Saya punya teman pebisnis yang lumayan oke. Bibinya dosen dan dia sendiri manager sebuah perusahaan MLM. Saya tak terlalu peduli apa yang di punya. Jadi tak perlu menggambarkan betapa kayanya teman saya tadi.
Say hanya teringat dengan tagline bisnisnya, "Kami menjual produk terpercaya, dan kami menjualnya kepada Anda atas dasar kepercayaan.'
Ya, itu kalimat khasnya yang selalu ia katakan, entah saat bertemu entah lewat telepon.
Itu yang terjadi saat dia mengajak saya melihat-lihat perusahaan multi levelnya di salah satu kota besar di Jawa sana.
Dengan sangat bangga dia membawa saya berkeliling kantor sekaligus toko bagi produk MLM nya.
" Bro, bisnis MLM kami ini termasuk pesat perkembangannya. Itu karena kami menjalankannya denga filosofi dasariah, 'Kepercayaan adalah modal utama kami,'" katanya membuka perbincangan kami.
"Bisa dijelaskan maksudnya, bro?" yang aku pengen tahu.
"Gini bro. Saya sudah melahap semua bukunya Robert Kyosaki yang mashyur itu. Dari semua bukunya saya tertarik dengan kalimat ini " Berbisnislah atas dasar kepercayaan".
"Saya gak percaya kalimat itu, bro. Itu tak lebih dari sekedar bahasa marketing," aku mencoba mengajaknya berdiskusi.
Sebelum diskusi lebih jauh, saya bertanya lagi, "Tapi saya ingin memperjelas maksud bro. Kepercayaan itu dari kalian para pedagang kepada konsumen atau sebaliknya dari konsumen kepada kalian para pedagang?"
"Ya, dua-duanya lah bro. Kami dan customer atau klien kami sama-sama saling percaya," jawabnya tegas.
Lantas saya melanjutkan,
"Bro, namanya bisnis tak mungkin dibangun atas kepercayaan. Karena kepercayaan itu erat terkait dengan kejujuran atau transparansi.
Transparansi berarti menjual produk tertentu kepada customer dengan cara menjelaskan secara jujur tentang kulitas barang dan keuntungan yang Anda ambil dari setiap satuan barang ayang anda jual. Apakah Anda selalu melakukan hal itu?"
"Enggak selalu sih. Kadang-kadang aja. Biasanya hanya kepada customer atau klien baru saja kamo paparkan," jawabnya polos.
"Gini bro, andai saja benar Anda mengatakan total keuntungan yang Anda dapatkan, apakah Anda benar-benar jujur atau sedikit bohong?" tanya sera meliriknya.
"Ya, namanya juga bisnis. Mana mungkin kita kita jujur seratus persen?" ekspresi wajah teman saya aga memerah.
"Itu baru benar. Sebab, tak seorang pedagang pun yang secara jujur mengatakan berapa untungnya dari setiap produk yang ia jual. Andai saja ia kasitau, tetap saja si customer tidak percaya.
Yang saya maksud bro, jangan sampai menyamakan makna "kepercayaan" di dalam bisnis dan kepercayaan dalam tata pergaulan , persahabatan, apalagi dalam konteks agama.
Sebab, kepercayaan dalam bisnis itu bukan kepercayaan dalam dua arah. Di bisnisi, kepercayaan itu selalu parsial dan pragmatis.
Konsekuensinya, selama customer atau klien Anda tak tau kalau Anda menjual barang kualitas rendah dengan harga mahal, maka selama si customer tidak mengetahuinya, ia akan tetap menaruh kepercayaan kepada An
Lebih aneh lagi, ketika ia akhirnya tau Anda berbohong, dia belum tentu berpaling. Sering terjadi si customer Anda tetap percaya s Anda. Bukan apa-apa, tenyata barang dengan kualitas yang sama tadi ternyata dijual lebih mahal di toko lain.
Kasus lain, mungkin pernah terjadi ketika Anda makan di rumah makan tertentu dan mendapati ayam rendang yang Anda pesan ternyata sangat keras. Sayanganya Anda tahu kalau ayam rendang seperti itu pasti sudah agak lama digoreng.
Faktanya, ayam tadi memang sisa kemarin yang tidak habis jual. Namun saat Anda protes, si pedagang akan menjawab dengan kalimat bohong yang sudah ia hafal, "Ah, si bapak. Mana pernah kita jual makanan yang sudah bermalam? Bapak ada-ada aja. Mungkin karena bapak sudah lama enggak makan di sini."
Benara atau tidak?" yang aku menegaskan.
Teman tadi hanya mengangguk-angguk. Saya lantas melanjutkan, "Maksud saya begini, bro. Seorang pedagang memang selalu berupaya menjual sesuatu dengan cara meyakinkan kepada cuatomernya, agar ia mendapat kepercayaan dari si pembeli tersebut.
Namun, sebenarnya justru si customer sendirilah yang menaruh kepercayaan kepada Anda.
Lagi, bagi si customer, tak ada bedanya percaya bahwa Anda jujur atau Anda bohong. Hal terpenting baginya adalah, ia berhasil melakukan transaksi dan merasa puas dengan apa yang dibelinya."
*****"
Bisnis memang selalu menarik, namun tak sedikit pula godaannya.
Demi profit yang lebih besar, seorang pebisnis terkadang mengemas produknya dengan kata-kata suci. Ya, seperti tadi "Kepercayaan Kami Lebih Penting Daripada Untung Yang Kami Dapatkan".
Benar atau tidak tak jadi soal. Namanya juga bahasa marketing. Ha ha ha.
Lusius Sinurat
Posting Komentar