Tepat 25 tahun silam, pada tanggal 16 Juli 1993 Dra. Nellianna Sitanggang mulai berkarya di Seminari Menengah Christus Sacerdos (SMCS) Pematang Siantar. Jarang sekali seorang gadis yang bahkan masih sedang kuliah berani melamar pekerjaan sebagai guru di Seminari.
Bagaimana tidak, rata-rata guru senior di Seminari kala itu adalah alumni IKIP Sanata Dharma Yogyakarta, atau minimal alumni STFT St. Yohanes Pematang Siantar.
Bu Nelly, begitu ia akrab disapa muridnya, tergolong ganjil, kalau tidak bisa dikatakan nekat. Tentu saja ia tahu bahwa Seminaris (sebutan untuk siswa Seminari) yang akan diajarnya adalah kumpulan orang pilihan.
Selain batas minimal IQ di atas standar, nilai kumulatif selama SMP, seorang baru bisa menyebut dirinya bila ia telah lulus psikotest dan wawancara tentang motivasinya ingin menjadi pastor.
Entah darimana kekuatannya datang saat ia berani melamar menjadi guru bidang studi Matematika di Seminari.
Faktanya ia lulus test masuk hingga diterima jadi salah satu guru di Seminari. Ringkasnya, ia pun mulai mengajar sembari menuntaskan kuliahnya pada semester terakhir di UN-HKBP Pematang Siantar.
Ia mendapatkan jatah 12 jam pelajaran selama seminggu. Karena guru Matematika di Seminari saat itu sudab cukup, maka untuk melengkapi jam mengajarnya ia juga diberi tanggung jawab mengajar bidang studi Kimia.
Kini, 25 tahun sudah ia mengajar, mulai dengan status honorer hingga menjadi guru tetap. Berbagai suka dan duka datang silih berganti.
Nyatanya ia sedih saat ada Seminaris yang mundur atau diekkes (istilah Seminaris untuk siswa yang dikeluarkan). Tetapi jauh lebih mendominasi hidup Nelly adalah pengalaman suka dan bahagia.
Semakin hari ia semakin menikmati pelayanannya sebagai guru, pendamping belajar sekaligus teman bagi siswa-siswa yang diajarnya.
Jauh lebih membahagiakan dia adalah ketika murid-murid yang pernah diajarnya telah menjadi pastor dan awam yang sukses.
Terkait hal ini Nelly selalu mengungkapkan kebanggaan nya pada para murid dan mantan muridnya di akun media sosialnya...
"Bahagia sekali jadi guru Seminari. Kemana saja pergi mereka selalu menyambut hangat dan selalu memperkenalkan saya sebagai gurunya di Seminari."
Kepada kami, para murid pertamanya di Seminari, Probatorium 1993, ia selalu berbagi kisahnya. Setiap kami mengadakan reuni atau kumpul-kumpul, pun sekedar jalan-jalan ke Siantar, ia selalu hadir.
"Kurasa jadi guru Seminari lah yang paling enak. Mau ke kota mana pun awak di Indonesia ini, selalu bertemu dengan mantan murid. Tak hanya itu, terkadang awak di service abis bah," katanya dengan logat Bataknya sembari tertawa senang.
Saat saya tanya tentang "power atau energy" apa yang membuatnya bertahan, Nelly menjawab enteng, "Saya percaya Tuhanyang menempatkan saya melayani Seminaris di SMCH Pematang Siantar ini," jawabnya dengan mata berkaca-kaca.
Benar saja, menurut pengakuan Nelly, ia pernah juga tergoda ikut tes CPNS, mengajar di sekolah lain, bahkan ia nyaris ingin meninggalkan SMCS karena teman-teman kuliahnya yang prestasinya masih jauh dibawahnya justru menang test CPNS dan kini telah menjadi PNS sepenuhnya.
Tapi ada sesuatu hal yang membuat hatinya tertambat di Seminari. Bukan tak pernah ia mencoba mengajar paruh waktu di SMA Bintang Timur, membuka kelas tambahan untuk persiapan UN siswa-siswi SMA di luar seminari.
