Drs. Thomas Dwi Poerwanto di kampus Seminari Menengah Christus Sacerdos
Jl. Lapangan Bola No. 24 Pematangsiantar (Dok. Pribadi Th.D. Poerwanto)
|
Drs Thomas Dwi Poerwanto adalah nama lengkapnya. Tetapi ia sering kami panggil dengan nama "Jakon". Entah apa maksud dari sebutan Jakon ini. Beberapa teman menjelaskan kalau istilah Jakon itu singkatan dari Jawa Kebon.
Sebagai catatan, bagi masyarakat di Sumatera Utara, hingga tahun 90-an, pekerjaan orang Jawa itu hanya buruh kebun, entah di kebun karet, kebun teh, entah kebun sawit. Jadi, sebetulnya sebutan Jakon ini bernada negatif. Kira-kira artinya sama dengan kata "si Batak" yang biasa dialamatkan orang di Jawa kepada orang Batak.
Tapi jangan salah. Sepanjang saya di Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar, sebutan aneh-aneh itu adalah bagian dari dinamika pergaulan. Ada yang kocak, tapi ada juga yang rada 'rasis', bahkan ada juga yang menakutkan.
Si Pirdot, Ngantuk, Cipeng, Sibahut, Birong, Polisi, Mami, Tungkup, Oppung, Eda, dst. adalah sebagain dari sebutan lucu. Sementara si Mayat, Begu, Keyboy, Giman, dst. adalah sebagian dari sebutan yang menakutkan. Namun ada juga sebutan yang bernada kultural. Sebut saja si Batak, Ambia, Jakon, Asmat, dst.
Anehnya, entah karena tak ada pilihan, tak satupun yang keberatan dipanggil dengan nama sebutan tadi. Justru malah jadi lucu-lucuan tuh. Bahkan setalah puluhan tahun menginggalkan Seminari, justru kami sering lupa nama asli teman kami sendiri. Ha ha ha...
Drs. Thomas Dwi Poerwanto bersama rekan-rekannya
sesama guru di SMA Seminari (Dok. Pribadi Th.D. Poerwanto)
|
(1) Bukan Sekedar Guru Ekonomi
Kembali ke Sang Guru Ekonomi tadi, Thomas Dwi Purwanto. Sebagai guru, Pak Poer juga ikut-ikutan dengan seminaris. Dia akan membalas "Dasar si Batak" saat kami menyebutnya "Jakon".
Banyak orang diluar Seminari yang tak habis pikir tentang kedekatan anak-anak SMA Seminari dengan guru-guru mereka. Apalagi kedekatan itu kadang tanpa batas. Tapi, itulah kekhasan Seminari, di mana pun.
Kedekatan kami dengan Pak Poer pun sama. Bagi kami dia bukan sekedar guru, tetapi juga sekaligus sebagai ayah, sahabat, bahkan pembina rohani kami. Bagaimana tidak. Pak Poer tak sekedar datang mengajar saat sekolah, tetapi juga ia mendampingi kami saat belajar malam di asrama.
Bahkan setiap hari Jumat, pada saat "Sore Seni", Pak Poer juga mengajari seminari tentang cara membuat berbagai ornamen seni, seperti seni ikebana, merangkai janur kuning yang indah, dan berbagai kerajinan tangan lainnya.
Di era kami SMA di Seminari, Pak Poer masih relatif muda. Mungkin sekitar 45-tahun gitu deh. Tapi di depan Seminari, dia selalu merasa seumuran. Sebagai bukti, ia pun mengganti ejaan lama yang di namanya dari "Poerwanto" menjadi Purwanto. Pak Poer lupa kalau ia lahir disaat EYD belum ada. Ha ha ha ha
Thomas Dwi Purwanto termasuk idola saya, Jujur saya mengagumi satu-satunya guru orang Jawa saat itu. Pak Poer yang kini sudah dipanggil Oppung Poer oleh seminaris adalah asli kelahiran Metro, Lampung; tapi kuliahnya di IKIP Sanata Darma Yogyakarta.
