Aku salut padamu, Bapak Presiden Jokowi. Strategi perangmu dalam menghadapi serangan rausan juta demonstran yang menuntut Ahok disakiti sangat jitu. Bapak memainkan strategi perang a la Jawa. Bila marah bapak hanya diam; tetapi bila sudah sangat marah hingga sakit hari, bapak akan serta merta mendekati salah satu sahabat dekat musuh dan mengundangnya makan ke istana.
Sepintas memang strategi politikmu sangat kejam. Tetapi aku sanag yakin bapak melakukan itu justru karena lawan yang bapak hadapi juga orang Jawa. Hanya saja ia seorang Jawa yang sering bicara prihatin dan memproklamirkan dirinya sebagai korban keganasan netizen.
Bapak juga sangat cerdik saat menyadari lawan politikmu bukan hanya sipil, tetapi terutama adalah para jenderal purnawirawan yang masih punya pengaruh, minimal dalam mengerahkan massa untuk memakzulkanmu. Tetapi syukurlah, hingga detik ini niat mereka tak terwujud.
Bagaimana tidak, para lawan-lawanmu justru sudah keder duluan, saat seorang presiden berperawakan kurus dan 'hanya' seorang sipil justru memporak-porandakan pengaruh mereka dengan mengunjungi markas pasukan khusus yang biasanya bertempur hingga mati membela negeri ini.
Bapak memang tak percaya Lebaran Kuda, sebuah terminologi yang dianut sang mantan, yang anaknya kini menjadi saingan sahabatmu Ahok di #PilgubDKI2017 yang akan datang. Secara ekspilisit orang yang kaugantikan itu mengatakan bahwa demo akan terus berlangsung hingga lebara kuda bila Ahok tak dinistakan di penjara.
Tentu saja tanpa bermaksud meremehkan musuh-musuhmu, yakni para perusak keharmonisan bangsa dengan mengumandangkan agama sebagai payung politik, bapak justru hanya menyiapkan senjata yang sangat tak masuk akal, yakni sebuah payung.
Bapak seperti mengatakan betapa lawan-lawan bapak itu lemah dan hanya bermodalkan mulut mereka untuk berteriak "Ganyang Ahok!" hingga berbuih dan menyemburkan air liur yang nista dan bau. Makanya aku tak heran mengapa bapak tak menyiapkan senjata laras panjang atau pistol otomatis yang biasa digunakan remaja brandalan Amerika saat membunuh anak-anak di sekolah.
Tidak. Bapak hanya menggunakan PAYUNG. Ya, sebuah payung yang biasa berfungsi melindungi kita dari teriknya mentari dan siraman air hujan. Benar saja, cuaca hari ini (2/12) bercampur aduk, mulai dari panas yang menyengat hingga hujan yang mengguyur Jakarta, termasuk di Monas, tempat bapak hadir dan menyapa para pendoa super damai itu.
Sekali lagi, semua peserta doa dan zikir atau Aksi Super Damai 212 memang meramaikan Jakarta hanya untuk berteriak, "Tangkap Ahok, Si Penista Agama Islam" hingga mulut mereka berbuih. Tentu saja bapak tak sudah kena semburan percikan ludah para pembenci Ahok yang super tega itu.
Bapak memang hebat saat menghalau mereka yang tak suka keharmonisan dan kesatuan NKRI hanya karena mereka membawa kepentingan dari donor aksi mereka hari ini.
Maka hanya dengan sebuah payung, bapak justru begitu mudah menaklukkan mereka hingga keadaan berangsur aman dan tenteram, Dengan sebuah payung itu pula bapak tetap menjadi kesucian diri, terutama memperkuat pertahanan dari serangan air liru para penuduh Ahok penista agama itu.
Hasilnya? Dalam sekejap bapak justru mampu mengambil keadaan hingga bapak menjadi bintang kehormatan di panggung yang semestinya diisi oleh ceramah-ceramah berisi teriakan pemimpin demo.
Hari ini, bapak justru mengambilalhi panggung dan bapak justru menjadi superstar yang diperhatikan media. Bapak memang cerdas mencuri perhatian media hingga seluruh mata tertuju pada bapak Jokowi.
Aku menonton demonstrasi secara live di televisi, dan terlihat sejenak olehku, bahwa Habib Rizieq berupaya mendekat dan ingin menyalami bapak disaat bapak sendiri sedang berorasi. Padahal sebelumnya, para tokoh yang tak cerdik justru menyarankan agar Bapak lah yang harus menemui Habib Rizieq.
Bapak Jokowi memang politikus ulung, yang tak mudah terhasut dari para lawan-lawan politik bapak, bahkan ketika orang yang sebelumnya meragukan keberanian bapak malah tinggal gigit jari, saat bapak masuk ke tengah kerumunan massa di lapangan.
Nyatanya bapak, melalu kharisma yang melekat di dalam diri bapak, bapak cukup hadir sejenak di tengah mereka dan menyampaikan seseuatu yang tak dibangunnya lewat pencitraan. Bapak telah membuktikan bahwa sososk Jokowi bukanlah presiden yang doyan berseru PRIHATIN dari podium dikala rakyatnya menderita atau malah ingin melengserkannya.
Bapak turun tanpa mengucapkan kalimat prihatin berulang-ulang, "Tak ada demo. Besok itu Sholat dan Zikir Bersama" saat wartawan mengklarifikasi aksi yang terjadi 212 alias 2 Desember tadi.
Ternyata bapak tak hanya mengatakan sesuatu, tetapi ia justru mewujudkan apa yang bapak katakan. Ya, itu tadi... lewat kehadiran secara nyata. Presiden Jokowi memang sangat mengagumkan. Ia bak Ir. Soekarno, Presiden pertama RI yang membuat masyarakat percaya diri dan bangga menjadi warga Indonesia.
Terimakasih, sang presiden.
Posting Komentar