Namun Nelly selalu merasa bahwa tak ada siswa SMA yang lebih kritis namun cerdas selain siswa-siswanya di SMCS. Itu baru satu tali pengikat cintanya ke Seminari.
Hal lain yang paling ia rasakan turut membentuk kepribadian dan kemajuan karirnya adalah dukungan tulus dari Direktur Seminari kala itu, Pastor Anselmus Mahulae OFM Cap.
Pastor Anselmus lah yang mentertawakan Nelly saat ia dikerjain siswa-siswa "angkatan nya", Grammatica 1994.
Kala itu kami secara kompak keluar kelas Matematika , kecuali dua teman kami yang merasa kasihan dengan Nelly.
Grammatica 1994 (kelas 1 SMA) kesal dengan perubahan style mengajar Nelly secara tiba-tiba.
Berbeda dari tahun sebelumnya, kali ini (1994) ia justru berupaya tampil aneh. Ia sok tegas dan keras. Bahkan terkesan mengajar kami seperti mengajar anak-anak Sekolah Minggu.
Karena kami tahu saat itu ia tak tampil orisinal, alias bukan sebagai Nelly yang biasa kami kenal, maka kami pun walk out sepanjang pelajarannya.
"Kemana semua orang? Kemana teman-teman kalian? Kok hanya kalian berdua tang tinggal di ruangan ini?' tanya Nelly kepada Leo"Cucuk" yang memang tak mau ikutan walk out karena hatinya sangat lembut.
"Mereka di taman bacaan bu. Mereka gak mau lagi diajari sama Ibu Nelly. Kata meteka ibu berbeda sekarang. Sudah enggak asyik lagi," jawab Leo polos.
Nelly terdiam sejenak. Ia termangu di meja guru dan air matanya mengalir. Ya, Nelly menangis. Hanya saja ia tak mau terlihat lemah didepan dua muridnya yang tersisa di dalam kelas.
Nelly membereskan bukunya. Ia ke kantor guru sebentar hingga beranjak menemui sang Direktur SMCH, Pastor Anselmus Mahulae OFM Cap.
"Pastor, saya mau mundur, karena merasa tidak dihargai lagi sama murid-murid saya. Mereka semua walk out dan tak mau menghadiri kelas saya," ungkap Nelly sembari tersedu.
"Oh ya? Ha ha ha... anak-anak Seminari memang suka begitu, bu. Maklumlah remaja yang sedang akil balik dan butuh perhatian," jawab Pastor Anselmus sambil tertawa.
"Tapi mereka tidak biasanya begitu pastor. Baru kali ini mereka sampai walk out dan tak mau saya ajar. Saya kenal mereka tahun 1993 lalu saat di Probatorium," Nelly mencoba membela diri.
"Begitu rupanya ya, bu. Kalau begitu, jangan-jangan anak-anak itu yang tiba-tiba tak mengenal ibu Nelly.
Misalnya cara mengajar yang beda dan pendekatan yang tidak biasa," Pastor Anselmus mencoba menebak apa yang terjadi, tepatnya ia menduga kalau Nelly juga salah.
"Ya, memang pastor. Itu juga dikatakan secara eksplisit oleh 2 anak yang tetap tinggal di ruang kelas tadi.
Jujur saja, saya memang mencoba saran seorang guru yang dekat dengan saya. Katanya saya harus tegas supaya dihargai oleh murid-murid saya," Nelly malah curhat secara jujur dan mencoba menganalisa bahwa murid-murid nya walk out karena dia taka tampil jadi dirinya sendiri.
Benar apa yang ada di pikiran Pastor Anselmus. Pasti Nelly juga salah. Sebagi seorang pendidik Nelly harus tampil sebagai dirinya, jujur pada diri dan murid-murid nya saat berada di depan kelas.
"So, just be yourself, Nelly," nasihat Pastor Anselmus sambil meninggalkan Nelly di ruangannya seraya tersenyum.
Bagi Nelly, (1) pengalaman tahun 1994 dengan kelas Grammatica B dan touching verbal dari Pastor Anselmus adalah fondasi awal bagi karirnya sebagai guru di Seminari.
