Kalau kamu bergumul dalam dunia politik itu jangan cengeng, nak. Terus enggak boleh ya membaca 'berita' politik dengan kasat mata.
Membaca opini politik itu seperti berfilsafat. Kamu harus mampu melihat sesuatu dibalik (something beyond) tiap opini tersebut.
Kalau belum punya kemampuan menafsir dan menasrif tiap pernyataan politis, maka kamu jangan coba-coba berpolitik deh. Ntar malah sensi dan bahkan menuduh ini dan itu.
Juga kalau belum memiliki daya juang dan daya tahan, please jangan berpolitik
ya. Sebab, tak semua pernyataan politis harus dijelaskan. Kalau sudah jelas itu namanya aklamasi atau sensasi.
Ini seperti relawan yang tak kuat, yang keder dan meper bila dikatakan relawan berbayar, atau saat dituduh sebagai relawan yang tidak tulus dan penuh akal bulus.
Jangan berhenti di tengah jalan hanya karena tokoh yang dipuja malah menuduh kelompok relawanmu adalah bentukan lawan politiknya. Jangan!
\Sebab, bila kamu merasa keok dan merasa ingin berbelok oleh karenanya, maka itu sama saja dengan membenarkan pernyataan sang tokoh.
Jangan menangis dan memelas karena merasa difitnah, dan berikutnya kamu mulai menuduh orang lain sebagai orang memfitnahmu.
Sebab, politik tak pernah bersahabat dengan orang-orang yang mengutamakan otak kirinya. Politik tak berkawan dengan mereka yang hanya bisa berkawan dan melawan.
Politik itu ada di tengah, yang tak peduli pada keabadian, apalagi kebenaran universal. Politik itu parsial, yang gesit dan genit merelativir kebenaran versi kebutuhan sang politisi.
Jangan cengeng dan jangan mentel saat ada orang yang menyindir apalagi menyebutmu relawan yang tidak tulus. Sebab dengan menyangkalnya kamu sama saja akan mengiyakannya.
Kejam? Ya. Tetapi dibalik kejamnya permainan politik, kita akan belajar banyak hal, terutama belajar memahami sesama lewat apa yang mereka tidak katakan atau tidak lakukan.
Itulah seninya politik. Sekali lagi, kalau tidak kuat, kelemahanmu akan tampak dan kelak kamu akan jadi bahan olok-olokan. Tahu kenapa?
Karena belas kasih tak berlaku di dunia politik.
Mari kita belajar dari Jokowi dan Ahok supaya bisa menjadi politisi.
Lusius Sinurat
Posting Komentar