Buku sejarah SD sperti "PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa)" atau buku komik berwarna "Merebut Kota Perjuangan" justru hilang bersama jatuhnya Soeharto. Pendek kata, kontrol atas buku-buku sejarah akan lenyap betsamaan dengan jatuhnya si penguasa.
Ini lantas berarti "Sejarah milik penguasa" hanya berlaku secara parsial. Ketika reformasi terjadi tahun 1998, buku-buku lama yang dicekal pun mulai diterbitkan ulang. Era kebebasan menulis pun dimulai. Tak sedikit juga buku-buku yang bertutur tentang kediktatoran Soeharto, pun segala hal yang beraroma negatif tentang orde baru.
Sejak Habibie, GuDur, Megawati hingga SBY menjadi presiden, buku-buku sejarah masih didominasi oleh sisi negatif dari era kediktatoran Soeharto. Sangat sedikit buku tentang presiden-presiden sesudah Soeharto tersebut. Mungkin ada satu dua, tapi tak lebih dari sekedar profil alias curriculun vitae mereka.
Bahkan di era SBY, buku sejqrah justru tak diminati mendikbudnya. Sebaliknya, masi di zaman SBY, buku-buku pelajaran SD justru sering disusupi ajaran radikalisme agama. Di jaman yang sama, bahkan pengaruhnya masih terasa, HTI dan gerakan underground PKS bahkan merasuki kampus.
Pertanyaanya, apakah selama 10 tahun pemerintahan SBY sejarah menjadi miliknya? Jangankan menulis tentang keberhasilan dan kegagalannya, masa pemerintahan SBY bahkan tak meninggalkan buku sejarah. Srbaliknya kasus megakorupsinya lah yang mendominasi.
Para penulis sejarah (sejarahwan) bahkan tetlihat enggan mencatat bahwa pemerintahan SBY memberi "sesuatu" bagi perjalan bangsa ini. Bila Habibie masih sering dipanggil bapak bangsa, Gus Dur sebagai ulama cerdas dan Megawati sebagai korban Soeharto, maka SBY malah sering dinamai si Lebay.
Tampaknya, sejarah akan menjadi milik penguasa dalam arti positif di masa pemerintahan Jokowi. Sejauh ini Jokowi mencatatkan namanya sebagai bapak pembangunan yang sebenarnya. Fasilitas publik disulapnya, jalan tol diperpanjang, situs-situs sejarah dipelihara, k3srnjangan pusat daerah diatasi, bahkan ia berhasil menciptkan budaya bayar pajak secara sukarela dari masyarakatnya.
Jokowi banyak menciptakan perubahan. Perubahan itu adalah sejarah yang harus dicatat. Idul fitri dan Natal tak lagi milik pasar, kenaikan harga listruk, bbm, dsb ak lagi meresahkan. Tentu sja. Karena rakyat sangat tahu untuk apa Jokowi melakukannya.
Akhirnya, sejarah akan mencatat bajwa Indonesia pernah punya presiden ke-6 yang sngat luar biasa. Kini ia menjadi sang empunya sejarah Kemajuan Indonesia.
Lusius Sinurat
Ini lantas berarti "Sejarah milik penguasa" hanya berlaku secara parsial. Ketika reformasi terjadi tahun 1998, buku-buku lama yang dicekal pun mulai diterbitkan ulang. Era kebebasan menulis pun dimulai. Tak sedikit juga buku-buku yang bertutur tentang kediktatoran Soeharto, pun segala hal yang beraroma negatif tentang orde baru.
Sejak Habibie, GuDur, Megawati hingga SBY menjadi presiden, buku-buku sejarah masih didominasi oleh sisi negatif dari era kediktatoran Soeharto. Sangat sedikit buku tentang presiden-presiden sesudah Soeharto tersebut. Mungkin ada satu dua, tapi tak lebih dari sekedar profil alias curriculun vitae mereka.
Bahkan di era SBY, buku sejqrah justru tak diminati mendikbudnya. Sebaliknya, masi di zaman SBY, buku-buku pelajaran SD justru sering disusupi ajaran radikalisme agama. Di jaman yang sama, bahkan pengaruhnya masih terasa, HTI dan gerakan underground PKS bahkan merasuki kampus.
Pertanyaanya, apakah selama 10 tahun pemerintahan SBY sejarah menjadi miliknya? Jangankan menulis tentang keberhasilan dan kegagalannya, masa pemerintahan SBY bahkan tak meninggalkan buku sejarah. Srbaliknya kasus megakorupsinya lah yang mendominasi.
Para penulis sejarah (sejarahwan) bahkan tetlihat enggan mencatat bahwa pemerintahan SBY memberi "sesuatu" bagi perjalan bangsa ini. Bila Habibie masih sering dipanggil bapak bangsa, Gus Dur sebagai ulama cerdas dan Megawati sebagai korban Soeharto, maka SBY malah sering dinamai si Lebay.
Tampaknya, sejarah akan menjadi milik penguasa dalam arti positif di masa pemerintahan Jokowi. Sejauh ini Jokowi mencatatkan namanya sebagai bapak pembangunan yang sebenarnya. Fasilitas publik disulapnya, jalan tol diperpanjang, situs-situs sejarah dipelihara, k3srnjangan pusat daerah diatasi, bahkan ia berhasil menciptkan budaya bayar pajak secara sukarela dari masyarakatnya.
Jokowi banyak menciptakan perubahan. Perubahan itu adalah sejarah yang harus dicatat. Idul fitri dan Natal tak lagi milik pasar, kenaikan harga listruk, bbm, dsb ak lagi meresahkan. Tentu sja. Karena rakyat sangat tahu untuk apa Jokowi melakukannya.
Apakah Jokowi seorang diktator seperti dituduhkan Si lebaran kudan dan si penunggang kuda? Tunggu dulu. Jojowi tak membangun citra sebagai presiden yang pro rakyat miskin dan painggiran. Tapi ia rakyatnya sendiri yang melakukannya.
Ia tak menyulap dirinya sebagai orang yang dicintai rakyatnya, tapi rakyatnya sendiri yang secara spontan menyukainya. Tak heran bila buku-buku tentang Jokowi sangat banyak jumlahnya. Tak hanya buku tentang diri dan prestasinya, tetapi juga tentang pemikiran dan visi-misinya dalam memajukan Indonesia. Jokowi memang fenomenal. Ia bahkan mrmimpin dengan seluruh kediriannya, tak terkecuali pola hidupnya.
Ia tak menyulap dirinya sebagai orang yang dicintai rakyatnya, tapi rakyatnya sendiri yang secara spontan menyukainya. Tak heran bila buku-buku tentang Jokowi sangat banyak jumlahnya. Tak hanya buku tentang diri dan prestasinya, tetapi juga tentang pemikiran dan visi-misinya dalam memajukan Indonesia. Jokowi memang fenomenal. Ia bahkan mrmimpin dengan seluruh kediriannya, tak terkecuali pola hidupnya.
Akhirnya, sejarah akan mencatat bajwa Indonesia pernah punya presiden ke-6 yang sngat luar biasa. Kini ia menjadi sang empunya sejarah Kemajuan Indonesia.
Lusius Sinurat
Posting Komentar