Orang Batak Toba menyebut "sursar" untuk keadaan yang hancur berantakan. Kata ini memang jarang dipakai dalam percakapan sehari-hari. Bisa jadi ini akibat dosa pencipta lagu "Anak Medan" yang sayangnya sangat diminati di setiap acara adat atau acara apa saja di Sumut.
Jelas sekali dalam syairnya ada kata kata "sursar", hanya saja menggunakan bahasa Indonesia khas Medan, yakni "hassur" (pelafalan untuk hancur). Tentu saja, karena lagu ini bukan bahasa daerah, tapi bahasa prokem medan.
Banyak alasan yang mengakibatkan hancurnya relasi dalam sebuah kelompok, pertemanan, business partnership, bahkan dalam sebuah negara.
Sebaikny kita tidak selalu menyalahkan setan saat terjadi kekacaubalauan dalam hidup, termasuk dalam relasi dan bisnis. Sebab alasan sesungguhnya adalah Niat yang dibangun dan besaran kepentingan yang diinginkan adalah alasan utamanya. Sayangnya, ketika relasi itu sursar alias hancur berantakan, lalu kita langsung tergesa-gesa menyalahkan setan .
Padahal setan tak urun rembug ketika Anda menghianati pertemanan atau anggota keluarga kita sendiri. Setan pun tak ikut Anda libatkan bahkan memberi paraf ketika Anda dan mitra Anda membangun sebuah kesepakatan (deal) bisnis.
Maka jangan salahkan setan ketika seorang istri polisi memutilasi bayinya. Juga jangan salahkan setan, misalnya ketika seorang dosen Matematika yang Anda anggap pintar berhitung justru tak bisa menghitung jumlah orang yang ditipunya.
Atau, ketika dosen tadi ingin menaikkan cum-nya lewat buku justru namun melupakan tanggung jawabnya membayar editor bukunya, maka hal itu bukanlah karena ulah setan yang membuatnya kalah saat berjudi., melainkan yngkapa dirny
Tentu saja tidak cocok cara itu. Sebagai seorang pengajar ia tak boleh menipu. Sebagai seorang pendidik ia harus memberi teladan. Persoalannya setan tak kuliah hingga S2 seperti dia.
Lagipula, setan tak mungkin menjadi dosen matematika, karena setan sering salah perhitungan.
Lantas mengapa kita terlalu mudah menyalahkan setan untuk semua tindakan konyol kita? Ini biasa dilakukan oleh orang yang merasa diri beragama. Setan itu hanya bahasa agama yang menunjuk pada sebuah entitas yang tak kelihatan dan menggiring manusia melawan kehendak Allah.
Orang beragama terlalu mudah meng-konversi setiap kesalahannya sebagai ulah setan. Penyangkalan terhadap kesepakatan bisnis, urusan utang piutang dan teknis pembayaran yang tak sesuai dengan kesepakatan sering dituduh karena ulah setan.
Padahal Anda malah lupa sama setan disaat duduk bersama membuat kesepakatan itu. Maka ketika akhirnya situasi dan relasi menjadi rusak sebagai akibat dari hancurnya hidup Anda tak boleh serta merta menyalahkan setan.
Saya teringat dengan seseorang penjudi yang selalu sujud syukur kepada Tuhan saat menang, tapi akan mengumpat setan disaat kalah. Padahal semua orang tahu bahwa judi sendiri tak bisa dibenarkan.
Penghianatan dan kebohongan adalah inisiatif kita sendiri. Maka kehancuran hidup pun justru merupakan pilihan hidup kita sendiri secara sadar.
Sebab sesungguhnya kita selalu mampu memilih untuk melakukan hal yang benar atau hal yang salah. Dan ketika akhirnya seseorang memilih melakukan penipuan sekaligus penyangkalan pada suara hati hingga mengecewakan banyak orang, maka ia sendiri adalah setan bagi dirinya.
Sebab Allah memberi kita kebebasan untuk memilih, entah baik atau buruk, tetapi serentak kita juga diberi kemampuan untuk menghindari hal-hal buruk dan memilih hal-hal yang dengan Tuhan dan sesama.
Sebab "sursar/sega-ni parngoluan" (kehancuran hidup) merupakan pilihan kita. Sementara setan hanya menyiapkan kita tempat untuk membantu agar hidup kita tetap sursar di kediaman yang ia sediakan.
#ObrolanSambilNgopiSoreIni
Posting Komentar