iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

"Membebaskan" Pendidikan

"Membebaskan" Pendidikan
Ilustrasi: Visitasi Mgr. Dr. Anicetus Sinaga OFM Cap ke SMAK St. Thomas Rasul Samosir
Pentinglah bagi kita semua untuk memberikan perhatian kepada masalah pendidikan anak. Sebab kita semua bertanggung jawab untuk membekali generasi penerus. Bentuk perhatian itu antara lain dengan pengetahuan dan iman, agar mereka kelak dapat menjadi orang-orang yang tidak hanya pandai, namun juga berhati mulia sebagai anak-anak Tuhan.

Pendidikan adalah suatu proses yang membentuk pribadi seorang anak secara keseluruhan dan mengarahkan mata hatinya kepada Sang Pencipta.

Maka tujuan pendidikan adalah untuk membentuk anak-anak agar dapat menjadi warga yang baik bagi dunia, dengan mengasihi Tuhan dan sesamanya sembari memperkaya masyarakat dengan panggilan hidup mereka masing-masing untuk menjadi orang-orang yang turut memperbaiki ahlak masyarakat, tempat mereka bertumbuh dan berkembang.


Sekolah Yang Membebaskan

Di titik inilah para murid secara khusus para murid perlu diajarkan untuk memilih dengan kesadaran dan kehendak yang bebas, untuk hidup sesuai dengan tuntunan ajaran imannya. Dalam suasana yang membangun iman ini, anak-anak dapat dibantu untuk menemukan panggilan hidupnya, sebab bukannya tidak mungkin, kehidupan panggilan hidup membiara dapat tumbuh sejak masa kanak-kanak dan remaja.

Maka dalam proses pembentukan karakter anak di sekolah- yang melibatkan orang tua, guru, para staf pengajar, pengurus maupun komite- harus memahami apakah artinya manusia itu. Sebab proses pendidikan semestinya berfokus pada pribadi manusia dalam keseluruhannya, transenden, dalam identitas historisnya.Dengan proyek pendidikan yang diinspirasikan nilai-nilai kebajikanlah misteri manusia sungguh-sungguh menjadi jelas.”


Sekolah sebagai komunitas

Penekanan akan aspek komunitas di sekolah mengambil dasar dari kodrat sosial dan pribadi manusia dan kenyataan negara sebagai rumah dan sekolah bagi persatuan. Kenyataannya sekolah adalah komunitas pendidikan, wahana di mana perkembangan-perkembangan pribadi tiap pribai yang terlibat di dalamnya semakin diakomodasi hingga pada akhirnya mereka menjadi pribadi-pribadi yang turut memperkaya dunia di masa ini dan di masa mendatang.

Sekolah-sekolah dasar harus berusaha untuk menciptakan iklim komunitas sekolah yang menghasilkan, sedapat mungkin, atmosfir kehidupan keluarga yang hangat dan akrab. Karena itu, mereka yang bertanggungjawab untuk sekolah-sekolah ini akan melakukan segalanya yang dapat mereka lakukan untuk meningkatkan semangat kebersamaan untuk saling percaya dan spontanitas.


Kontradiksi Pendidikan

Misi pendidikan di atas memang masih jauh dari kenyataan yang ada di dunia pendidikan kita. Boro-boro mikirin visi dan misi ideal pendidikan di atas, pendidikan di negara kita masih berkutat dengan berbagai persoalan yang hingga kini belum tuntas, mulai dari kasus putus sekolah anak-anak usia sekolah (1,8 juta anak setiap tahun).

Penyebabnya antara lain faktor ekonomi, di mana anak-anak terpaksa bekerja untuk mendukung ekonomi keluarga sebagaimana penulis pernah lihat langsung di Pulau Nias dan di beberapa daerah di Simalungun tercinta ini.


Anakku Mau Sekolah Dimana?

Menyekolahkan anak, oleh karenanya tak jauh berbeda dengan berbelanja di pasar atau pajak dalam istilah orang Sumut. Jumlah sekolah yang tersedia sangat menjamur. Faktanya, tak hanya sekolah yang sudah mapan dari sudut pengalaman di kancah pendidikan nasional, tetapi juga seiring binis sekolah yang menjanjikan, sekolah baru banyak bermunculan.

Di atas semua kondisi itu, para orangtua ingin sekali menyekolahkan anaknya di sekolah yang marak prestasi dan minim 'gosip miring'. Intinya, semua orangtua ingin anaknya bersekolah di sekolah yang terbaik, bahkan mereka tak mau ambil pusing dengan harga yang harus dibayar demi "ijazah" anak-anak mereka.

Pasar menjawab kebutuhan dan keinginan masyarakat. Lahirlah sekolah-sekolah baru yang mencanangkan tagline: "Sekolah terbaik, akreditasi A+". Gayung bersambut. Orang tua mulai berselancar di dunia maya, mencari di mana sekolah terbaik itu berada. ibu-ibu saling bertanya saat arisan, saat ngobrol santai di pendopo rumahnya, bahkan ketika bertemu di mall dan di tempat lain biasanya mereka berkumpul.

Benar saja. Mereka menemukan beberapa lembaga pendidikan yang menyediakan sekolah-sekolah yang telah terbukti berhasil mengembangkan berbagai potensi mental, spiritual dan intelektual. Lantas para orangtua, tentu saja yang secara ekonomi tergolong mumpuni, mulai memperebutkan sekolah dimaksud. Sekali lagi, mereka tak ambil pusing dengan harga yang harus dibayar.


Penulis: Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.