Di jaman “semua serba ada” dan “terus terang dan terang terus” ini, menjadi seorang yang sungguh Katolik pasti sangat tidak mudah! Bukti ketidakmudahan itu tampak, bukan saja di level statistik, tapi terutama pada “semakin menipisnya daya tahan orang dalam memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran”.
Kesulitan hidup di berbagai sendi menggiring manusia jaman ini memperlakukan yang lain sebagai kompetitor yang layak dilahap habis (homo homini lupus).
Ekspresi yang Kompetitif, Relatif, dan Kontradiktif
Yesus memakai terminologi “Domba diutus ke tengah Serigala” untuk menggambarkan betapa sulitnya memperjuangkan nilai-nilai Kekatolikan itu di dunia gundari yang kompetitif, relatif, dan kontradiktif ini. Seperti apa itu, silahkan refleksikan contoh-contoh sederhana di bawah ini.
(Relasi antara sesama Katolik)
(Relasi dengan masyakat luas)
Ekspresi yang Kompetitif, Relatif, dan Kontradiktif
Yesus memakai terminologi “Domba diutus ke tengah Serigala” untuk menggambarkan betapa sulitnya memperjuangkan nilai-nilai Kekatolikan itu di dunia gundari yang kompetitif, relatif, dan kontradiktif ini. Seperti apa itu, silahkan refleksikan contoh-contoh sederhana di bawah ini.
(Relasi antara sesama Katolik)
- Di saat seorang mahasiswa/ii Katolik aktif di OMK Paroki atau di KMK di universitas tempat ia studi, maka sesama mahasiswa/i Katolik justru kerap menuduh orang itu dimotivasi oleh rasa frustasi karena jomblo abiez, enggak punya teman dan pastinya sedang mencari jatidiri!”
- Di saat seorang mahasiswa/i Katolik senang dan rajin berdoa Rosario di Pondok Mahasiswa sana, si mahasiswa Katolik lain malah menuduhnya “Dia sedang menghitung hari-hari kesengsaraanya”..atau "Jangan-jangan dia tidak punya kegiatan selain berdoa" atau malah karena “Dia sedang menebak pada peristiwa Gembira manakah dia mendapat jodohnya”.
- Di saat seorang mahasiswi Katolik selalu membuka doa dengan Tanda Salib, termasuk pada saat makan siang di Kantin kampus, si mahasiswa/i Katolik lain justru merasa resah dan menganggap si mahasiswi Katolik tadi sebagai orang “eksibisionis dan di luar kewajaran!”
- Di saat seorang mahasiswi Katolik secara diam-diam membuat Tanda Salib pada sebuah acara Kebaktian Kristen di sebuah grand mall, si mahasiswa/i Protestan menyindirnya, “Dia mesti sedang menggaruk kepala, dada dan lengannya yang gatal?”
- Di saat seorang mahasiswa Katolik berziarah dan berdoa Rosario di Velangkanai, si temannya yang Islam menuduhnya menyembah patung dan tampaknya dia lebih percaya Bunda Maria dan orang Kudus daripada Allah SWT.
- Di saat mahasiswa-mahasiswi Katolik di KMK menyanyikan lagu-lagu Puji Syukur dan Madah Bakti, seorang mahasiswa dari Blessing Family Church mentertawakan mereka dan dianggap sebagai gereja yang ketinggalan jaman, enggak keren banget, dan enggak ngikutin perkembangan jaman. Katanya menyindir, “Hareee gene masih pake Puji Sykur & Madah Bakti? Pake Kidung Pujian (Worship Songs) a la Saykoji, Nikita, Maria Shandi, Viktor Hutabarat, Rober & Lea, atau siapa kek yang lebih kerenan dikit 'napa?!”
- Di saat seorang mahasiswi Katolik menempelkan sticker bertuliskan “Jesus is my Love” di depan pintu Rumah kos-nya, pacarnya yang Mandailing-Islam itu langsung geram, “Jadi aku dikemanakan?”
- Di saat seorang mahasiswa Katolik membantu orang sekitarnya sebagai perwujudan “KASIH” , temannya yang orang Aceh se-islam-islamnya itu malah curiga kalau dia membawa virus “KASIHANISASI”, dan menuduh Anda punya kepentingan agama tertentu.