Maka wajar kalau dialeknya sangat medhok. Walaupun belakangan akibat pergaulan 'liar' dengan seminari yang mayoritas Batak, ke-medhok-anya perlahan hilang...ha ha ha
Saya memang menyukai cara Pak Poer mengajar. Kami, para mantan muridnya sepakat mengatakan dia adalah "Kamus Ekonomi Berjalan". Itu sebabnya tulisan ini dimulai dengan pertanyaan dan saran bila Anda kesulitan tentang ilmu Ekonomi.
Thomas Dwi Purwanto memang unik. Saat masuk kelas untuk mengajar ia hanya membawa buku pelajaran yang juga kami punya. Tetapi Anda tahu, dia nyaris tak pernah membuka buku tadi saat mengajar.
Ia sungguh menguasai materi apa pun terkait dengan pelajaran yang ia ajarkan. Hasilnya, ia membuatku mengenela lebih jauh tentang brilyannya Mohammad Hatta saat mendirikan Koperasi.
Pak Poer juga yang membuatku tetap ingat istilah "invisible hand"-nya Adam Smith, juga tentang mengapa sebuah negara bisa memiliki daya saing lebih baik dibandingkan yang lain versinya Michael Porter.
Itulah hebatnya Pak Poer. Sepanjang ia mengajar telah ratusan orang pernah mengecap ilmunya. Mereka ada yang melanjutkan kuliah di UI, UGM, STAN, dan universitas besar lain, dan sebagian ada yang kuliah hingga kerja di Eropa, Amerika, Australia, dst.
(2) Mengajar Bagian Dari Perwartaan Gereja
Lantas apa yang menarik dengan cara Pak Thomas Dwi Purwanto mengajar? Secara subyektif, saya palign suka saat ia mengajar Akuntansi.
Lantas apa yang menarik dengan cara Pak Thomas Dwi Purwanto mengajar? Secara subyektif, saya palign suka saat ia mengajar Akuntansi.
Entah karena pada dasarnya saya suka Matematika, tetapi intinya Pak Poer memang selalu sistematik saat mengajar. Ia akan mengurai apa yang dikatakannya dan menuliskannya secara terstruktur di depan kelas.
Tak hanya itu, Pak Poer juga akan memberi kata-kata kunci utama agar kami mudah mengingat materi yang ia ajarkan, terutama bila materinya sangat rumit. Akhirnya, saya ingat betul betapa Pak Poer sangat sabar dalam mengajar.
Ia tak akan meninggalkan ruang kelas bila murid-muridnya tak memahami materi yang ia ajarkan. Begitu juga di hari berikutnya, untuk mata pelajaran yang sama, Pak Poer akan selalu me-review apa yang sudah diajarkan.
Kalau saja ada murid yang ngantuk - dan memang banyak yang ngantuk mendengar suaranya yang lembut - saat ia mengajar, dia cuma bilang, "Dasar orang Batak, otaknya tak mampu menangkap. Malah tidur." Kelas pun langsung grrrrrrr dan riuh. ha ha ha ....
Saat mengajar di ruang kelas, dan kami kurang mengerti apa yang dia ajarkan, maka ia langsung mengatakan, "Orang Batak emang bodoh-bodoh!" Biasanya ada saja murid yang menimpali, "Daripada Jakon. Bisanya cuma kerja di kebon. Menderes (nyadap) karet pula." Ruang kelas pun kembali grrrrr dan dipenuhi tawa.
Tak ayal lagi, Thomas Dwi Purwanto telah memberi warna tersendiri bagi Seminari Menengah Christus Pematangsiantar, entah sebagai Guru di SMAK Seminari, entah sebagai bapa atau sahabat di asrama.
