A. Makna Liturgi Sabda
Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama GerejaNya di dalam ikatan Roh Kudus. Sebagai perayaan misteri keselamatan Allah, liturgi dilihat sebagai:
Sabda dalam Kitab Suci selalu menunjuk dua hal sekaligus yakni ungkapan bahasa dan isi/makna dibalik ungkapan bahasa. Keduanya merupakan kesatuan realitas: "Dalam sabda hadirlah selalu isi yang dikatakan; sedangkan isi hanya dapat ditangkap melalui/dan dalam sabda".
Misalnya, kalau Allah bersabda ”….."Jadilah terang." Lalu terang itu jadi” (Kej 1:3). ”Jadilah terang” di situ tidak hanya merupakan ungkapan keinginan Allah untuk membuat terang, tetapi terang itu benar-benar terjadi. Apa yang disabdakan Allah selalu terjadi dalam kenyataan.
2. Yesus adalah Sang Sabda
Yesus Kristus tidak hanya menyampaikan pewartaan sabda Allah, sebagaimana dibuat para nabi Perjanjian lama, melainkan Dia adalah Sang Sabda Allah sendiri. Misteri penjelmaan Sang Sabda mewahyukan dimensi terdalam karya keselamatan Allah merasuk dan masuk ke dalam seluruh segi hidup kehidupan manusia dan sekaligus mengangkat hidup manusia itu ke dalam hidup Allah sendiri.
Kini Allah tidak hanya berkomunikasi dengan kita melalui kata dan bahasa manusia, melainkan Ia menjumpai kita dalam rupa dan bentuk manusia, yaitu Yesus Kristus. >> Lanjut Baca!
- medan perjumpaan Allah dan manusia.
- wahana pertemuan - yang berlangsung melalui Kristus dalam Roh Kudus - bukan hanya antar umat beriman, tetapi juga umat beriman dengan Allah sendiri.
Jadi, isi perayaan liturgi adalah misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus yang berupa karya pengudusan umat manusia dan pemuliaan Allah. Maka:
- Pelaku liturgi adalah Yesus Kristus dan Gereja.
- Liturgi selalu merupakan tindakan Kristus dan sekaligus tindakan Gereja.
Pandangan Yang Salah
Di kalangan umat ”Liturgi” biasa dipahami sebagai upacara atau ibadat publik Gereja. Maka, kalau berbicara mengenai liturgi, orang akan langsung berpikir tentang urutan upacara, para petugas, peralatan yang harus ada.
Dalam rapat, entah dikalangan para pengurus gereja atau dewan paroki sering terlontar pendapat, bahwa umat belum memahami arti liturgi. Ketika mulai menjelaskan arti liturgi, mereka memberi contoh-contoh ini: (1) umat belum tahu apa arti membuat tanda salib kecil di dahi, mulut, dada sewaktu injil akan dibacakan; (2) umat belum tahu apa artinya berlutut, membungkuk dalam rangka upacara liturgis. Petugas koor salah memilih lagu karena tidak sesuai dengan tema.
Kalau kita perhatikan dengan baik, contoh-contoh itu hanya menunjuk berbagai makna upacara dan aturan yang dilaksanakan jemaat yang sedang beribat bersama. Persoalannya adalah apakah liturgi hanya berkaitan dengan soal-soal aturan dan berbagai makna tindakan simbolis dari upacara ibadat? De facto, lama sekali dalam sejarah Gereja liturgi dipahami seperti itu.
Liturgi dilihat hanya sekedar suatu upacara dan aturan yang harus dilaksanakan di dalam peribadatan Gereja. Kerapkali liturgi dipandang sebagai kumpulan aturan beribadat melulu. Dalam pemahaman seperti ini, ilmu liturgi hanya merupakan ilmu tentang rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana orang melaksanakan ibadat secara benar, sehingga ibadat itu ”sah” dan ”manjur”.
Pandangan makna liturgi seperti itu rupanya kini masih populer dan masih banyak dianut, sadar atau tidak sadar, oleh hampir semua lapisan umat beriman. Dengan kata lain, ada kecenderungan umum untuk melihat liturgi hanya dari segi-segi luarnya, dari segi aturan dan rubriknya, yang walaupun penting, namun belum menyentuh makna dan hakekat liturgi yang sesungguhnya.
