"Wah, nek paslon Nur Posma kui ra main nang kene," kata pria Jawa dengan bahasa jawa ala Medan-nya kepadaku lewat sambungan telepon tadi sore.
"Lho kok iso, pakne?" tanyaku spontan.
Si bapak tadi menjelaskan bahwa hanya paslon nomor 1 dan 4 yang sudah jor-jor-an ke nagori/desa mereka, di kecamatan Pematang Bandar sana. Bapa yang kebetulan "pejabat desa" di salah satu desa di kecamatan tersebut mengkuatirkan jagoannya kalah. Siapa lagi kalau bukan pasangan Nur Posma.
*****
Kebetulan aku bukan timses salah satu dari lima paslon yang bersaing di Kabupaten Simalungun pada tanggal 10 Februari 2016 nanti.
Bahwa kami secara terbuka mendukung ibu Hj. Nuraty Damanik - Posma Simarmata tak lebih karena penilaian obyektif, minimal dari kacamata kami yang terbatas.
Nomor 1,2,5 samasekali tak kukenal. Hanya calon nomor 3 dan 4 yang aku kenal. Nomor 4 pasti sudah aku diskualifikasi dari pikiran normalku. Tentu saja. Aku lahir dan bertumbuh hingga remaja SMP di Bahtonang, kecamatan Raya Kahean.
Selama kepemimpinan si incumbent, fasilitas umum sangat mengkuatirkan. Jalan Rusak, bidang pertanian tak diperhatikan, dan sarana transportasi umum tak pernah disediakan pemerintah.
Kondisi yang sama berlaku di hampir seluruh nagori, kecuali Pematang Raya dan Saribudolok, tempat di mana rumah sakit, universitas dan sekolah sang raja berdiri megah.
Maka, aku dan juga mayoritas masyarakat yang masih menggunakan akal sehat pasti akan memilih paslon yang lebih baik.
Ini alasan sederhana dan tentu saja make-sense, bahkan itu sudah menjadi common-sense di Simalungun.
Jadi, sepanjang detik demi detik yang tersisa ini, mari kita, rakyat Simalungun memilih secara logis dan cerdas.
Tanpa bermaksud mengintervensi - tentu saja karena alasan "one human one vote" - paslon nomor 3 Nur Posma sepertinya layak kita pilih pada tanggal 10 Februari 2016, tepat hari Rabu!
Bukankah begitu saudara Jaya Damanik timses Nur Posma, Hendry Jhonharta, Jonni Damanik, Brend Damanik, dan temen2 lain?
Posting Komentar