- Di saat seorang mahasiswa selalu mendapat nilai bagus setiap ujian, rekan mahasiswa lain yang berasal dari Sukajulu langsung menimpali, “Ya jelas dong dapat nila A semua. Dia itu kan impal-kandungnya si dosen yang juga !”
- Di saat seorang mahasiswa Katolik asal Suka Makmur berkata JUJUR kepadaorangtua temannya yang dekil asal Parongil tentang niat jahatnya mencuri uang anaknya, eh si ibu tadi malah menuduh dia punya maksud ingin menghancurkan temannya.
- Di saat seorang sahabat mendapat SUKSES, sahabat lain malah duduk resah kayak orang VARISES dengan menuduh kesuksesan sahabatnya itu semata-mata karena dirinya, “Kalau bukan karena aku, orang itu tidak akan jadi apa-apa!”, katanya dengan logat Batak yang sangat kental.
Nah, seperti mereka, kita pun diajak untuk tetap eksis sebagai seorang Katolik di dunia yang “serba-salah” ini; sembari tetap diingat, bahwa kebaikan itu bukan raja sehari, yang numpang nampang di depan blitz kamera demi menambah koleksi di Facebook. Kebaikan itu adalah cinta, yang hadir dan dihadirkan dalam proses berkepanjangan.
Dalam konstelasi inilah kita mengikuti panggilan Yesus: mengikuti Yesus berarti mengikuti secara total, tanpa takut gagal. Dengan demikian, kita diajak untuk memperjuangkan apa yang telah diperjuangkan Yesus; serta menjalani hidup sebagaimana Yesus menjalaninya. Terminologi paling tepat untuk ini adalah komitmen bernada konsistensi.
Di saat semua orang inkonsisten dan tak punya komitmen, seorang (mahasiswa/i) Katolik justru dituntut untuk komit dan konsisten dalam satu hal, yakni memperjuangkan kebaikan di sekitar kita. Seorang (mahasiswa/i) Katolik tidak boleh inkonsisten, pun tanpa komitmen kayak pejabat negeri ini.
Di saat semua orang inkonsisten dan tak punya komitmen, seorang (mahasiswa/i) Katolik justru dituntut untuk komit dan konsisten dalam satu hal, yakni memperjuangkan kebaikan di sekitar kita. Seorang (mahasiswa/i) Katolik tidak boleh inkonsisten, pun tanpa komitmen kayak pejabat negeri ini.
Dalam diksi mereka saat kampanye, seorang caleg, capres, cagub, cabup, atau calon apa pun namanya, selalu menyebut dengan jelas dan tegas segala cara yang akan dilakukannya untuk menggapai “perubahan ke arah yang lebih baik” bagi masyarakat konstituennya. Tetapi tak lama setelah menjabat, mulut yang sama akan menyangkal, memelintir, bahkan meniadakan janji kampanye itu.
Menjadi Katolik di Tengah Kemelut Kepentingan
Hari Kamis kemarin (5/7/2010) seorang pasangan suami-istri Katolik curhat kepada saya mengenai niatnya untuk kembali aktif di Paroki kami. Ada satu kalimat yang selalu mereka ulangi: “Kami ingin kembali aktif di gereja!” Bagi saya perkataan itu, kendati sangat populer, tapi juga ber-nas.
Hari Kamis kemarin (5/7/2010) seorang pasangan suami-istri Katolik curhat kepada saya mengenai niatnya untuk kembali aktif di Paroki kami. Ada satu kalimat yang selalu mereka ulangi: “Kami ingin kembali aktif di gereja!” Bagi saya perkataan itu, kendati sangat populer, tapi juga ber-nas.
Di saat orang-orang merasa bisa sukses tanpa Tuhan, pasangan ini justru merasa tidak tenang hidupnya tanpa melibatkan Tuhan. Pasti dong teman-teman mahasiswa/i ini juga ada di wilayah dua segmentasi itu: [1] melarikan diri ke gereja karena batin sungguh membutuhkan; atau [2] melarikan diri dari gereja karena merasa gereja telah memenjarakan batinnya.
Entah Anda di lingkup yang mana. Yang jelas, berbagai kemelut kepentingan kerap menggoda kita untuk berpaling Tuhan. Atau sebaliknya, atas kesulitan hidup itu, kita justru ingin merangkul Tuhan. Nah, bagaimana seharusnya kita hidup sebagai seorang Katolik di tengah kemelut kepentingan di atas?
