Tadi siang, aku bertemu dengan bakal calon bupati yang rencananya akan ikut pilbup untuk salah satu kabupaten di Sumut pada februai 2017 yang akan datang.
Secara tidak sengaja, untuk kedua kalinya aku bersua dengan orang ini sebanyak dua kali, di tempat yang sama pula. Hanya saja aku selalu datang dengan teman berbeda.
Ia tak berbeda. Ia begitu bersemangat memperkenalkan dirinya. Sepanjang pembicaraan, aku nyaris tak menemukan ada titik atau sekedar titik koma.
Ia ingin dominan. Kesan sombong di wajahnya terlalu mudah ditangkap orang-orang di sekitarnya. Aku tak terlalu tertarik bicara dengan orang ini.
Ada dua alasan utama mengapa aku tak terlalu menyukainya.
Ada dua alasan utama mengapa aku tak terlalu menyukainya.
Pertama, ia bukan tipe pemimpin, karena style-nya berbicara sangat monologis. Itu kesan dua kali berbicara dengannya.
Kedua, ia tidak memiliki kemampuan analitis yang mumpuni, karena ia suka sibuk sendiri, dan ia suka menampik pembicaraan lawan bicara dan seakan-akan sudah tahu apa yang akan ditanyakan oleh mereka. Nyatanya, ia selalu meleset.
Tiba-tiba aku memotong pembicaraan dengan melontarkan kalimat ini, "Anda terlalu sombong dan terlalu percaya diri akan memenangkan pilbup 2017"
Dia diam sejenak dan memeloti saya. Saat matanya terlihat tajam, aku menambahkan, "Kata orang-orang di lapangan (masyarakat di mana ia menjadi bakal calon bupati) Anda terlalu pelit!"
Aku memang agak kesal. Tapi kasian temanku yang sedari tadi tak digubris dan hanya ingin dimanfaatkan. Temanku orang baik. Ia seorang rohaniwan dan penggiat pendidikan dan ketua salah satu yayasan di Sumatera Utara bagian Timur sana.
Begitulah perkenalanku denganb si balbup tadi. Dan di akhir pembicaraan, dia mendekatiku dan selanjutnya meminta nomor HPku. Lagi-lagi untuk kedua kalinya, dan di pertemuan kedua pula.
Anehnya, tak lama setelah ia pulang (tanpa pamit pula), ia menelepon dan memintaku untuk membantunya, tepatnya agar aku bergabung dengan timnya. Aku pun menjawab dengan gayanya, "Tergantung bayarannya, bos!"
Lusius Sinurat
Tiba-tiba aku memotong pembicaraan dengan melontarkan kalimat ini, "Anda terlalu sombong dan terlalu percaya diri akan memenangkan pilbup 2017"
Dia diam sejenak dan memeloti saya. Saat matanya terlihat tajam, aku menambahkan, "Kata orang-orang di lapangan (masyarakat di mana ia menjadi bakal calon bupati) Anda terlalu pelit!"
Aku memang agak kesal. Tapi kasian temanku yang sedari tadi tak digubris dan hanya ingin dimanfaatkan. Temanku orang baik. Ia seorang rohaniwan dan penggiat pendidikan dan ketua salah satu yayasan di Sumatera Utara bagian Timur sana.
Begitulah perkenalanku denganb si balbup tadi. Dan di akhir pembicaraan, dia mendekatiku dan selanjutnya meminta nomor HPku. Lagi-lagi untuk kedua kalinya, dan di pertemuan kedua pula.
Anehnya, tak lama setelah ia pulang (tanpa pamit pula), ia menelepon dan memintaku untuk membantunya, tepatnya agar aku bergabung dengan timnya. Aku pun menjawab dengan gayanya, "Tergantung bayarannya, bos!"
Lusius Sinurat