Salah satu iklan seminar "Cara Kaya" |
Era digital dengan nuansa milenial telah memperpendek proses, bahkan menghilangkan tahapan normal dinamika semesta. Semua hal pun dilabeli "e-" (elektronic): eKTP, eBook, dst. Awalan e- ini bahkan telah berhasil merangkum interaksi dan transaksi hanya dalam bentuk "gesekan" atau "sentuhan"
Orang tak suka lagi membaca secara lengkap. Semakin pendek tulisan, akan semakin dinikmati. Pendeknya, yang disukai adalah yang serba nanggung.
Berita tak perlu dibentangkan dalam rumusan 5W+1H, sebuah artikel tak perlu tuntas, dan opini seakan tak butuh penjelasan. Palagiator makin pesat jumlahnya. Skripsi, tesis, desertasi dan berbagai tugas perkuliahan bisa dibeli. Anda bisa jadi sarjana tanpa perlu masuk kelas.
Hingga riset para profesor pun tak layak di-publish, karena kualitasnya hanya sekelas keset, karena ia hanya mencatut hal-hal viral.
Di bidang ekonomi bahkan jauh lebih sadis. Berdagang tak mutlak butuh interaksi. Anda bisa menjual atau membeli secara daring. Semua tak butuh perjumpaan.
Pekerjaan makin bervariasi. Interaksi sudah berganti dengan transaksi, hingga Anda bisa mendapatkan uang hanya dengan menempelkan sidik jari ke layar smartphone Anda.
Itu karena semua orang sedang mengalami dehidrasi akan ketenaran dan kekayaan. Triknya cuma satu: bermodalkan smartphone dan kuota internet.
Ada yang berhasil, tapi tak sedikit yang justru stress. Bagi yang berhasil kaya mendadak atau tenar mendadak, mereka juga akan bingung mendadak.
Hingga tak sedikit yang mati mendadak dan bunuh diri karena terkejut dengan banyaknya uang yang didapatkan dengan sangat mudah atau ketenaran sebagai hasil dari narsismenya.
Semua yang diperoleh dengan mudah akan lenyap dengan mudah pula. Ibarat kentut, bau kekayaan dan ketenaran itu hanya sebatas satu kali tarikan nafas, tentu bila ia didapat dengan begitu mudah.
Why? Karena hidup yang sesungguhnya tak pernah mudah, tapi dinamis. Tapi kita selalu memotong kompas, dan tak peduli pada proses. Ibarat membaca buku, kita hanya tahu judul sembari menunggu orang meringkas isinya.
Orang tak suka lagi membaca secara lengkap. Semakin pendek tulisan, akan semakin dinikmati. Pendeknya, yang disukai adalah yang serba nanggung.
Berita tak perlu dibentangkan dalam rumusan 5W+1H, sebuah artikel tak perlu tuntas, dan opini seakan tak butuh penjelasan. Palagiator makin pesat jumlahnya. Skripsi, tesis, desertasi dan berbagai tugas perkuliahan bisa dibeli. Anda bisa jadi sarjana tanpa perlu masuk kelas.
Hingga riset para profesor pun tak layak di-publish, karena kualitasnya hanya sekelas keset, karena ia hanya mencatut hal-hal viral.
Di bidang ekonomi bahkan jauh lebih sadis. Berdagang tak mutlak butuh interaksi. Anda bisa menjual atau membeli secara daring. Semua tak butuh perjumpaan.
Pekerjaan makin bervariasi. Interaksi sudah berganti dengan transaksi, hingga Anda bisa mendapatkan uang hanya dengan menempelkan sidik jari ke layar smartphone Anda.
Itu karena semua orang sedang mengalami dehidrasi akan ketenaran dan kekayaan. Triknya cuma satu: bermodalkan smartphone dan kuota internet.
Ada yang berhasil, tapi tak sedikit yang justru stress. Bagi yang berhasil kaya mendadak atau tenar mendadak, mereka juga akan bingung mendadak.
Hingga tak sedikit yang mati mendadak dan bunuh diri karena terkejut dengan banyaknya uang yang didapatkan dengan sangat mudah atau ketenaran sebagai hasil dari narsismenya.
Semua yang diperoleh dengan mudah akan lenyap dengan mudah pula. Ibarat kentut, bau kekayaan dan ketenaran itu hanya sebatas satu kali tarikan nafas, tentu bila ia didapat dengan begitu mudah.
Why? Karena hidup yang sesungguhnya tak pernah mudah, tapi dinamis. Tapi kita selalu memotong kompas, dan tak peduli pada proses. Ibarat membaca buku, kita hanya tahu judul sembari menunggu orang meringkas isinya.
Posting Komentar