iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pindah Agama Menimbulkan Masalah?

Pindah Agama Menimbulkan Masalah?

Ada masalah gitu kalau seorang Kristen menjadi mualaf (Islam)? Terus, mengapa seorang mualaf ex Kristen selalu mendapat panggung untuk mengislamkan orang Kristen lain? Pemasaran macam ini jelas dilakukan oleh lembaga Mualaf center Indonesia yang fokus memualafkan Kristen, terutama dari kalangan Cindo.

Apa pula masalahnya  jika saat seorang Katolik terseret dalam arus nikmatnya sekte Karismatik, hingga mendapat panggung sebagai singer, anggota choir, hingga jadi pengkotbah utama dan bersaksi tentang  hebatnya Kharismatik dan betapa mirisnya ibadah Katolik?

Kalaupun ada masalah, itu hanya terjadi di kalangan "umat yang merasa ditinggalkan dan merasa kehilangan teman". Tapi itu hanya terjadi "sejenak". Apalagi setelah mereka sadar bahwa hanya orang-orang pilihan yang sanggup menghidupi ajaran agamnya secara konsisten. 

Alasan berikut ini (mungkin saja) menjadikan segelintir umat yang suka "galau":
  1. PSIKO-SOSUAL: perasaan "kehilangan kawan" dan perasaan "mendapatkan".
  2. TEOLOGIS-FOGMATIS: mulai mempertanyakan kebenaran agama sendiri (bagi penganut agama yang ditinggal), sembari memikirkan lebih serius, "Kok bisa ya orang sehebat dia meninggalkan Yesus?"
  3. EKONOMIS / MATEMATIS: mulai menghitung untung dan rugi saat teman/keluarga, panutan/idola, atau tokoh/pesohor meninggalkan iman Katolik, apalagi orang tersebut selama in tergolong aktif membantu komunitas gereja.
  4. KULTURAL: muncul sikap menyayangkan seorang Katolik menjadi mualaf atau merengsek masuk ajaran Kharismatik dengan segala huru-haranya. Ini terjadi karena mereka merasa orang yang berpindah agama "akan menjauhi simbol-simbol adat dan tradisi Kristen", apalagi sudah banyak contoh ketika menjadi mualaf mereka bahkan membenci orangtuanya karena tidak seagama dengannya.
  5. FILOSOFIS: samasekali tak ada masalah seseorang beragama atau tidak, berpindah atau gonta-ganti agama atau konsisten pada agamanya. Hal terpenting adalah ia tetap menjadi manusia normal, yang punya sumbangsih bagi kebaikan orang lain di sekitarnya, masyarakat, bahkan dunia.

Tanpa menafikan alasan-alasan personal, kebiasaan berpindah/konversi agama itu sangat alami. Anjing saja bisa berganti tuan bila ia merasa lebih nyaman dan disayang majikan barunya. Bahkan si anjing akan membayar kebaikan tuannya dengan rela mati demi sang tuan baru.

Banyak pasangan juga belajar dari anjing, yang rela membayar rasa cinta dati suami/istrinya dengan mengikuti agama suami/istrinya dan meninggalkan agama lamanya. Tentu, kerena kenyamanan tak pernah bisa dijamin oleh agama manapun, bahkan ketika ia agama baru pilihannya.

Intinya, perpindahan agama yang sering bersembunyi dibalik alasan "spiritual" hanyalah kamuflase dari "kenyamanan" yang baru didapatkannya. Jadi, tak ada untungnya.

Tak ada yang harus dibanggalan ketika mengkatolikkan seorang Islam atau sebagiknya. Sebab disaat bersamaan Anda harus meyakinkan mereka bahwa sebelumnya dia "sesat" dan kini dia harus "menerima kebenaran baru dengan jaminan surga". Emang enak!


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.