"Father, do you remember me?" kataku sambil menggenggam erat tangannya.
"Of course I remember you, but I'm not too sure. Give me some time," katanya dengan mata menyapu wajahku, dan tak lama kemudian beliau melanjutkan,
"Lu.....Lu...", katanya seakan menutupi ketuaannya.
"Lusius, Father," jawabku untuk memudahkan ingatannya.
"Ya..ya..ya. Now, I remember you. Lusius Sinurat, isn't it?" jawabnya dengan senyum khasnya. Aku memeluknya dan beliau pun menepuk pundakku.
Inilah sosok Anselmus dengan nama lengkapnya Pastor Anselmus Mahulae M.Sc, OFM Cap. Sebagai imam Katolik, ia adalah pribadi yang hangat dan hidupnya sangat sederhana.
"Lusius, Father," jawabku untuk memudahkan ingatannya.
"Ya..ya..ya. Now, I remember you. Lusius Sinurat, isn't it?" jawabnya dengan senyum khasnya. Aku memeluknya dan beliau pun menepuk pundakku.
Inilah sosok Anselmus dengan nama lengkapnya Pastor Anselmus Mahulae M.Sc, OFM Cap. Sebagai imam Katolik, ia adalah pribadi yang hangat dan hidupnya sangat sederhana.
Anselmus Yang Kukenal
Entah kenapa sosok ini begitu melekat di kepala banyak umat yang pernah dilayaninya, terutama para alumni alias Mantan Seminari Christus Sacerdos Pematangsiantar pada kurun waktu tertentu.
Aku tak tahu persis kemana saja Pastor Anselmus sejak tahun 1997. Hanya saya dengar-dengar, mantan Direktur Seminari Menengah Christus Sacerdos ini pernah bertugas di Magister di Post Novis Kapusin di Biara Emaus Helvetia, Pastor Paroki Medan Timur, dan kini kembali ke Helvetia sebagai pastor Rekan di Paroki Padre Pio Helvetia Medan.
Karena hidupku lebih banyak di Pulau Jawa maka aku sangat jarang bertemu pater yang tetap kukagumi ini. Setelah periode 1993-1997 aku baru dua kali bertemu langsung dengan Pastor Anselmus, dan tadi pagi (29/10/2016) adalah pertemuan kedua kami.
Aku tak tahu persis kemana saja Pastor Anselmus sejak tahun 1997. Hanya saya dengar-dengar, mantan Direktur Seminari Menengah Christus Sacerdos ini pernah bertugas di Magister di Post Novis Kapusin di Biara Emaus Helvetia, Pastor Paroki Medan Timur, dan kini kembali ke Helvetia sebagai pastor Rekan di Paroki Padre Pio Helvetia Medan.
Karena hidupku lebih banyak di Pulau Jawa maka aku sangat jarang bertemu pater yang tetap kukagumi ini. Setelah periode 1993-1997 aku baru dua kali bertemu langsung dengan Pastor Anselmus, dan tadi pagi (29/10/2016) adalah pertemuan kedua kami.
Hari ini memang sedang beliau sedang mempersembahkan Misa bagi siswa-siswi SMP dan SMA Free Metodis Helvetia Medan di selasar nan sempit di gedung sekolah tersebut.
Secara kebetulan, sehari sebelumnya aku bertemu dengan beberapa imam Kapusin di Pangururan. Ada Pastor Nelson Sitanggang OFM Cap, Pastor Ivan Siallagan OFM Cap, Pastor Masseo Sitepu OFM Cap, dan Pastor Eulio Sihombing OFM Cap.
Karena sudah sekian lama tak bersua, terutama dengan angkatanku Pastor Ivan Siallagan, kami pun bertutur penuh nostalgia di Pastoran Pangururan. Nostalgia tentang Pastor Anselmus adalah salah satu di antaranya.
Anselmus Dalam Penuturan Mantan Muridnya
Berbagai kisah menarik dan berbagai pengalaman pribadi tentang pertemuan dengan Pastor Anselmus mengalir begitu saja dalam alunan tawa kami berlima di ruang makan Pastoran Pangururan.
