta didik yang berkualitas secara akademis, skill (keahlian);  kematangan emosional dan moral serta spiritual. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.


Kurikulum Canggih Tanpa Guru Bermutu adalah Kesia-siaan Belaka

Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad Hasan, sebaik apa pun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung oleh mutu guru yang memenuhi syarat, maka semuanya akan sia-sia (Kompas, 15 April 2004).

Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan melulu pembenahan di bidang kurikulum. Sebaliknya peningkatan mutu guru di jenjang tingkat dasar dan menengah harus menjadi prioritas utama kemendikbud. Sebab, tanpa upaya meningkatkan mutu guru, semangat "mengubah kurikulum" tak akan mencapai harapan yang diinginkan.

Di era globalisasi ini, saat di mana persaingan dan ketidakpastian merebak, kebutuhan akan guru yang visioner dan mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif dan inovatif sangatlah mendesak. Pendeknya, mutlak dibutuhkan perubahan strategi dan model pembelajaran yang sedemikian rupa hingga memberikan nuansa yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik.

Quantum Learning Quantum Teaching sebagai sebuah model dan strategi pembelajaran yang seefektif mungkin dalam suasana yang menyenangkan dan penuh gairah serta bermakna. Ini mengandaikan adanya perubahan paradigma (pola pikir) guru: dari pola pikir tradisional menuju pola pikir profesional.

Guru yang memiliki berkualifikasi, berkompetensi dan bersertifikasi sebagaimana diamanatkan oleh UU harus mengubah paradigma mengajar mereka dengan cara berikut:
  • tidak terjebak pada rutinitas belaka Seorang guru harus selalu mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Ia tak boleh terjebak pada aktivitas "datang, mengajar, pulang", sehingga lupa mengembangkan potensi diri secara maksimal.
  • mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajara - Seorang guru harus mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dan dapat menggairahkan motivasi belajar peserta didiknya. Ia harus menguasai berbagai macam strategi dan pendekatan serta model pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif dan asyik.
  • mengurangi dominasi dalam pembelajaran - Seorang guru harus mulai mengurangi dominasinya dalam proses belajar mengajar di ruang kelas, untuk selanjutnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih berani, mandiri dan kreatif. Ia harus mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman, sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik

Istilah mengajar bergeser pada istilah pembelajaran 

Pembelajaran berarti proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.

Kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti  bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya,

Di titik ini terjadi perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar: dari "guru sebagai sumber belajar" menjadi "guru sebagai fasilitataor dalam belajar mengajar". “Instruction is a set of event that effect learners in such away that learning is facilitated”, kata Gagne (1992: 3). 

Menurut Gagne, mengajar (teaching) merupakan bagian dari pembelajaran (instruction), di mana peran guru lebih ditekankan pada "bagaimana merancang berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu"

Perubahan Paradigma ini perlu disimak, direnungkan dan diaplikasikan oleh setiap pengajar (guru). Ia harus bertanya pada dirinya sendiri: apakah mengajar sebagai proses menanamkan pengetahuan dalam abad teknonologi sekarang ini masih berlaku, dan bilamana pengajar (guru) tidak berhasil menanamkan pengetahuan kepada orang yang diajarnya, masihkah ia dianggap sebagai seorang pengajar?


Kriteria keberhasilan mengajar

Apa kriteria keberhasilan mengajar? Apakah mengajar hanya ditentukan oleh seberapa besar pengetahuan yang telah disampaikan? Apakah mengajar hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan, kendati sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan? 

Minimal ada tiga alasan penting yang menuntut perlunya perubahan paradigm mengajar: dari "menyampaikan materi pelajaran" menuju "proses mengatur lingkungan"

1. Seorang siswa bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. 
  • Mereka adalah organisme yang sedang berkembang dan membutuhkan bantuan guru untuk mengarahkan dan membimbing mereka hingga bertumbuh secara optimal. 
  • Tanggung jawab guru saat ini sangatlah kompleks.Ia tak saja dituntut untuk lebih aktif mencari informasi yang dibutuhkan, namun juga harus mampu menyeleksi berbagai informasi yang terbentang luas di internet dan menunjukkan informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan para muridnya .
  • Di titik ini, guru tak lagi memosisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, tetapi serentak harus berperan sebagai pengelola sumber belajaruntuk dimanfaatkan siswa itu sendiri.
2. Ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan.
  • Gestinya perkembangan teknologi mengakibatkan "apa yang dulu tidak pernah terbayangkan"  kini justru menjadi kenyataan.
  • Kini, semakin banyak orang yang mampu menciptakan benda-benda mekanik, baik benda statis maupun benda dinamis yang bisa bergerak hingga terbang mengangkasa. Demikian juga para ahli kesehatan telah mampu mencangkok organ tubuh manusia hingga meningkatkan harapan hidup.
  • Kehebatan-kehebatan ini bersumber dari apa yang kita sebut sebagai pengetahuan. Pengetahuan adalah dasar perubahan. Konsekuensinya, belajar baukan sekedar menghafal informasi dan rumus-rumus, tetapi bagaimana menggunakan informasi dan pengetahuan itu untuk mengasah kemampuan berpikir.
3. Penemuan-penemuan baru di bidang psikologi melahirkan pemahaman baru atas tingkah laku manusia.
  • Psikologi behavioristik dalam memahami manusia telah ditinggalkan orang. Kini orang lebih percaya pada psikologi kognitif holistik yang memandang manusia sebagai organisme yang memiliki potensi. Potensi itulah yang akan menentukan perilaku manusia.
  • Proses pendidikan oleh karenanya bukan lagi memberikan stimulus, melainkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki seseorang. 
  • Konsekuensinya, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek, tetapi sebagai subjek belajar yang harus mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pendeknya, pengetahuan itu bukan lagi diberikan kepada siswa, tetapi dibangun oleh siswa.

Refleksi

Ketiga hal di atas menuntut perubahan paradigma dalam mengajar. Mengajar tak lagi dipahami sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa. Mengajar harus dipandang sebagai proses mengatur lingkungan belajar agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.

Bacaan
  • Chauhan,S. S. (1979). Innovations in Teaching - Learning Process. New Delhi, Vikas Publishing House PVT LTD.
  • Gagne, Robert M. dan Briggs, Leslie J. (1992). Principles of Instructional Desig. New York: Holt Rinehart & Winston.
  • Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo

Penulis: Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.
Order Buku