Serigala itu siap menerkam siapa saja. Lihatlah, hari-hari seluruh aspek kehidupan seakan cukup hanya ditampilkan dalam cuplikan-cuplikan digital.
Sebut saja damai vs perang, baik vs buruk, cinta vs benci, sahabat vs musuh, fakta vs gosip, kemesraan vs perpisahan, keharmonisan vs keterceraiberaian, dst.
Begitu mudah menyulut perang hanya lewat sebuah postingan singkat, editan gambar yang kasar, unggahan video yang bahkan belum ditonton si pengunggah.
Begitu mudah menyulut perang hanya lewat sebuah postingan singkat, editan gambar yang kasar, unggahan video yang bahkan belum ditonton si pengunggah.
Tapi serentak betapa mudah kita curiga disaat melihat postingan berisi kebaikan si miskin yang membantu si miskin lain.
Lincahnya jari-jemari memainkan huruf-huruf virtual tak ayal lagi memaksa kita ingin tahu siapa si X sebenarnya.
Lincahnya jari-jemari memainkan huruf-huruf virtual tak ayal lagi memaksa kita ingin tahu siapa si X sebenarnya.
Kita jadi mudah curiga, tetapi juga mudah terharu dan mencintai hal/seseorang yang tak kita tahu/kenali.
Kita mudah curiga, tak hanya pada musuh kita, tetapi juga pada orangtua dan keluarga, bahkan sahabt di masa kecil kita.
Cuplikan-cuplikan digital tak ayal lagi telah memporak-porandakan rasa kita. Semua jadi tampil paradoks, hingga jawab "ya" dan "tidak" tak lagi pernah mandiri.
Seperti beberapa teman pernah bilang, bahkan niat untuk meminta bantuan atau membantu orang secara diam-diam saja tak ada lagi tempatnya di jaman ini.
Semua serba telanjang. Tak ada tempat bagi rahasia, kecuali di tempat-tempat yang tak terjangkau jejaring internet dan sulit mendapatkan sinyal telepon.
Lantas, apa asyiknya hidup bila semua hal tampak telanjang dan secara pasti kehilangan misterinya?
Faktanya, kemudahan-kemudahan itu selalu subyektif, dan nyatanya tak terbukti memperpanjang umur.
Bukankah orang di jaman ini lebih banyak mati muda daripada mati di usia tua? Padahal Tuhan memang tak menciptakan hidup yang mudah dan serba ada. Tuhan ingin kita mencari dan berupaya menemukan kebahagiaan secara bertahap.
Selamat meniti hari, para sahabat digital. Semoga hidup kita lebih berguna dengan content positif ya g kita ketik dan posting di sosial media kita.
Lusius Sinurat
Kita mudah curiga, tak hanya pada musuh kita, tetapi juga pada orangtua dan keluarga, bahkan sahabt di masa kecil kita.
Cuplikan-cuplikan digital tak ayal lagi telah memporak-porandakan rasa kita. Semua jadi tampil paradoks, hingga jawab "ya" dan "tidak" tak lagi pernah mandiri.
Seperti beberapa teman pernah bilang, bahkan niat untuk meminta bantuan atau membantu orang secara diam-diam saja tak ada lagi tempatnya di jaman ini.
Semua serba telanjang. Tak ada tempat bagi rahasia, kecuali di tempat-tempat yang tak terjangkau jejaring internet dan sulit mendapatkan sinyal telepon.
Lantas, apa asyiknya hidup bila semua hal tampak telanjang dan secara pasti kehilangan misterinya?
Faktanya, kemudahan-kemudahan itu selalu subyektif, dan nyatanya tak terbukti memperpanjang umur.
Bukankah orang di jaman ini lebih banyak mati muda daripada mati di usia tua? Padahal Tuhan memang tak menciptakan hidup yang mudah dan serba ada. Tuhan ingin kita mencari dan berupaya menemukan kebahagiaan secara bertahap.
Selamat meniti hari, para sahabat digital. Semoga hidup kita lebih berguna dengan content positif ya g kita ketik dan posting di sosial media kita.
Lusius Sinurat
pasti ada
BalasHapussilahkan
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussemoga bermanfaat
BalasHapusmonggo. yg penting cantumkan sumber
BalasHapus