Foto: Koleksi Pribadi Lusius Sinurat |
Seorang staf tiba-tiba menjelek-jelekkan pimpinannya, "Pimpinan kita telah telah memanfaatkan sumbangan sebuah yayasan pendidikan demi membangun sebuah tempat ibadah. Makanya beliau tak lagi punya wibawa dihadapan pengikutnya, terutama kami yang secara langsung berada didalam strukturnya," katanya dalam satu pertemuan formal.
Para pendengarnya cuma diam tak merespons. Sebab pendengarnya memang tak butuh gosip murahan. Belum lagi, gosip itu bernada "tuduhan" sepihak dan dikatakan oleh orang yang juga bagian dari kepemimpinan di organisasi itu.
Nyatanya, ada beberapa cara seseorang untuk menaikkan statusnya, mencari perhatian, atau meminta dukungan dari massa yang dianggapnya pro dia, tetapi cara membangun opini yang salah lewat gosip (yang bernada menjelek-jelekkan pimpinannya) bukanlah cara terbaik untuk menaikkan status seseorang dalam organisasi.
Faktanya, kesatuan (unitas) korps sangat penting dalam menjaga keharmonisan dalam sebuah organisasi, entah perusahaan, komunitas, bahkan organisasi keagamaan, apalagi di era keterbukaan informasi sekarang ini.
Andai saja seseorang menggosipkan tentang kerapuhan organisasi, sementara dia ada di dalamnya, maka sesungguhnya ia tak layak di dalam organisasi itu. Ia harus keluar dan mendirikan organisasinya sendiri, atau malah dikeluarkan secara tidak terhormat.
Mengapa? Karena orang tersebut pasti memiliki keinginan pribadi, entah supaya dianggap sebagai 'penyelamat', orang paling bersih dan kinerjanya paling hebat, dan hampir pasti di dalam hatinya ia ingin menjadi numero uno dan segera menggantikan bos.
Hasrat pada kekuasaan memang selalu menggoda, tanpa terkecuali bagi para tokoh agama. Apalagi di jaman ini, agama adalah salah satu "iklan" yang bisa dimainkan dalam menggapai kekuasaan.
Lihatlah banyaknya pondok pesantren yang nyeleneh, sekte-sekte gereja yang menjual kiamat, dan berbagai jenis "bisnis" yang oleh mereka laku di pasaran.
Betapa pentingnya upaya menjaga kesatuan lewat kesetiaan pada korps. Andai sebaliknya yang terjadi, maka orang-orang tadi akan serta-merta merugikan korps atau lembaga yang memberinya makan.
Tak heran ketika Presiden Joko Widodo akhirnya memecat menteri-menterinya yang merusak kesatuan dan mengganggu kinerja kabinetnya.
Apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi perlu ditiru, yakni memecat bawahan yang merusak keharmonisan sesama anggota korps. Sebab, keharmonisan itu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dan hasil yang hendak dicapai bersama dalam sebuah organisasi.
Posting Komentar