Tenang coy! Yesus udah kasih bekal ke kita. Dalam Injil Matius (10:16-23) Yesus memberikan warning sekaligus way out bagi segala persoalan hidup kita. Ini saran Yesus loh...:
Refleksi
Akhirnya, promosi KMK St. Ignatius Loyola USU, bukan pertama-tama promosi lembaga atau institusi baru. Event ini adalah ajakan dari Gereja dan USU melalui para seniores-mu untuk memaksimalkan keberadaan KMK St. Ignatius Loyola USU sebagai sarana dan wahana bagi pertumbuhan segala potensi yang kalian miliki, berlandaskan iman Katolik yang secara communio diekspresikan melalui perayaan-perayaan liturgi Katolik pula.
Banyak mahasiswa/i yang tidak aktif lantas mengeluh kepada saya saat ditanya tentang ke-alpa-annya di KMK, “Pak, saya enggak tertarik tuh ikutan KMK, soalnya kegiatannya itu-itu aja! Enggak menarik samasekali, bahkan cenderung membosankan!”
Tenang coy! Yesus udah kasih bekal ke kita. Dalam Injil Matius (10:16-23) Yesus memberikan warning sekaligus way out bagi segala persoalan hidup kita. Ini saran Yesus loh...:
- Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Teminologi “ular” dalam Kitab Suci mengacu pada ular yang menggoda Hawa di taman Eden. Kata “ular” juga menunjuk pada akalbudi / otak / pikiran kita. Jadi, cerdik seperti ular berarti juga memaksimalkan otak kita dengan berbagai ilmu pengetahuan tentang hidup. Yesus menuntut kita untuk memperluas cakrawala pikiran dengan memaksimalkan ilmu pengetahuan bagi kebaikan hidup kita dan sesama. Sedangkan terminologi “merpati” menunjuk pada simbol Roh Kudus yang hinggap di atas kepala Yesus saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Ketulusan seekor merpati adalah ketulusan cinta. “Merpati tak pernah ingkar janji”, kata si penyair. Artinya, ketulusan selalu kontras dengan kebohongan. Roh Kudus yang dijanjikan Yesus kepada murid-muridNya sungguh datang pada waktunya. Demikian juga janji Allah untuk senantiasa menyertai kita adalah sebuah kenyataan tak terbantahkan. Maka, untuk memahami dan mengaktualisasikan misi-perutusan sebagai seorang Katolik, kita harus cerdik seperti ular (memaksimalkan otak) dan tulus seperti merpati (merawat hati, tempat Allah bertepi dan kitapun happy).
- Waspadalah terhadap semua orang! Waspada itu identik dengan berjaga-jaga, atau kesediaan mencegah hal-hal yang tidak baik yang kerap menghampiri hidup kita. Orang yang waspada hampir pasti tidak mudah jatuh ke dalam hal-hal negatif. Seorang mahasiswa/i misalnya, harus selalu mewaspadai segala bentuk pertanyaan saat ujian. Kewaspadaan selanjutnya diaktualisasikan dengan belajar tekun. Bukan dengan menunggu jawaban dari mahasiswa/i lain yang duduk di sampingnya. Jadi, kewaspadaan berarti kemauan dan kemampuan kita untuk menjauhi segala hal-hal negatif yang dapat mengganggu hidup kita.
- Jangan takut, sebab Roh Bapa akan berbicara di dalam hatimu! Orang cerdik, tulus dan waspada tidak akan pernah takut dibohongi. Sebab, dibalik segala kemutahiran akal budi dan ketulusan hati, kita toh percaya pada Penyelenggaran Ilahi, wahana di mana Allah bekerja dalam hidup kita kini. “Bukan aku, melainkan Kristus lah yang hidup di dalam diriku”, kata St. Paulus dalam kesaksiannya. Orang yang hidup di dalam nama Yesus pasti akan terhindar dari segala bentuk kejahatan. Di saat banyak orang di luar sana yang membunah saudara/ayah/teman-nya demi kepentingan dirinya, di saat anak-anak akan berontak dan membunuh orangtuanya; juga di saat yang sama kita dibenci oleh semua orang karena Yesus, kita justru diminta untuk tidak takut dalam mengekspresikan iman kita.
