Selama sebulan terakhir koran lokal memberitakan betapa para pejabat gereja, terutama dari berbagai sekte-sekte kecil berlomba-lomba mencari simpati masyarakat.
Ada ephorus yang bahkan mengatakan BODT itu hadiah langsung dari Tuhan kepada masyarakat sumut.
Ephorus lain, yang didukung para pendeta dibawahnya, malah meyakinkan umatnya bahwa BODT adalah hasil doa masyarakat dari 7 kabupaten yang terlibat dalam BODT.
Luarbiasa. Bisa jadi itu iman mereka. Tapi, maaf, ungkapan-ungkapan seperti itu kok musiman. Rasanya justru sangat naif ketika bahasa-bahasa marketing itu justru disampaikan saat pemilihan pemimpin gereja tertentu.
Agama dan bisnis memang sudah tak mungkin lagi dipisahkan. Agama adalah bisnis dan bisnis adalah agama. Itu terjadi dan nyata kita lihat. Lihatlah pertemuan-pertemuan keagamaan yang bahkan menelan biaya miliaran rupiah. Darimana duitnya?
Agama dan bisnis memang sudah tak mungkin lagi dipisahkan. Agama adalah bisnis dan bisnis adalah agama. Itu terjadi dan nyata kita lihat. Lihatlah pertemuan-pertemuan keagamaan yang bahkan menelan biaya miliaran rupiah. Darimana duitnya?
Kolekte atau persembahan umat? Pasti gak cukup. Apalagi masyarakat kita (di Sumut) justru belum terbiasa memberi kolekte/persembahan/infaq melebihi jumlah jajan sehari anak-anak mereka. Sponsorship dengan sistem per-mitra-an yang saling menguntungkan pun menjadi solusi agar besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk event-event kerohanian itu bisa tertutupi.
Anda bisa bayangkan berapa besar biaya untuk beribadat di hall sebuah super-mall, hotel-hotel berbintang bahkan di perumahan-perumahan elit yang tak terjangkau masyarakat miskin.
Begitulah agama di jaman ini mengadopsi sistem kinerja perusahaan dalam pengoperasian pelayanan mereka. Tak lagi ada kepedulian atau perhatian, apalagi cinta pada kelestarian alam, kelangsungan hidup masyarakat dengan mileu-nya, atau menjaga eksistensi kebudayaan yang dianut masyarakat.
Agama telah direduksi kedalam pryek, tepatnya telah menjadi bagian kecil dari megaproyek yang menguntungkan. Tuhan pun dijadikan sales-kid, dan doa adalah bahasa marketing yang meyakinkan umatnya bahwa bisnis parawisata "Monaco of Asia" ini murni datang dari Tuhan, sebagai jawaban atas doa masyarakat dari 7 kabupaten.
Entah siapa masyarakat yang dimaksud dan kapan mereka berdoa agar danau toba menjadi Monaco of Asia. Jualan memang boleh. Mencari keuntung juga sah-sah saja dalam bisnis. Tetapi menggiring segala ritual keagamaan sebagai cara berbisnis ini sangat naif.
Kasian para pemimpin agama-agama itu ketika mereka justru mudah terhasut oleh para penguasa dan pengusaha hingga mereka pun dijadikan sebagai makelar proyek, yang melegalkan tindakan orang lain demi upah marketing yang mereka dapatkan.
So, hentikan upaya-upaya mendegradasi nilai-nilai agama menjadi urusan bisnis semata. Agama bukan bagian kecil dari bisnis. Agama justru menjadi cahaya bagi bisnis, yang mampu menggiring bisnis berjalan lebih jujur dan lebih tulus.
Sayangnya itu sudah nyaris tak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama. Mereka justru sibuk menyedot secara paksa ajaran agama untuk membenarkan tindak kesalahan mereka.
Akhirnya, ketika hal ini ditanyakan kepada para pemimpin agama, mereka pun hanya menjawab, "Habis mau gimana. Jamannya sudah begini. Mau tidak mau kita harus ikut!"
Amang tahe.....
Lusius Sinurat
Kasian para pemimpin agama-agama itu ketika mereka justru mudah terhasut oleh para penguasa dan pengusaha hingga mereka pun dijadikan sebagai makelar proyek, yang melegalkan tindakan orang lain demi upah marketing yang mereka dapatkan.
So, hentikan upaya-upaya mendegradasi nilai-nilai agama menjadi urusan bisnis semata. Agama bukan bagian kecil dari bisnis. Agama justru menjadi cahaya bagi bisnis, yang mampu menggiring bisnis berjalan lebih jujur dan lebih tulus.
Sayangnya itu sudah nyaris tak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama. Mereka justru sibuk menyedot secara paksa ajaran agama untuk membenarkan tindak kesalahan mereka.
Akhirnya, ketika hal ini ditanyakan kepada para pemimpin agama, mereka pun hanya menjawab, "Habis mau gimana. Jamannya sudah begini. Mau tidak mau kita harus ikut!"
Amang tahe.....
Lusius Sinurat
Posting Komentar