Pastor Nelson Sitanggang OFM Cap (tengah), diantara para pengurus dan pemerhati SMAK Samosir |
Peristiwa dan realitas di atas sebetulnya biasa saja. Sama sekali tak ada yang baru. Seperti kata Pengkotbah 1:9, "Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari." Sebagian orang bahkan hanya melihat realitas skeptis-pesimis dan sebagian lagi merasa optimis. Artinya tak semua dari kita yang mampu melihat dan memaknai realitas yang ada.
Saya sendiri selalu ingin belajar dari apa pun yang terjadi di sekitar saya. Bagi saya, melalui realitas di sekitar saya Tuhan berbicara. Misalnya, ketika sore saya berteman dengan seorang pendidik di Samosir.
Ia seorang imam, namanya Pastor Nelson Sitanggang OFM Cap. Setahun terakhir aku mengenal Vikaris St. Thomas Rasul Pangururan ini, dan saya cukup tahu kebiasaannya. Selain Vikaris, Nelson juga Ketua Pembina Yayasan St. Thomas Rasul yang berada dalam naungan Kevikepan yang dipimpinnya.
Bisa dibayangkan betapa sibuknya Nelson. Setiap hari ia melayani Misa di Paroki dan asrama, setiap hari Minggu ia juga melayani Misa di Paroki dan Stasi. Belum lagi, ia sangat sibuk dengan pekerjaannya di Keuskupan dan Ordonya.
Sebetulnya tak ada masalah dengan pekerjaan yang cukup menyita sebagaian besar waktunya. Buktinya ia masih sempat mendengarkan pengakuan dosa, konsultasi dan mengurus para frater. Hanya saja tantangannya di Kevikepan tak sedikit.
Para pastor paroki yang lebih muda darinya yang ada di Kevikepannya tak terlalu mudah diarahkan. Tak semua pastor muda itu mendukung pelayanannya di Yayasan yang membawai SMAK St. Thomas Rasu di Tarabunga- Simbolon itu.
Saat saya menulis buku "SAAT BIDUKMU MENEPI DI TARABUNGA - Profil SMAK St. Thomas Rasul Samosir", Nelson yang dihormati dan dicintai oleh pemerintah (Bimas Katolik) sebgai founding father SMAK dan juga begitu diapresiasi oleh Bupati Samosir ini kerap dituding sesama pastor di komunitasnya sebagai "orang yang merendahkan martabat imamatnya".
Bagaimana tidak, para pastor se-ordonya yang melayani di Paroki yang ada di Samosir "tidak tega" melihat Nelson harus mengemis ke sana ke mari demi SMAK, tepatnya demi anak-anak miskin yang ingin bersekolah. Mereka seakan lupa kalau Ordo mereka punya spiritualitas ordo pengemis.
Banyak hal yang dilakukan Nelson yang dipandang mereka anggap sebagai perendahan martabat imamat mereka. Tapi, entahlah. Mereka tak pernah jujur menyampaikan alasannya.
Ketika penulis bertanya tentang kekuatannya, Nelson menjawab spontan, "Saya selalu berdoa sebelum melakukan apa pun, dan untuk mengurus SMAK St. Thomas Rasul, saya selalu ingat Santo Pelindung ordo kami, St. Fransiskus Assisi yang tak pusing dengan harta benda yang ia punya, karena Kristus adalah kekayaannya yang tak pernah berkesudahan.
Lusius Sinurat
Posting Komentar