Maruli Wagner Damanik (dua dari kanan) bersama Tim Pena Sinergi di Kota Siantar, Sabtu (28/9) |
Menurut Wagner, demikian mantan Wakapolres Simalungun (1996–1997) ini dipanggil oleh teman-temannya, Simalungun masih jauh tertinggal dari kabupaten lain, dan membutuhkan sosok pemimpin sekaligus pelayan masyarakat: yang selalu ada dan bersama dengan masyarakat, bukan malah mengambil apa yang menjadi hak masyarakat.
Alasan di atas sekaligus merupakan jawaban atas pertanyaan teman-temannya sesama jenderal di Kepolisian RI, "Jenderal kok seleranya rendah. Anda kok mau-maunya mencalonkan diri sebagai bupati, dan bukan menjadi gubernur?"
Wagner mendengarkan masukan dari Fr. Paskalis Wangga CM dengan sangat serius.
Menurut pengakuan Wagner, ia "rela mengincar" posisi bupati di kabupaten Simalungun tak lain karena "panggilan tanah leluhur". Suami dari Debora Mayana Purba ini sadar bahwa masyarakat Simalungun masih jauh ketinggalan dibanding kabupaten di sekitarnya.
Mantan Kapolsekta Medan Teladan (1990–1993), Kasubag Bin Min Dit Serse (1994–1995), Kapuskodal Ops (1995–1996), dan mantan Kepala SPN Sampali (2002–2005) di Polda Sumut ini
menggarisbahwai misinya bila kelak ia dipercayai oleh masyarakat Simalungun, yakni akan mendahulukan kepentingan Simalungun daripada kepentingan lain, apalagi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Jenderal bintang dua kelahiran Tebing Tinggi 24 Juni 1961 (58 tahun) ini baru saja pensiun dari tugasnya di Kepolisian RI, tepatnya per tanggal 1 Juli 2019 lalu. Baginya, pengalaman selama 35 tahun sebagai perwira polri menjadi modal utamanya untuk terjun ke dunia politik. Sebagai penegak hukum, ia tidak akan bermain di lingkaran pelanggaran hukum.
Mantan Kapolsekta Medan Teladan (1990–1993), Kasubag Bin Min Dit Serse (1994–1995), Kapuskodal Ops (1995–1996), dan mantan Kepala SPN Sampali (2002–2005) di Polda Sumut ini
menggarisbahwai misinya bila kelak ia dipercayai oleh masyarakat Simalungun, yakni akan mendahulukan kepentingan Simalungun daripada kepentingan lain, apalagi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Jenderal bintang dua kelahiran Tebing Tinggi 24 Juni 1961 (58 tahun) ini baru saja pensiun dari tugasnya di Kepolisian RI, tepatnya per tanggal 1 Juli 2019 lalu. Baginya, pengalaman selama 35 tahun sebagai perwira polri menjadi modal utamanya untuk terjun ke dunia politik. Sebagai penegak hukum, ia tidak akan bermain di lingkaran pelanggaran hukum.
Wagner memang bukan sosok asing di Simalungun. Namanya cukup dikenal, terutama lewat karyawanya di bidang pendidikan. Ia ingin berbagi energi positif, memberi hal terbaik yang ia miliki kepada masyarakat Simalungun. Sebaliknya, ia datang ke Simalungun bukan untuk mengambil apa yang dimiliki Kabupaten Simalungun.
Wagner sadar bahwa keinginannya untuk mengabdi di daerah asal leluhurnya itu membutuhkan banyak biaya politik. Ia sudah siap menanggung resiko kehabisan uang untuk menempuh jalannya. Tapi ia tetap ikhlas berbagai dengan masyarakat Simalungun dan tak akan meminta uang kembali setelah proses pemilihan kepala daerah selesai.
Prinsipnya sederhana, "rela menginvestasikan uang untuk biaya politik, tetapi tidak akan melakukan money politic".
Ia juga siap menghadapi resiko "kalah", kendati ia selalu menegaskan bahwa ia "maju untuk menang". Keyakinan mantan Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Hankam Lemhannas RI (2014–2019) ini bersumber dari imannya sebagai seorang Kristen.
Sebagai seorang Sintua (pengurus Gereja Kristen Protestan Simalungun) ia begitu meyakini bahwa Tuhan selalu memberikan hal terbaik bagi siapapun yang berdoa kepadaNya.
Dengan mata berkaca-kaca, mantan Direktur Materi Pendidikan Debiddikpimtknas Lemhannas RI (2013-2014) ini mengatakan kepada penulis bahwa Tuhan akan memudahkan jalannya untuk memenangkan kontestasi; sebaliknya Tuhan akan menyusahkan jalannya bila ia kelak tak terpilih.
Itu sebabnya Wagner lebih memilih jaur independen daripada jalur partai dalam pencalonannya sebagai bupati Simalungun tahun 2020 mendatang. Memilih jalur independen, menurut mantan Wakasat Brimob Polda Jabar (1997–1998) dan Pabandya Ops Sops Korp Brimob Polri (1998–1999) mengandaikan sikapnya yang lebih mengutamakan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi atau kelomponya (baca: Partai).
Menurut mantan Kasat Brimob Polda Kaltim (1999–2000), Kapolres Kutai Polda Kaltim (2000–2002), dan Kapolrestabes Samarinda Polda Kaltim (2005–2006), politik harus berada di tangan orang yang tepat, yakni sosok pemimpin yang mengandalkan suara hatinya dalam membangun keadaban publik, dan memimpin secara estetik tanpa mengabaikan etika dalam kepemimpinannya.