Tak kalah menariknya adalah kisah-kisah menarik sekaligus "menyeramkan" tentang betapa kakunya Pastor Anselmus saat menjadi Direktur Seminari kala itu.
"Aku pernah nyaris di-ekkes (dikeluarkan) oleh Pastor Anselmus, hanya gara-garau aku tak ijin pulang berziarah ke makam kakak saya. Wow, waktu di meja pengadilan di ruang kerjanya, aku hanya bisa minta maaf, memohon penuh harap agar aku tidak diekkes," turut Masseo Sitepu yang kini bertugas sebagai Pastor Paroki Pangururan.
"Terus kok pastor bisa lolos saat itu? Bukankah setiap seminaris yang menghadap Pastor Anselmus hampir pasti akan out dari seminari?" tanyaku penasaran.
"Ya itu tadi. Aku sudah tahu triknya. Pastor Anselmus itu kan psikolog yang sangat cerdas, walaupun agak kaku. maka aku bicara dengan sangat hati-hati saat mengutarakan pendapat dan ungkapan hatiku, bahwa aku tak mau diekkes.
Sebetulnya, menaklukkan Anselmus itu mudah. Kamu cukup bertutur dengan jujur," lanjut Masseo Sitepu.
Kendati banyak juga angakatanku yang 'sombong' hingga salah omong saat berada di "ruang persidangan", di meja Sang Direktur kita ini. Misalnya ada teman angkatanku yang menjawab 'Terserah pastor saja!' atau 'Ya sudah kalau begitu!' saat Pastor Anselmus bertanya tentang keputusan yang diambilnya.
Untung saja ada senior kita yang memberi 'wasiat' ini sebelumnya, 'Kalau suatu saat kamu masuk Pleno (ibarat seorang terdakwa), maka kamu cukup jujur sama si KeyBoy (nama sandi seminaris untuk Pastor Anselmus). Itu dijamin manjur.'
Nasihat itulah yang kuterapkan. Benar saja, aku tak mau bilang kalau aku tak mau keluar dan masih ingin menjadi seorang Pastor Fransiskan. Syukur kepada Tuhan, cita-citaku terkabul.
Tak kalah menariknya adalah kisah-kisah menarik sekaligus "menyeramkan" tentang betapa kakunya Pastor Anselmus saat menjadi Direktur Seminari kala itu.
"Aku pernah nyaris di-ekkes (dikeluarkan) oleh Pastor Anselmus, hanya gara-garau aku tak ijin pulang berziarah ke makam kakak saya. Wow, waktu di meja pengadilan di ruang kerjanya, aku hanya bisa minta maaf, memohon penuh harap agar aku tidak diekkes," turut Masseo Sitepu yang kini bertugas sebagai Pastor Paroki Pangururan.
"Terus kok pastor bisa lolos saat itu? Bukankah setiap seminaris yang menghadap Pastor Anselmus hampir pasti akan out dari seminari?" tanyaku penasaran.
"Ya itu tadi. Aku sudah tahu triknya. Pastor Anselmus itu kan psikolog yang sangat cerdas, walaupun agak kaku. maka aku bicara dengan sangat hati-hati saat mengutarakan pendapat dan ungkapan hatiku, bahwa aku tak mau diekkes.
Sebetulnya, menaklukkan Anselmus itu mudah. Kamu cukup bertutur dengan jujur," lanjut Masseo Sitepu.
Kendati banyak juga angakatanku yang 'sombong' hingga salah omong saat berada di "ruang persidangan", di meja Sang Direktur kita ini. Misalnya ada teman angkatanku yang menjawab 'Terserah pastor saja!' atau 'Ya sudah kalau begitu!' saat Pastor Anselmus bertanya tentang keputusan yang diambilnya.
Untung saja ada senior kita yang memberi 'wasiat' ini sebelumnya, 'Kalau suatu saat kamu masuk Pleno (ibarat seorang terdakwa), maka kamu cukup jujur sama si KeyBoy (nama sandi seminaris untuk Pastor Anselmus). Itu dijamin manjur.'
