Berbicara mengenai konteks (cum-text) berarti berbicara tentang keterkaitan subyek, seperti sang profesor tadi dengan apa saja yang ada di sekitarnya.
Entah orang-orang di sekitarnya, entah peristiwa yang terjadi di lingkaran terdekatnya.
Di salah satu tembok perumahan elit ada tulisan ini, "Dilarang kencing di sini, kecuali Anjing!" Larangan tertulis itu dibaca banyak orang yang lewat. Selain karena terpampang begitu jelas dari jalan raya, juga karena font dan warna font-nya begitu mencolok, merah dengan outline putih dengan dasar hitam!
Beberapa orang sering merasa tersinggung dengan tulisan di plank tadi. Seorang pemuda yang temperamental lantas berhenti di depan tulisan itu dan mengencinginya sambil bergumam lantang, "Kalau kukencingi kenapa rupanya? Dasar orang kaya..sombong banget!"
Tetapi seorang bapa paruh baya yang kebetulan lewat melintas dengan mobil CRV barunya lantas berhenti dan menegur si pemuda, "Hei anak muda. Mengapa kau mengencingi tembok itu? Apa kau tak melihat dan tak bisa membaca tulisan itu?"
Si pemuda tiba-tiba berontak, "Apa kau pak? Kau ajari pula aku membaca. Justru karena aku bisa membacanya maka aku kesal dan mengencinginya?"
Si bapak tadi hanya menjawab dengan suara lembut, "Hei anak muda. Kalau benar kau bisa baca seharusnya kau tidak melakukan apa yang dilakukan anjing yang tak dapat membaca. Larangan itu berlaku untuk manusia, bukan untuk anjing. Maka kamu harus pahami konteksnya."
Si anak muda yang temperamental tadi hanya bisa diam seraya menahan amarah.
****
Dalam hidup kita harus banyak membaca agar tak gagal paham teori atau konsep tentang hidup, tetapi jauh lebih bermakna ketika teks tadi sungguh bisa kita sinergikan dengan konteks di sekitar kita.
Sebuah buku, oleh karenanya, hanya akan berguna bila kita baca dan analisis isinya, untuk selanjutnya mengambil saripatinya untuk diterapkan dalam hidup keseharian kita.
Lusius Sinurat
Di salah satu tembok perumahan elit ada tulisan ini, "Dilarang kencing di sini, kecuali Anjing!" Larangan tertulis itu dibaca banyak orang yang lewat. Selain karena terpampang begitu jelas dari jalan raya, juga karena font dan warna font-nya begitu mencolok, merah dengan outline putih dengan dasar hitam!
Beberapa orang sering merasa tersinggung dengan tulisan di plank tadi. Seorang pemuda yang temperamental lantas berhenti di depan tulisan itu dan mengencinginya sambil bergumam lantang, "Kalau kukencingi kenapa rupanya? Dasar orang kaya..sombong banget!"
Tetapi seorang bapa paruh baya yang kebetulan lewat melintas dengan mobil CRV barunya lantas berhenti dan menegur si pemuda, "Hei anak muda. Mengapa kau mengencingi tembok itu? Apa kau tak melihat dan tak bisa membaca tulisan itu?"
Si pemuda tiba-tiba berontak, "Apa kau pak? Kau ajari pula aku membaca. Justru karena aku bisa membacanya maka aku kesal dan mengencinginya?"
Si bapak tadi hanya menjawab dengan suara lembut, "Hei anak muda. Kalau benar kau bisa baca seharusnya kau tidak melakukan apa yang dilakukan anjing yang tak dapat membaca. Larangan itu berlaku untuk manusia, bukan untuk anjing. Maka kamu harus pahami konteksnya."
Si anak muda yang temperamental tadi hanya bisa diam seraya menahan amarah.
****
Dalam hidup kita harus banyak membaca agar tak gagal paham teori atau konsep tentang hidup, tetapi jauh lebih bermakna ketika teks tadi sungguh bisa kita sinergikan dengan konteks di sekitar kita.
Sebuah buku, oleh karenanya, hanya akan berguna bila kita baca dan analisis isinya, untuk selanjutnya mengambil saripatinya untuk diterapkan dalam hidup keseharian kita.
Lusius Sinurat
Posting Komentar