Mantan Kadepkum Secapa Lemdiklat Polri (2006–2009), Direktur Samapta Polda Metro Jaya (2010), dan Kalabrotekpol Bid PPITK STIK Lemdikpol (2010–2011) ini meyakini bahwa seorang pemimpin harus selalu terbuka dengan semua lapisan masyarakat. Ia harus siap berdiskusi dan menerima masukan, gagasan dan segala hal yang membangun keadaban publik. Bagaimanapun juga peranserta masyarakat pasti akan mempermudah pemimpin dalam memajukan daerah yang dipimpinnya.
Keinginan mantan Kasubdit Binta Dit Opsdik Debiddikpimtknas Lemhannas RI (2011–2012) dan Direktur Pemantapan Transformasi Nilai Debidtaplaikbs Lemhannas RI (2012–2013) ini menjadi Bupati Simalungun berangkat dari keyakinan di atas. Cintanya yang sangat besar pada tanah leluhurnya itu mendorong Wagner untuk turun langsung dan menjadi pelayan bagi masyarakat Simalungun.
Wagner berharap agar masyarakat tidak fokus pada pangkat jenderal-nya, sebaliknya fokus dan mendukung niat baiknya untuk mengabdi di Kabupaten Simalungun. Sebab Wagner tak ingin hanya sekedar pemantik dalam kontestasi lima tahunan itu. Lebih daripada itu ia ingin menjadi api yang membakar semangat sekaligus menjadi cahaya yang menerangi masyarakat Simalungun.
Sukses untuk Bapak Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Maruli Wagner Damanik, M.A.P. dalam Pilkada serentak pada tahun 2020 mendatang. Seperti yang telah kita ketahui bersama, selain Simalungun terdapat 22 kabupaten/kota lainnya yang juga menggelar pemilu serentak pada tahun tersebut di Sumatera Utara
Prinsipnya sederhana, "rela menginvestasikan uang untuk biaya politik, tetapi tidak akan melakukan money politic".
Ia juga siap menghadapi resiko "kalah", kendati ia selalu menegaskan bahwa ia "maju untuk menang". Keyakinan mantan Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Hankam Lemhannas RI (2014–2019) ini bersumber dari imannya sebagai seorang Kristen.
Bagi Wagner, dengan memilih jalur independen ia lebih mengutamakan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi atau kelomponya |
Dengan mata berkaca-kaca, mantan Direktur Materi Pendidikan Debiddikpimtknas Lemhannas RI (2013-2014) ini mengatakan kepada penulis bahwa Tuhan akan memudahkan jalannya untuk memenangkan kontestasi; sebaliknya Tuhan akan menyusahkan jalannya bila ia kelak tak terpilih.
Itu sebabnya Wagner lebih memilih jaur independen daripada jalur partai dalam pencalonannya sebagai bupati Simalungun tahun 2020 mendatang. Memilih jalur independen, menurut mantan Wakasat Brimob Polda Jabar (1997–1998) dan Pabandya Ops Sops Korp Brimob Polri (1998–1999) mengandaikan sikapnya yang lebih mengutamakan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi atau kelomponya (baca: Partai).
Menurut mantan Kasat Brimob Polda Kaltim (1999–2000), Kapolres Kutai Polda Kaltim (2000–2002), dan Kapolrestabes Samarinda Polda Kaltim (2005–2006), politik harus berada di tangan orang yang tepat, yakni sosok pemimpin yang mengandalkan suara hatinya dalam membangun keadaban publik, dan memimpin secara estetik tanpa mengabaikan etika dalam kepemimpinannya.
Mantan Kadepkum Secapa Lemdiklat Polri (2006–2009), Direktur Samapta Polda Metro Jaya (2010), dan Kalabrotekpol Bid PPITK STIK Lemdikpol (2010–2011) ini meyakini bahwa seorang pemimpin harus selalu terbuka dengan semua lapisan masyarakat. Ia harus siap berdiskusi dan menerima masukan, gagasan dan segala hal yang membangun keadaban publik. Bagaimanapun juga peranserta masyarakat pasti akan mempermudah pemimpin dalam memajukan daerah yang dipimpinnya.
Keinginan mantan Kasubdit Binta Dit Opsdik Debiddikpimtknas Lemhannas RI (2011–2012) dan Direktur Pemantapan Transformasi Nilai Debidtaplaikbs Lemhannas RI (2012–2013) ini menjadi Bupati Simalungun berangkat dari keyakinan di atas. Cintanya yang sangat besar pada tanah leluhurnya itu mendorong Wagner untuk turun langsung dan menjadi pelayan bagi masyarakat Simalungun.
Wagner berharap agar masyarakat tidak fokus pada pangkat jenderal-nya, sebaliknya fokus dan mendukung niat baiknya untuk mengabdi di Kabupaten Simalungun. Sebab Wagner tak ingin hanya sekedar pemantik dalam kontestasi lima tahunan itu. Lebih daripada itu ia ingin menjadi api yang membakar semangat sekaligus menjadi cahaya yang menerangi masyarakat Simalungun.
Sukses untuk Bapak Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Maruli Wagner Damanik, M.A.P. dalam Pilkada serentak pada tahun 2020 mendatang. Seperti yang telah kita ketahui bersama, selain Simalungun terdapat 22 kabupaten/kota lainnya yang juga menggelar pemilu serentak pada tahun tersebut di Sumatera Utara
Posting Komentar