Keberadaan kita hari ini selalu bertautan secara intim dengan keberadaan kita di masa lalu. Kita tak pernah bisa melepaskan diri dari pengalaman hidup masa lalu kita.
Kebahagiaan hari ini seringkali adalah hasil kesedihan dari masa lalu. Pendeknya, realita hidup kita di masa kini adalah akar kehidupan kita yang tumbuh dari masa lalu.
Mentautkan pengalaman kini dengan pengalaman hidup dari masa lalu oleh karenanya adalah cara terbaik untuk mengevaluasi diri saat ini sembari mempersiapkan diri menghadapi hidup di masa mendatang.
Di titik inilah hidup tak pernah berjalan di atas takdir. Sebab bila demikian adanya, maka kita justru mengesampingkan sisi kreativitas kita.
Nyatanya hidup tanpa kreativitas sama saja dengan bangkai berjalan, atau zombie yang telah kehilangan kesadarannya.
Lihatlah betapa semakin banyak orang di jaman ini yang begitu fokus pada pencapaian diri mereka sendiri, bahka tak peduli harus saling sikut orang di sekitarnya hingga tersudut.
Orang hanya baik pada sesamanya secara praktis. Ya, sejauh menguntungkan orang itu memberi keuntungan bagi dirinya sendiri. Hal inilah yang jamak terjadi.
Fakta ini terjadi karena kita kerap terlepas dari masa lalu kita. Tragisnya, hal itu seringkali disengaja. Belum lagi tuntutan jaman ini yang setiap saat dan tanpa henti memaksa kita untuk memiliki, memiliki, dan memiliki.
Ibarat laporan keuangan yang penuh ketimpangan, hidup pun bergerak dalam iuran dan tagihan. Ya, demi hasrat untuk memiliki segala hal, apapun dipertaruhkan.
Tragisnya, hal ini seakan-akan sudah menjadi trend, bahkan dipandang sebagai novum habitus atau kebiasaan baru yang tak terhindarkan. Oleh pesona menggiurkan kapitalisme, orang digiring untuk melupakan masa lalunya, terutama pengalaman pahit yang pernah menyinggahi hidupnya.
Posting Komentar