Nasihat itulah yang kuterapkan. Benar saja, aku tak mau bilang kalau aku tak mau keluar dan masih ingin menjadi seorang Pastor Fransiskan. Syukur kepada Tuhan, cita-citaku terkabul.
Persoalannya, banyak teman yang sebetulnnya masih ingin melanjutkan studi di Seminari tapi karena salah omong akhirnya diekkes oleh Pastor Anselmus," tutur Masseo sambil menirukan gaya Pastor Anselmus.
Lain lagi dengan Pator Ivan Siallagan yang juga imam Kapusin seperti Pastor Anselmus. Dia cerita tentang ketakutannya sama Pater Anselmus.
"Berpapasan dengan Pastor Anselmus adalah hal paling menakutkan selama di Seminari. Bagaimana tidak? Ketika kita menyapanya, beliau hanya menjawab, 'Hmmm...'. Juga ketika kita memberinya senyum manis, dia hanya membalas dengan senyum minimalis," kata Ivan diiringi tawa kami yang memenuhi ruang makan pastoran itu.
Itulah Anselmus, sosok pastor asal Parlilitan yang sepanjang kukenal adalah sosok imam yang mengagumkan.
Nama Sandi "Key Boy"
Tampaknya nama sandi "Key Boy" yang disematkan oleh para seminaris kala itu sangatlah tepat. Key Boy sering diplesetkan sebagai "kunci anak lelaki", tepatnya "dia yang memegang kunci atas nasib anak-anak seminari".
Nama sandi yang memang biasa dilakukan para seminaris secara spontan rasanya tak salah juga. Buktinya, selama menjabat Direktur Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar, salah satu tugas Pastor Anselmus adalah menjadi hakim penentu atas nasib para seminaris yang memang semuanya laki-laki.
Sebagai pemegang kunci, dalam setiap Pleno yang biasa dilakukan menjelang kenaikan kelas, Pastor Anselmus punya Hak Vote untuk menentukan nasib si terdakwa: tetap melanjutkan studi di Seminari, boleh melanjutkan studi di Seminari dengan syarat tertentu, atau malah harus angkat kaki dari Seminari.
Asal tahu saja, Anselmus tak peduli apakah seminaris yang dikelurkan itu anak adiknya, saudara jauhnya, anak temannya, atau bahkan murid kesayanganya sekalipun. Ia tak kenal nepotisme. Ia juga tak menyukai koncoisme, apalagi suap. Nyatanya, ia selalu jauh dari gosip dan tak sekalipun terdengar ia melanggar ikrar tahbisannya.
Lain lagi dengan Pator Ivan Siallagan yang juga imam Kapusin seperti Pastor Anselmus. Dia cerita tentang ketakutannya sama Pater Anselmus.
"Berpapasan dengan Pastor Anselmus adalah hal paling menakutkan selama di Seminari. Bagaimana tidak? Ketika kita menyapanya, beliau hanya menjawab, 'Hmmm...'. Juga ketika kita memberinya senyum manis, dia hanya membalas dengan senyum minimalis," kata Ivan diiringi tawa kami yang memenuhi ruang makan pastoran itu.
Itulah Anselmus, sosok pastor asal Parlilitan yang sepanjang kukenal adalah sosok imam yang mengagumkan.
Nama Sandi "Key Boy"
Tampaknya nama sandi "Key Boy" yang disematkan oleh para seminaris kala itu sangatlah tepat. Key Boy sering diplesetkan sebagai "kunci anak lelaki", tepatnya "dia yang memegang kunci atas nasib anak-anak seminari".
Nama sandi yang memang biasa dilakukan para seminaris secara spontan rasanya tak salah juga. Buktinya, selama menjabat Direktur Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar, salah satu tugas Pastor Anselmus adalah menjadi hakim penentu atas nasib para seminaris yang memang semuanya laki-laki.
