Sekitar 5 menit kami bertegur sapa. Lalu masuk bareng-bareng masuk pesawat. Pastor Haris duduk di kursi 5A dan aku di kursi 6F. Sepanjang perjalanan aku bercerita asyik dengan seorang Manado bernama Henry hingga tak terasa sudah tiba di denpasar pulu 23.50 WITA.
Aku dengan bangga bercerita ke teman orang Manado asal Kendari tadi bahwa orang yang tertidur ngorok di depan sebelah kanan, tepatnya di kursi 5B itu itu seorang pastor. Kebetulan saja Henry mengatakan bahwa ia seorang Katolik. Jadi wajar saja aku memperkenalkan pastor kepadanya.
Ketika aku bilang Haris seorang pastor, Henry malah tak percaya, "Masak sih? Betul kau kawan. Tak ada tampang pastor kah," katanya sembari kami terbahak bersama.
"Baru tahu dia," pikir dalam hati. Ya, memang begitulah aku mengenal Haris sejak pertama kali. Sosoknya sangat pelit bicara. Bahkan kalau orang belum mengenalnya, bisa saja tersinggung dan kehabisa kata-kata untuk memulai perbincangan dengannya.
Ketika sama-sama turun dari pesawat, kami duduk di bus yang sama menuju pintu keluar bandara. Bahkan kami masih sama-sama ke toilet bandara sebelum berpisah karena aku harus membereskan bagasiku.
Esok harinya, saat aku dan kekasih naik taksi, secara tak sengaja aku melihatnya sedang jalan keluar dari toko di bilangan Jalan Tuban Raya, Kuta. Lagi-lagi aku memperkenalkan Haris dari jauh kepada kekasih tadi bahwa orang yang sedang jalan itu Pastor Haris Osc.
Anda tahu, jawabannya apa? Ia persis mengatakan apa yang dikatakan Henri saat di pesawat, "Masak sih sayang? Kok enggak ada tampang ya," lagi-lagi kami sama-sama tertawa di dalam taksi menuju hotel, tempat aku nginap.
*****
Jaman ini memang rada terbalik-balik. Mereka yang bukan pastor malah sering lebih cocok jadi pastor. Sebaliknya, mereka yang bertampang preman, sangar dan pendiam ternyata bukan seorang preman, melainkan seorang pastor.
Ceita tentang Haris tadi memang hanya salah satu pengalaman yang menarik bagiku. Beberapa kali aku jalan dengan pastor orisinal, eh umat yang melihatnya malah menyapaku dengan "pastor" dan si pastor tadi dengan "mas" atau "abang".
Tak hanya itu, di Fesbuk ini pun aku sering dipanggil frater atau pastor. Padahal sudah puluhan kali kukatakan kalau aku bukan pastor.
Mengapa bisa begitu ya? Mungkin saja karena gambaran tentang sosok pastor, pendeta, pandita, ustadz, dst di jaman ini masih menganut pola tradisional dan konservatif.
Misalnya, bagi orang Katolik, seorang pastor itu harus eye catching, ramah dan hangat, pola pikir yang terbuka, bersahabat lintas batas perbedaan, berpenampilan sederhana, dan tak menggunakan Iphone terbaru atau mobil produk teranyar.
Atau minimal, seorang pastor itu harus seperti suster biarawati yang selalu mengenakan jubah dan terlihat sangat nyaman dengan jubahnya.
Kini para pastor memang sudah mulai melepas satu per satu identitas luar itu. Jangankan jubah, kolar putih yang biasa melingkar di keras bajunya pun sudah tak mereka kenakan lagi.
Kalau saya sih sangat maklum dengan situasi ini. Tentu saja, karena aku pernah sekolah di Seminar dan belajar filsafat dan teologi seperti mereka. Tetapi untuk mayoritas awak Katolik, hampir pasti penampakan mereka saat ini tak ada bedanya dengan mayoritas masyarakat awam pada umumnya.
Artinya, karena aku mengenal Pastor Haris A Osc sejak lama, maka aku sangat paham dengan sikap dan penampilannya. Itu memang Haris banget. Aku tahu dia baik, bahkan sangat baik karena ia sosok yang selalu berpikir positif terhadapa orang lain.
Buktinya, setelah beberapa kali kusapa, akhirnya aku tahu kalau di ke Kuta untuk rapat Komisi Iuris Regio Jawa-Bali. Coba kalau enggak kusapa, dan kubiarkan jalan sendiri, bisa-bisa aku curiga dia ke Bali itu untuk rekreasi saja.
Karena aku punya inisiatif, akhirnya ia memberikan nomor Ponselnya dan ia berjanji akan membantuku untuk sesuatu hal penting yang kuminta.
Tampang boleh sangar tetapi gaya bicaranya selalu lembut, style boleh kayak preman atau bahkan wajahnya eman-eman, tetapi ia memiliki kehangatan seorang bapa saat disapa.
Pastor Haris Anjaya OSC hanyalah salah satu pastor yang tampil dengan keunikannya, tetapi penampilannya yang sangat merakyat bisa jadi adalah caranya untuk tetap berbaur dengan umat tanpa mempertontonkan statusnya sebagai pastor.
Terimakasih Pastor Haris A Osc. Sukses untuk acaranya, dan selamat jalan kembali ke Karawang, Jawa Barat.
Lusius Sinurat
Posting Komentar