"Bayangkan lae lah, 1% dari 35 trilyun, berapa itu? Taruh 6 bulan di bank saja udah berapa bunganya itu? Lae hitung sajalah berapa itu, kata pendeta H Simanjuntak bersemangat.
"Aku tidak mengerti. Uang itu untuk apa, tepatnya untuk siapa dan dari siapa?" tanyaku bak gaya wartawan amatiran.
"Tentu saja uang itu berasal dari pemerintah dan pengembang. Maka tak heran bila semua orang di daerah ini, termasuk para tokoh politik dan agama sedang berlomba-lomba memperjuangkan agar mega proyek ini jadi, dengan alasan kecintaan maupun alasan kepentingan.
Jadi kalau Anda mau mendapat dana yang lebih besar, maka Anda harus berjuang lebih gigih, mulai dengan pendekatan kepada pemimpin gereja dan pemimpin agama pada umumnya," jelas salah satu satu pejabat penting gerejanya itu.
"Untuk apa melibatkan gereja?" tanyaku dengan mimik sama sekali tak mengerti apa yang ia perbincangkan.
"Loh, Anda jangan lupa. Di Sumut ini, gereja sangat memengaruhi megaproyek pemerintah ini. Bagaimana tidak, 6 dari 7 kabupaten yang ikutan megaproyek ini dihuni mayoritas umat kami. Jangan lupa juga bahwa pemimpin dari daerah itu hampir semua adalah sintua atau pengurus di gereja kami. Mereka lebih patuh pada pimpinan gereja kami daripada gubernur," tambahnya bersemangat.
"Kayaknya itu versi Anda saja, pak pendeta. Lagian keberadaan gereja itu kan cuma iklan doang. Bukankah gereja mudah disusupi hingga kehilangan kendali untuk bersatu? Buktinya gereja Anda pernah tuh dipecah pemerintah hingga terbelah dalam beberapa kelompok?
Bagaimana mungkin gereja lebih penting daripada pemda setempat? Anda ada-ada saja," tanyaku sembari menggali informasi lebih jauh tentang peran gereja mereka dala, megaproyek parawisata ini.
"Oh. Aku ngerti pertanyaan lae. Saat ini kami para pejabat gereja sedang berjuang membantu masyarakat untuk "TIDAK MENJUAL TANAH kepada pebisnis wisata lewat kotbah-kotbah di mimbar. Semoga saja usaha itu berhasil hingga rakyat kita tak dimiskinkan oleh parawisatanisasi itu.
Yang pasti, sudah ada masyarakat Tambunan Balige yang telah menjual tanahnya dengan harga selangit," tandasnya lebih bersemangat.
"Pertanyaanku sangat sederhana, pak pendeta: apakah semua pemimpin gereja sepakat untuk mengkritisi program ini? Jangan-jangan seperti dituduhkan banyak orang bahwa banyak juga para pemimpin jemaat yang berselingkuh dengan pemerintah setempat, dan akan lebih laknat lagi kalau perselingkuhan itu ternyata semata-mata karena uang," tanyaku seakan menggali sesuatu dari pak pendeta ini.
"Itulah. Godaan terbesar bagi kami saat ini., Ada banyak "utusan" atau "yang mengatasnamakan dirinya utusan" pemerintah yang menggoda lewat tawaran gratifikasi dalam bentuk uang atau proyek tertentu. Doakan lae sajalah supaya itu tidak terjadi. Sebab, hasrat kedagingan kita juga sama-sama lemah," katanya menutup perbincangan kami pagi itu.
Posting Komentar