Sebagai pemegang kunci, dalam setiap Pleno yang biasa dilakukan menjelang kenaikan kelas, Pastor Anselmus punya Hak Vote untuk menentukan nasib si terdakwa: tetap melanjutkan studi di Seminari, boleh melanjutkan studi di Seminari dengan syarat tertentu, atau malah harus angkat kaki dari Seminari.
Asal tahu saja, Anselmus tak peduli apakah seminaris yang dikelurkan itu anak adiknya, saudara jauhnya, anak temannya, atau bahkan murid kesayanganya sekalipun. Ia tak kenal nepotisme. Ia juga tak menyukai koncoisme, apalagi suap. Nyatanya, ia selalu jauh dari gosip dan tak sekalipun terdengar ia melanggar ikrar tahbisannya.
Anselmus dan Anak-anak Kekinian
Dulu dan kini, sosok Pastor Anselmus tak ada bedanya. Kepolosan dan ketulusannya masih sama; dan kecerdasannya tetap saja tak bisa ia sembunyikan dari mimik wajahnya. Beliau adalah sosok imam yang sangat cerdas. Bahkan tak satu seorang mantan muridknya di Seminari pun yang mengatakan hal sebaliknya.
Sepintas memang beliau terlihat kaku dan senyum seadanya. Tetapi sesungguhnya Pastor Anselmus tak sekaku di Seminari saat ia menjadi pastor paroki.
Misa tadi pagi adalah salah satu contoh nyata di mana "kekakuan" yang diidentikkan dengannya seakan sirna, tepatnya saat beliau mepersembahkan Perayaan Ekaristi di kepada siswa-siswi SMP dan SMA Free Metodis Helvetia Medan.
Sebagai salah satu umat yang hadir tadi pagi, aku menyaksikan sendiri betapa Pastor Anselmus adalah motivator yang bertutur dengan lentur, menyampaikan kotbah secara bernats dengan pemilihan kata yang ciamik saat menyampaikan kotbahnya di sekolah swasta tersebut.
Pastor Anselmus memulai homilinya dengan kisah menarik seorang anak bernama Andy di Oklahoma.
"Setiap hari Andy selalu menyempatkan diri 3-5 menit ke gereja sebelum ia melanjutkan perjalanan ke sekolah. Setelah sekian lama, seorang pastor di paroki itu penasaran dengan apa yang dilakukan Andy," sapanya memulai homilinya.
Setelah membuntuti Andy sekian kali, sang pastor pun tertegun dan kagum saat ia tahu kalau Andy itu selalu berdoa dan pamit kepada Yesus sebelum sekolah," tutur Pastor Anselmus memulai kotbahnya dengan mimik yang menarik bagi anak-anak remaja di hadapannya.
Tentu saja siswa-siswi SMP dan SMA yang ikutan Misa penasaran dengan lanjutan kotbah Pastor Anselmus, tapi karena ini perayaan suci anak-anak tak berani mengungkapkan rasa penasarannya secara demonstratif. Hanya ekspresi wajah mereka terlihat sedang penasaran.
"Mau tahu kisah lanjutannya?" tanya Pastor Anselmus untuk memuaskan rasa penasaran anak-anak itu.
Setelah membuntuti Andy sekian kali, sang pastor pun tertegun dan kagum saat ia tahu kalau Andy itu selalu berdoa dan pamit kepada Yesus sebelum sekolah," tutur Pastor Anselmus memulai kotbahnya dengan mimik yang menarik bagi anak-anak remaja di hadapannya.
Tentu saja siswa-siswi SMP dan SMA yang ikutan Misa penasaran dengan lanjutan kotbah Pastor Anselmus, tapi karena ini perayaan suci anak-anak tak berani mengungkapkan rasa penasarannya secara demonstratif. Hanya ekspresi wajah mereka terlihat sedang penasaran.
"Mau tahu kisah lanjutannya?" tanya Pastor Anselmus untuk memuaskan rasa penasaran anak-anak itu.
"Ya pastor," jawab anak-anak bersemangat.