(3) Guru yang Memberi Hati
Tak hanya itu, Pak Poer juga akan memberi kata-kata kunci utama agar kami mudah mengingat materi yang ia ajarkan, terutama bila materinya sangat rumit. Akhirnya, saya ingat betul betapa Pak Poer sangat sabar dalam mengajar.
Ia tak akan meninggalkan ruang kelas bila murid-muridnya tak memahami materi yang ia ajarkan. Begitu juga di hari berikutnya, untuk mata pelajaran yang sama, Pak Poer akan selalu me-review apa yang sudah diajarkan.
Kalau saja ada murid yang ngantuk - dan memang banyak yang ngantuk mendengar suaranya yang lembut - saat ia mengajar, dia cuma bilang, "Dasar orang Batak, otaknya tak mampu menangkap. Malah tidur." Kelas pun langsung grrrrrrr dan riuh. ha ha ha ....
Saat mengajar di ruang kelas, dan kami kurang mengerti apa yang dia ajarkan, maka ia langsung mengatakan, "Orang Batak emang bodoh-bodoh!" Biasanya ada saja murid yang menimpali, "Daripada Jakon. Bisanya cuma kerja di kebon. Menderes (nyadap) karet pula." Ruang kelas pun kembali grrrrr dan dipenuhi tawa.
Tak ayal lagi, Thomas Dwi Purwanto telah memberi warna tersendiri bagi Seminari Menengah Christus Pematangsiantar, entah sebagai Guru di SMAK Seminari, entah sebagai bapa atau sahabat di asrama.
Drs. Th.D Poerwanto bersama istri tercintanya. (Dok. Pribadi Th.D. Poerwanto) |
Dengan motor motor bebeknya, Honda 70 ia selalu datang ke Seminari: pagi, siang, bahkan malam. Kadang kasian istri dan anak-anaknya ditinggal di rumah.
Untung saja istri dan puter-puterinya sadar bahwa ayahnya adalah salah satu "Pastor Awam" yang sebagian besar waktunya untuk gereja, khususnya lewat pembinaan seminaris, para calon pastor.
Kini Oppung Thomas Dwi Purwanto sudah pensiun. Tetapi rohnya masih tetap di Seminari, entah lewat ilmu yang ia bagikan, tetapi terutama lewat teladan hidupnya yang sederhana.
Walaupun sudah hampir seperempat abad tak bertemu, tapi saya tetap mengingat Thomas Dwi Purwanto, terutama ketika berkaitan dengan berbagai hal-hal berbau keuangan, seperti saat mengerjakan analisa bisinis sebuah perusahaan, melakukan audit keuangan, dan saban waktu ketika harus membuat laporan keuangan.
Saya tak pernah kuliah ekonomi, tetapi rupanya ilmu ekonomi, terutama Akuntansi yang diajarkan Pak Poer pada tahun 90-an masih terekam. Terimakasih Tuhan saya pernah diajar Sang Kamu Ekonomi Berjalan, Drs. Thomas Dwi Purwanto.
Kini Oppung Thomas Dwi Purwanto sudah pensiun. Tetapi rohnya masih tetap di Seminari, entah lewat ilmu yang ia bagikan, tetapi terutama lewat teladan hidupnya yang sederhana.
Walaupun sudah hampir seperempat abad tak bertemu, tapi saya tetap mengingat Thomas Dwi Purwanto, terutama ketika berkaitan dengan berbagai hal-hal berbau keuangan, seperti saat mengerjakan analisa bisinis sebuah perusahaan, melakukan audit keuangan, dan saban waktu ketika harus membuat laporan keuangan.
Saya tak pernah kuliah ekonomi, tetapi rupanya ilmu ekonomi, terutama Akuntansi yang diajarkan Pak Poer pada tahun 90-an masih terekam. Terimakasih Tuhan saya pernah diajar Sang Kamu Ekonomi Berjalan, Drs. Thomas Dwi Purwanto.
Sehat selalu ya, Oppung Poer.
Posting Komentar