Kasus pelecehan seks, pedofilia, gaya hidup hedonis dari para uskup dan pastor yang sedang lagi maraka ditambah penindasan para biarawan dan biarawati kepada orang miskin di sekolah-sekolah yang mereka kelola, dst justru mengingatkanku betapa barang dunia memang punya nilai kusut.
Menyaksikan apa yang terjadi di Gereja Katolik saat ini justru mengingatkanku pada situasi Gereja di Abad Kegelapan (aufklarung), saat di mana para uskup dan pastor-pastornya lebih mengutamakan ketenaran dan kemuliaan diri serta bersembunyi dibalik jubah dan ajaran suci.
Saat ini juga kita melihat betapa kaum tertahbis itu seakan kehilangan kuasa memimpin, mengajar dan menguduskan yang mereka terima saat tahbisan.
Tangan terurapi itu bahkan terlalu banyak digunakan untuk "menyentuh layar smartphone" untuk mencari dan mengurusi dana, hingga mereka tak sempat melayani umat dan menyediakan waktu untuk merenung sendiri karena kehabisan tenaga.
Entah itu salah atau tidak, aku bukan hakim atas mereka. Apakah pola pikir dan tindakan mereka itu mencerminkan gereja saat ini atau bukan, itu juga bukan urusanku. Aku hanya mampu mendoakan mereka, dan sesekali mengingatkan mereka yang kukenal.
Aku hanya mengajak orang-orang yang masih Katolik, entah mereka yang intim dengan uskup atau pastor karena kepentingan mereka, entah mereka bahkan tak tahu siapa nama pastor paroki dan uskup di keuskupan mereka, mari berhenti menggerutu dan menyalahkan para pastor itu, segeralah berdoa setelah membaca Kitab Suci, sumber kebenaran iman kita.
Sebaliknya, mari kita jadikan kehidupan sebagaian besar pastor dan uskup yang digambarkan di atas untuk menjadi pijakan kita untuk MENCARI tahu kebenaran iman yang dimaui Yesus.
Kita harus belajar dari saudara-saudari beragama Islam yang akhirnya semakin intim dengan Al'quran ketika tak tahan lagi melihat kesesatan tafsir dan perang kebenaran akibat kepentingan politik ditengah mereka.
Bukankah kita umat Katolik yang jumlahnya cuma minoritas di negeri ini terlalu banyak menggerutu saat pertemuan-pertemuan lingkungan hingga setelah Misa hari Minggu, dan bicara tentang hilangnya roh Kudus dari para uskup dan pastor kita?
Mari menyadari betapa kita harus kembali mengimani Tuhan, bukan mengimani Gereja yang hanya mengklaim kebenaran Tuhan. Itu dua hal berbeda. Benar bahwa kebenaran Gereja bersumber dari kebenaran Yesus. Namun Ajaran Yesus jauh lebih luas dan lebih berwibawa daripada ajaran Gereja yang diamini para pejabatnya.
Pendeknya, kita harus kembali membaca Kitab Suci. Tak usah lagi peduli apakan pastormu diam-diam mengingkari selibatnya dan membenarkan diri lewat teks suci. Kita memang butuh pelayanan mereka, tetapi dengan keterbatasan waktu, kemauan dan kemampuan mereka untuk membantu kita, kita juga harus mandiri mencari kebenaran ajaran Yesus dalam Kitab Suci.
Sesekali juga kita harus merasakan apa yang dirasakan oleh Paus Fransiskus saat ia ditentang oleh raja-raja kecil yang berkuasa di keuskupan atau parokinya, ini sejalan dengan apa yang tertulis dalam Injil Sinoptik dan Yohanes, di mana imam tak sekedar jabatan suci, tetapi juga kerap digunakan sebagai jabatan politis, tepatnya saat mereka bersekongkol membunuh Yesus.
Sejarah memang selalu berulang. Bahkan "tak ada yang baru di muka bumi ini," kata Pengkotbah, namun hidup kita harus tetap berjalan. Maka, sebagai orang Katolik, carilah kebenaran itu dengan membaca Kitab Suci.
Seperti kata St. Agustinus dari Hippo: Tolle et Lege ! Take and read ! Ambillah dan bacalah Kitab Sucimu !
Posting Komentar