Selain itu, (2) teguran penuh ketulusan dari almarhum ayahnya saat Nelly diam-diam berniat ikutan tes CPNS adalah hal penting lain yang membuatnya tetap bertahan di Seminari.
"Boru hasian (putriku tersayang), kamu boleh keluar dari Seminari, tapi setelah Seminari tutup. Selagi Seminari masih ada, kau harus tetap mengajar du sana.
Disitu panggilanmu boruku. Lagipula kurang baik apa Pastor Anselmus itu ke kamu dan keluarga kita?" nasihat sang ayah yang purnawirawan polisi itu.
Alasan lain mengapa Nelly tetap bertahan di Seminari, ya karena (3) para seminaris itu sendiri, yakni murid-murid yang ia ajar.
"Sikap kritis dan penuh kejutan dari Seminaris saat di ruang kelas sungguh membuat saya harus selalu mempersiapkan bahan ajar saya, sekaligus dituntut harus membaca lebih banyak buku, khususnya perkembangan ilmu matematika teranyar," kisah Nelly kepada saya saat Reuni akhir bulan Juni lalu.
Akhirnya, bertahan hingga 25 tahun sebagai guru Matematika di Seminari, tepanya pada hari ini (16/7) bagi Nelly adalah bentuk kasih nyata dari Tuhan serta dukungan dari keluarga, kerabat, seluruh srakeholders Seminari, para seminaris, dan rekan-rekannya di lingkungan Gereja.
Selain buah yang ia petik berupa keberhasilan mantan anak didiknya bersama para pastor, bruder, suster, para guru dan staf Seminari, Nelly juga merasa dirinya turut berbuah.
"Mengajar di Seminari adalah kebahagiaanku. Bergaul dengan seluruh stakeholders Seminari dan terutama dalam perjumpaan di ruang kelas dengan para Seminaris, saya merasa diri sebagai guru yang paling cantik (saingannya para guru cowok dan guru yang sudah senior sih haha), makin percaya diri, makin cerdas, dan makin termotivasi untuk berbuat lebih kepada Seminari," tutur Nelly dengan mata berkaca-kaca
Akhirnya, dalam ngka 25 tahun mengabdi Seminari Christus SacerdosPematang Siantar, Nelly merasa sangat bersyukur.
"Kendati awalnya tak mudah bagi saya, namun berkat para Seminaris semuanya mampu saya lalui dengan baik.
Seminari sungguh menguatkan panggilan jiwa saya seturut semakin bertumbuhnya pula panggilan mereka, entah kelak mereka jadi pastor, bruder, atau menjadi awam yang mumpuni ditengah masyarakat.
Sekali lagi, Seminari adalah wahana di mana pemikiran, perilaku dan panggilan saya sebagai seorang Katolik semakin bertumbuh." tutup Nelly.
Selamat atas pengabdian 25 Tahun di Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematang Siantar untuk ibu Dra. NellianaSitanggang (1993 - 16 Juli - 2018)
Lusius Sinurat, "Memperhitungkan Panggilan" (Medan, 2018)
Profil
Nama Lengkap:
Dra. Nelliana Sitanggang
Nama Panggilan:
Nelly / Nels
Pekerjaan:
Guru Bidang Studi Matematika SMA Seminari 1993-sekarang
Lahir:
Kabanjahe, 17 Jan 1969
Pendidikan
TK Kemala Bhayangkara Kabanjahe
SD St. Xaverius 1 Kabanjahe
SMP St. Xaverius Kabanjahe
SMA Neger 1 Kabanjahe
FKIP UN-HKBP Nomensen Pematangsiantar
Suami
Drs. Manuntun Simarsoit
Anak:
- Young Julio Simarsoit (Sem-9 Univ. Jambi)
- Yonanda Simarsoit (Sem-7 Undip Semarang)
- Yossephine Simarsoit (Kls XII SMAK Budi Mulia Pematang Siantar )
- Yonesimus Simarsoit (Probatorium 2017 SMCS Pematang Siantar)
Alamat
J. Melanthon Siregar Gg. Aries No. 24 Pematang Siantar HP. 081361407881/b>
email: [email protected]
Posting Komentar