GMKA yang beralamat di Jl. Tentara Pelajar, Kerep, Panjang, Ambarawa, Panjang, Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah ini memang tergolong unik. Masyarakat sekitar yang berbeda agama justru merasa memiliki GMKA. Betul, masyarakat di sekitar turut serta merawat, bahkan mencari rejeki di sekitar GMKA.
Lihatlah, persis di depan gerbang masuk GMKA terdapat pasar kuliner yang mungil tetapi artistik. Pasar kuliner ini dibangun oleh pihak pengelola GMKA. Sejauh ini pecelnya Simbok Mariatun yang tak terlupakan.
Simbok Mariatun emang jagonya tuh bikin pecel. Pecel Simbok Mariatun pokona mah ngeunah pisan.. uenak tenan. Di usianya tergolong sudah ujur, Simbok Mariatun memang cukup lama meracik pecalnya, tetapi tak jadi soal bagi pembelinya, karena nikmatnya yang segera mengusir galau saatu menunggu.
Seorang Romo Diosesan yang melayani di GMKA memang pernah bilang, "Mas, kalau sudah berdoa, mbo ya jangan lupa makan ya. Makanan akeuh tenan di depan. Ada pecel enak loh."
Seorang Romo Diosesan yang melayani di GMKA memang pernah bilang, "Mas, kalau sudah berdoa, mbo ya jangan lupa makan ya. Makanan akeuh tenan di depan. Ada pecel enak loh."
Karena sudah beberapa kali ke sana, aku langsung paham yang dimaksud romo. Itu pasti warung pecel simbok Mariatun. Apalagi aku sudah sekitar lima kali aku ke GMKA. Kunjugan pertama dan kedua datang dari Bandung, kunjugan ketiga dan seterusnya datang dari Semarang.
Setiap kali ke GMKA ritual yang saya lakukan hampir selalu sama, yakni berdoa di depan Gua, dilanjutkan Jalan Salib, dan diakhiri dengan meditasi sejenak di Kapel Sakramen Mahakudus. Ini baru perjalanan rohaninya. Sementara perjalanan duniawi saya lakukan dengan makan Pecel di warung Simbok Mariatun.
Setiap kali ke GMKA ritual yang saya lakukan hampir selalu sama, yakni berdoa di depan Gua, dilanjutkan Jalan Salib, dan diakhiri dengan meditasi sejenak di Kapel Sakramen Mahakudus. Ini baru perjalanan rohaninya. Sementara perjalanan duniawi saya lakukan dengan makan Pecel di warung Simbok Mariatun.
Asal tau saja, biasanya GUA MARIA, sebagai tempat peziarahan hampir pasti disertai dengan fasilitas jalan salib, dan kapel untuk Ekaristi. Namanya jalan salib, maka tempat yang paling pas ya di areal berbukit, biar forma et materia-nya sama dengan Jalan Salib Yesus di Bukit Golgota.
Melwati 12 hingga 14 perhentian kita pasti lelah dan lapar. Nah, di sini letak pintarnya pengelola GMKA dengan melibatkan masyarakat setempat, entah sebagai petugas kebersihan, satpam, tukang parkir, penjual barang-barang rohani, dan paling penting adalah pengelola warung makanan khas Ambarawa.
Di titik inilah pentingnya Simbok Mariatun. Dia seakan menjadi perhentian terakhir dari prosesi peziarahan tadi. Sebab, sebagai imitatio Mariae alias maria-maria yang lain, Simbok Mariatun hadir lewat hidangan penghalau rasa lapar. Belum lagi suhu udara yang relatif dingin, wow... makan pun jadi nikmat.
Begitulah dimensi rohani selalu intim dengan dimensi duniawi. Keduanya harus terpenuhi, tapi harus seimbang. Jangan seperti Bangsa Israel yang kekenyangan setelah menerima manna dari Yahwe hingga malah berjalan menuju Kanaan.
Kata Yesus, "Cari dahulu Kerajaan Allah, maka yang lain akan ditambahkan." Yesus tak bermaksud agar kita cukup hanya berteriak memanggil Tuhan dalam kevakuman kita. Dalam pemahaman liguistik, kita tahu bahwa kata kerja (v) "mencari" bukan berarti melulu hanya berteriak memanggil Allah sementara kita hanya berdiam diri, sembari sesekali bertepuk tangan, bernyanyi, dan komat-kamit berbasa roh.
Pendeknya, hidup itu harus berjalan dalam sinergitas, baik dengan diri sendiri, tetapi tantapi terutama dengan sesama. Maka Tuhan akan sedih disaat ada pengikutNya yang justru membakar rumah ibadah agama lain persis setelah ia berdoa dan sembahyang.
Tuhan juga akan sedih dan marah disaat orang melakukan kekerasan sembari meneriakkan namaNya, atau menista sesamanya justru dengan melakukan tindakan yang jauh lebih nista dari yang dituduhkannya.
Betapa sedihnya Tuhan, disaat seseorang menjadi pemimpin sembahyang di bait-Nya namun justru mengajak umat Allah menghunus pedang meniadakan yang lain. Betapa pilunya hati Tuhan, disaat para pimam-Nya justru menawarkan surga bagi pengikutnya di dunia sembari lupa bahwa hal itu adalah haknya Allah.
Lusius Sinurat
Posting Komentar