Sumber: Internet |
"Oh. Sejujurnya, kalau soal bayaran... inilah bayaran terendah yang pernah aku terima untuk proyek yang sama," jawab Marihot enteng.
"Lalu apa yang kau cari, saudara? Apakah saudara sadar kalau saudara itu diperalat sama pimpinan proyek yang mempekerjakan saudara?" tambah Pirdot memanasi situasi.
"Dari tadi Anda menyebutku "saudara", tetapi Anda sendiri malah mengarahkan "pembicaraan antara saudara" ini menjadi pembicaraan bernada gosip. Kalau saja Anda punya persoalan dengan pimpinan proyek kami ini, silahkan sampaikan ke beliau. Tak baik dua saudara menggosipi orang lain yang juga kita sebut sebagai saudara," tampaknya Marihot memahami arah pembicaraannya dengan Pirdot.
*****
Tak hanya gadis belia yang suka gosip. Gosip juga bukan lagi monopoli kaum ibu. Di kantor-kantor para pria bahkan lebih doyan gosip daripada wanita.
Di biara-biara dan komunitas persaudaraan gosip bahkan sering berkembang tanpa kenal jenis kelamin.
Sudah banyak korban gosip. Tak jarang juga korban gosip tadi mengakhiri hidupnya secara tragis, keluar dari komunitas yang membuatnya bahagia, mencari pelarian diri negatif, bahkan bunuh diri.
Televisi dan internet bahkan tak habis-habisnya menyiarkan osip dan korban-korbannya. Tak banyak yang selamat dari tajamnya gosip, apalagi di usia yang masih belia atau dalam kondisi ekonomi sedang sekarat.
Memang aneh. Perkembangan pesat sarana komunikasi berbasis teknologi justru memperlancar gosip. Anehnya kita bisa menggosip dengan orang yang tidak kita kenal, bahkan dengan menjadikan orang yang tak kita kenal pula sebagai korban.
"Eh, lu kenal enggak si X?" adalah kalimat awal untuk memulai gosip.
Sudah banyak korban gosip. Tak jarang juga korban gosip tadi mengakhiri hidupnya secara tragis, keluar dari komunitas yang membuatnya bahagia, mencari pelarian diri negatif, bahkan bunuh diri.
Televisi dan internet bahkan tak habis-habisnya menyiarkan osip dan korban-korbannya. Tak banyak yang selamat dari tajamnya gosip, apalagi di usia yang masih belia atau dalam kondisi ekonomi sedang sekarat.
Memang aneh. Perkembangan pesat sarana komunikasi berbasis teknologi justru memperlancar gosip. Anehnya kita bisa menggosip dengan orang yang tidak kita kenal, bahkan dengan menjadikan orang yang tak kita kenal pula sebagai korban.
"Eh, lu kenal enggak si X?" adalah kalimat awal untuk memulai gosip.
Tentu, kalimat ini akan sirna begitu saja bila sang lawan bicara tak menjawab dengan kalimat searah, "Enggak kenal banget sih. Emang kenapa?"
Sebaliknya Anda harus menjawab, "Tidak kenal samasekali, dan saya tak mau membicarakan apapun tentang orang itu."
*****
Di grup-grup WA, LINE, dst kita sering menemui cara-cara menggosip seperti ini. Beberapa orang yang terganggu, entah karena tak suka gosip atau tak rela jadi korban gosip, langsung meninggalkan group, bahkan tak sudi kembali bergabung.
Begitulah gosip. Konon katanya, menggosip itu manusia alias sangat lumrah. Belum lagi, membicarakan "tentang orang lain" seringkali lebih asyik daripada membicarakan diri sendiri.
Zaman memang berubah, apalagi ketika aliran deras informasi berkat canggihnya teknologi begitu menggoda kita untuk membicarakan apa dan siapa saja.
Begitulah gosip. Konon katanya, menggosip itu manusia alias sangat lumrah. Belum lagi, membicarakan "tentang orang lain" seringkali lebih asyik daripada membicarakan diri sendiri.
Zaman memang berubah, apalagi ketika aliran deras informasi berkat canggihnya teknologi begitu menggoda kita untuk membicarakan apa dan siapa saja.
Hanya kita harus tetap ingat: ketika Anda suka dan terbiasa menggosip, maka pada saat yang sama Anda akan selalu curiga sedang digosipin oleh siapapun. So, don't do that, okay?
Lusius Sinurat
Lusius Sinurat
Posting Komentar