- Pergilah ke kota lain! Jalan, kebenaran, dan hidup yang diproklamirkan Yesus tak selalu mendapat sambutan positif dari para pendengarNya. Yesus sungguh menghormati hak asasi setiap pendengarNya. Maka, Yesus selalu mencari tempat lain di saat dia tidak diterima di satu tempat. Yesus melarikan diri dari Nasaret menuju Kapernaum, sesaat setelah Ia ingin didorong ke jurang oleh orang-orang sekampungnya yang tersinggung mendengar kotbah singkatnya mengenai “nubuat Yesaya tentang Mesias telah terpenuhi hari ini”. Ini berarti, Yesus mengajak kita, mahasiswa/i Katolik di USU ini secara khusus, untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Artinya, jangan hanya pusing dan stress dengan kegagalan hari ini dan di tempat ini, tapi sigaplah mencari dan memaksimalkan peluang di tempat baru, nanti, di esok hari. Dan jangan lupa untuk selalu mengandalkan Tuhan yang senantiasa hadir di tempat kita berada kini dan saat ini, serta Allah yang mendahului kita ke tempat di mana kita akan pergi (baca: berdoa).
Akhirnya, promosi KMK St. Ignatius Loyola USU, bukan pertama-tama promosi lembaga atau institusi baru. Event ini adalah ajakan dari Gereja dan USU melalui para seniores-mu untuk memaksimalkan keberadaan KMK St. Ignatius Loyola USU sebagai sarana dan wahana bagi pertumbuhan segala potensi yang kalian miliki, berlandaskan iman Katolik yang secara communio diekspresikan melalui perayaan-perayaan liturgi Katolik pula.
Banyak mahasiswa/i yang tidak aktif lantas mengeluh kepada saya saat ditanya tentang ke-alpa-annya di KMK, “Pak, saya enggak tertarik tuh ikutan KMK, soalnya kegiatannya itu-itu aja! Enggak menarik samasekali, bahkan cenderung membosankan!”
Orang semacam ini bukan seorang Katolik yang baik, melainkan seseorang dengan kejiwaan terbalik. Soalnya, kalau seseorang tidak masuk ke dalam rumah, bagaimana mungkin ia bisa menyapu ruangan di dalam rumah tersebut?
Maka, teman-teman, acara semacam ini mungkin terlalu singkat, pun jauh dari efektif; sehingga tak sempat melekat dan mudah raib. Tapi seperti kata Injil yang kita kutip hari ini, saya mengajak teman-teman, mahasiswa/i Katolik di USU ini: “Jadilah seorang Katolik yang cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, waspada di tiap situasi, tidak takut membawa nada-nada Kekatolikanmu, dan berani mencari dan memaksimalkan peluang yang ada!”
Maka, teman-teman, acara semacam ini mungkin terlalu singkat, pun jauh dari efektif; sehingga tak sempat melekat dan mudah raib. Tapi seperti kata Injil yang kita kutip hari ini, saya mengajak teman-teman, mahasiswa/i Katolik di USU ini: “Jadilah seorang Katolik yang cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, waspada di tiap situasi, tidak takut membawa nada-nada Kekatolikanmu, dan berani mencari dan memaksimalkan peluang yang ada!”
KMK St. Ignatius Loyola USU sungguh bukan komunitas yang sempurna, sebagaimana juga Gereja Katolik sungguh tidak sempurna! Tapi ingat, saat manusia diciptakan Allah, ia dianugerahi kemampuan untuk menjadi sempurna.
Selamat bergabung, dan mari ikut berproses bersama abang-kakak senioresmu yang sudah terlebih dahulu bergabung dengan KMK St. Ignatius Loyola USU USU! That’s all! Sampe sini diskusi kita.. tataaahhh.....:)
*Renungan dalam acara penyambutan anggota baru KMK St. Ignatius Loyola USU Medan 15.08.2010
** Inspirasi: Mat 10:16-23
Selamat bergabung, dan mari ikut berproses bersama abang-kakak senioresmu yang sudah terlebih dahulu bergabung dengan KMK St. Ignatius Loyola USU USU! That’s all! Sampe sini diskusi kita.. tataaahhh.....:)
*Renungan dalam acara penyambutan anggota baru KMK St. Ignatius Loyola USU Medan 15.08.2010
** Inspirasi: Mat 10:16-23
Posting Komentar