Sejarah membuktikan bahwa sifat serakah manusia tak pernah sirna dari peradaban manusia. Ia seiring sejalan dengan perjalanan waktu dan peristiwa. Ia bersembunyi dibalik kemajuan perdaban, perkembangan jaman.
Dosa manusia pertama, Adam dan Hawa, sebagaimana dikisahkan dalam kitab uci agama-agama semiotik lahir dari sifat serakah dari mereka. Buah ranum, segar dan menggiurkan harus ditampik karena larangan sang Pemilik Tanah.
Entah mengapa pada kenyataannya nafsu lebih sering menang atas kehendak hati, juga nurani. Aturan diabaikan, birokrasi dikesampingkan, namun, sebaliknya nafsu dinomorsatukan.
Masih menurut ajaran agama samawi, karena "dosa manusia pertama" (baca: "dosa asal") itulah Allah mengutus para nabi ke tengah-tengah bangsanya yang serakah dan degil itu. Akah tetapi sifat serakah kembali meraja seiring dengan sulitnya persaingan hidup yang kian hari kian membeku kaku, kita masih bisa.
Ribuan tahun kemudaian, keserakahan itu masih sama. Kolonialisme menutupi keserakahan Barat terhadap kekayaan alam tanah jajahan (gold) demi membangn kemuliaan di kampung halaman mereka (glory) hadir dengan bendera penyebaran agama (gospel).
Dengan ambsi itu mereka nekad mengarungi lautan... dan Colombus pun menemukan benua Amerika? Ratusan tahun kemudian dunia memiliki Hitler, pemimpin Jerman yang membantai jutaan jiwa etnis Yahudi.
Hitler tak sendirian, ada Fidel Castro di Kuba, Soeharto yang pengaruhnya masih terasa, atau Saddam Hussein yang kurang beruntung hingga dihukum pancung. Khusus dengan Saddam Husein: ia dihukum mati oleh para oposisinya di tiang gantungan dengan bantuan keserakahan presiden Amerika Serikat kala itu, George Walker Bush. Kasus terakhir bahkan lebih ngeri, yakni munculnya para para pembunuh sesama yang mengatasnamakan agama Islam, yakni ISIS.
Dahulu dan kini sama saja. Penjajahan masih berlangsung di berbagai lapisan bumi. Kadang karena ambisi, tapi tak jarang juga karena balas dendam. Sayangnya balas dendam itu tak berimbang: jiwa yang lenyap dalam dua pesawat yang diledakkan oleh teroris dibalas dengan memborbardir menara simbol keangkuhan kapitalisme miliki negara yang memproklamirkan dirinya "Polisi Dunia".
Semuanya itu dilakukan karena apa? Jelas, karena keserakahan! Si Bapak Pembangunan yang terkenal dengan repelitanya, tak cukup hanya memerintah 32 tahun, selama itu juga ia meraup uang negara untuk putera-puterinya yang punya hobi menjadi "kontraktor", pememang tiap tender jalan tol dan pusat-pusat perbeleanjaan dalam wilayah high class.
Kita baru membicarakan kalangan atas loh. Kita bahkan belum memaparkan berbagai kasus hingga ke tingkat RT, bahkan ke ruang-ruang suci bernama agama.
Sungguh tragis menyaksikan output dari siar agama yang juga turut terperangkap di dalam percaturan keserakahan ini. Siar agama bahkan seiring sejalan dengan hidden agenda-nya itu.
Keserakahan akan hidup kekal merupakan contoh yang paling konkrit. Kerap terjadi bahwa orang berdoa, berbuat baik, menolong sesama, serta melakukan tindakan karitatif lainya demi satu tujuan: masuk surga.
Orang beragama menganggap, setelah bekerja banting tulang demi menanggung hidup keluarga dan demi kebaikan dunia, kelak ia ingin memperoleh kehidupan kekal, masuk surga. Dengan bersembahyang dan taat pada aturan dan norma agama, banyak orang beragama menganggap pasti mendapatkan surga.
Posting Komentar