Tapi tunggu dulu. Kenyataannya ada saja orang kayak begitu. Maksudnya, dia seneng banget kalau bisa membuat orang lain menderita hingga orang itu tergantung kepadanya. Apakah orang yang menderita itu sedang menjalankan karmanya dan si orang jahat tadi justru sedang mempersiapkan karmanya?
Dalam ajaran Gindu-Budha, hanya orang yang terbebas dari karma lah yang bisa menggapai nirwana. Artinya, mereka yang masih bergelut dengan rasa dendam, sakit hati, balas dendam, ketidakjujuran, ketidakadilan, dst tak mungkin lolos ke nirwana.
Di titik ini kita memahami mengapa ajaran Hindu dan Budha mengamini reinkarnasi. Reinkarnasi berarti proses di mana satu mahluk tertentu bertransformasi setelah kematiannya menjadi mahluk yang sejenis atau berbeda.
Reinkarnasi ini akan berlangsung terus-menerus hingga lah ia mencapai bodhi (hidup yang sempurna).
Dari konsep reinkarnasi inilah kita kemudian belajar bahwa Tuhan, sang pencipta semesta selalu membuka peluang bagi mahluk ciptaannya untuk berubah menjadi mahluk yang lebih baik dan sempurna. Singkatnya, hukum karma bukanlah hukum matematis. Maksudnya bukan hukum balas dendam: "Aku menyakitimu lalu kamu menyakitiku."
Pemahaman ini penting sekali bagi masyarakat kita yang sering kali dengan mudah menganggap derita orang hari ini diakibatkan kejahatannya beberapa waktu lalu. Misalnya ketika anak-anak Elvy Sukaesih tertangkap tangan sedang menghisap sabu, banyak orang lantas menyimpulkan karena ia dan keluarganya adalah pembenci Ahok di masa pilkada 2017 lalu.
Fakta bahwa banyak orang yang kebetulan anti-ahok pada masuk bui karena korupsi atau narkoba tak lantas berarti mereka menderita karena membenci Ahok. Rasanya penting untuk mengatakan bahwa kebahagiaan atau penderitaan itu sesuatu yang misterius, dan oleh karenanya kita masih percaya pada Kehendak Sang Ilahi".
Lusius Sinurat
Posting Komentar