Dalam rapat, entah dikalangan para pengurus gereja atau dewan paroki sering terlontar pendapat, bahwa umat belum memahami arti liturgi. Ketika mulai menjelaskan arti liturgi, mereka memberi contoh-contoh ini: (1) umat belum tahu apa arti membuat tanda salib kecil di dahi, mulut, dada sewaktu injil akan dibacakan; (2) umat belum tahu apa artinya berlutut, membungkuk dalam rangka upacara liturgis. Petugas koor salah memilih lagu karena tidak sesuai dengan tema.
Kalau kita perhatikan dengan baik, contoh-contoh itu hanya menunjuk berbagai makna upacara dan aturan yang dilaksanakan jemaat yang sedang beribat bersama. Persoalannya adalah apakah liturgi hanya berkaitan dengan soal-soal aturan dan berbagai makna tindakan simbolis dari upacara ibadat? De facto, lama sekali dalam sejarah Gereja liturgi dipahami seperti itu.
Liturgi dilihat hanya sekedar suatu upacara dan aturan yang harus dilaksanakan di dalam peribadatan Gereja. Kerapkali liturgi dipandang sebagai kumpulan aturan beribadat melulu. Dalam pemahaman seperti ini, ilmu liturgi hanya merupakan ilmu tentang rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana orang melaksanakan ibadat secara benar, sehingga ibadat itu ”sah” dan ”manjur”.
Pandangan makna liturgi seperti itu rupanya kini masih populer dan masih banyak dianut, sadar atau tidak sadar, oleh hampir semua lapisan umat beriman. Dengan kata lain, ada kecenderungan umum untuk melihat liturgi hanya dari segi-segi luarnya, dari segi aturan dan rubriknya, yang walaupun penting, namun belum menyentuh makna dan hakekat liturgi yang sesungguhnya.
B. Makna Sabda
1. Manusia tidak dapat terpisah dari sabda, kata dan bahasa.
1. Manusia tidak dapat terpisah dari sabda, kata dan bahasa.
Manusia mengungkapkan, mengkomunikasikan, mengerti dan memahami diri dan dunia, melalui bahasa, baik bahasa verbal, maupun bahasa non-verbal. Seluruh misteri pewahyuan Allah kepada manusia disampaikan dan diterima oleh manusia melalui kata dan bahasa tersebut.
Sabda dalam Kitab Suci selalu menunjuk dua hal sekaligus yakni ungkapan bahasa dan isi/makna dibalik ungkapan bahasa. Keduanya merupakan kesatuan realitas: "Dalam sabda hadirlah selalu isi yang dikatakan; sedangkan isi hanya dapat ditangkap melalui/dan dalam sabda".
Misalnya, kalau Allah bersabda ”….."Jadilah terang." Lalu terang itu jadi” (Kej 1:3). ”Jadilah terang” di situ tidak hanya merupakan ungkapan keinginan Allah untuk membuat terang, tetapi terang itu benar-benar terjadi. Apa yang disabdakan Allah selalu terjadi dalam kenyataan.
- Segi efektivitas sabda Allah itu menunjuk dayaguna sabda Allah, artinya sabda Allah yang keluar dari mulut Allah adalah sabda yang berdaya guna. Sabda Allah yang memiliki daya dan kekuatan dinamis yang sanggup mengubah dan menghasilkan sesuatu
- Sabda Allah berdaya cipta (Yes 55:10-11), yaitu membuat ada yang tidak ada sesuai dengan sabdaNya (bdk. Kej 1:1-2:4b; dalam konteks perjanjian baru dapat dibaca: Ibr 1:1-2, Ibr 1:3; Yoh 1:33; Yoh 1:14].
2. Yesus adalah Sang Sabda
Yesus Kristus tidak hanya menyampaikan pewartaan sabda Allah, sebagaimana dibuat para nabi Perjanjian lama, melainkan Dia adalah Sang Sabda Allah sendiri. Misteri penjelmaan Sang Sabda mewahyukan dimensi terdalam karya keselamatan Allah merasuk dan masuk ke dalam seluruh segi hidup kehidupan manusia dan sekaligus mengangkat hidup manusia itu ke dalam hidup Allah sendiri.
Kini Allah tidak hanya berkomunikasi dengan kita melalui kata dan bahasa manusia, melainkan Ia menjumpai kita dalam rupa dan bentuk manusia, yaitu Yesus Kristus. >> Lanjut Baca!
Posting Komentar