"Saat berbincang di pintu keluar gereja dengan pastor, Andy memang tak menyebut nama Yesus, tetapi ia mengatakan 'Aku cuma bertemu dan pamit kepada sahabatku, pastor'. Andy, seorang bocah Sekolah Dasar itu memang menganggap Yesus sebagai sahabatnya; dan ia memang berlaku sebagai sahabat yang baik bagi Yesus.
Hingga suatu ketika, Andy mengalami kecelakaan hingga meninggal. Kejadian itu justru terjadi setelah ia melakukan kebiasaannya bertemu Sahabatnya tadi.
"Saat berbincang di pintu keluar gereja dengan pastor, Andy memang tak menyebut nama Yesus, tetapi ia mengatakan 'Aku cuma bertemu dan pamit kepada sahabatku, pastor'. Andy, seorang bocah Sekolah Dasar itu memang menganggap Yesus sebagai sahabatnya; dan ia memang berlaku sebagai sahabat yang baik bagi Yesus.
Hingga suatu ketika, Andy mengalami kecelakaan hingga meninggal. Kejadian itu justru terjadi setelah ia melakukan kebiasaannya bertemu Sahabatnya tadi.
Tahu apa yang terjadi berikutnya?" tanya Pastor Anselmus membuat penasaran anak-anak yang mendengarkan homilinya.
"Ketika Andy kecelakaan dan meninggal, tak satu pun yang menyaksikannya. Tetapi entah oleh siapa, tiba-tiba jenazahnya sudah diantarkan ke rumah orangtuanya. Orang tersebut hanya mengaku 'seseorang yang mengaku sahabatnya' sembari menitipkan pesan ini,
'Andy adalah sahabatku, dan mulai hari ini ia akan tinggal bersamaKu'. Adalah pastor yang biasa memperhatikan Andy yang memberitahu kepada orangtuanya bahwa yang dikatakan Sahabat oleh Andy itu adalah Yesus sendiri," tutur Anselmus sebelum menyimpulkan isi kotbahnya.
***
Sekali lagi, itulah Pastor Anselmus yang mampu beradaptasi dengan cepat. Beliau adalah sosok yang sebetulnya lentur dalam bertutur dan mampu bertutur sesuai dengan 'kelas' pendengarnya, kendati ia tak suka basa-basi, apalagi melakukan sesuatu yang baginya terasa tak pasti.
Kendati di usianya yang telah mendekati usia pensiun, tetapi ingatannya masih menakjubkan. Ia bahkan masih terlihat seperti dulu, dan ekspresinya masih seperti dulu: apa adanya, kendati ia tak lagi menjadi sosok imam yang minim senyum.
Terimakasih untuk pertemuan ini, Pater Anselmus Mahulae, M.Sc OFM Cap.
"Ketika Andy kecelakaan dan meninggal, tak satu pun yang menyaksikannya. Tetapi entah oleh siapa, tiba-tiba jenazahnya sudah diantarkan ke rumah orangtuanya. Orang tersebut hanya mengaku 'seseorang yang mengaku sahabatnya' sembari menitipkan pesan ini,
'Andy adalah sahabatku, dan mulai hari ini ia akan tinggal bersamaKu'. Adalah pastor yang biasa memperhatikan Andy yang memberitahu kepada orangtuanya bahwa yang dikatakan Sahabat oleh Andy itu adalah Yesus sendiri," tutur Anselmus sebelum menyimpulkan isi kotbahnya.
***
Sekali lagi, itulah Pastor Anselmus yang mampu beradaptasi dengan cepat. Beliau adalah sosok yang sebetulnya lentur dalam bertutur dan mampu bertutur sesuai dengan 'kelas' pendengarnya, kendati ia tak suka basa-basi, apalagi melakukan sesuatu yang baginya terasa tak pasti.
Kendati di usianya yang telah mendekati usia pensiun, tetapi ingatannya masih menakjubkan. Ia bahkan masih terlihat seperti dulu, dan ekspresinya masih seperti dulu: apa adanya, kendati ia tak lagi menjadi sosok imam yang minim senyum.
Terimakasih untuk pertemuan ini, Pater Anselmus Mahulae, M.Sc OFM Cap.
Posting Komentar