Logika berpikir kita sudah mulai dikecoh oleh berbagai hadangan dan tantangan nyata di hadapan mata, bak perang abadi antara fans sepakbola "Jakmania" dan "Bobotoh".
Perang antara KMP vs KIH seakan hidup kembali. Tak hanya itu, perang antara Capres abadi antara pendukung fanatik antara "Prabowo" versus "Jokowi" seakan nyata kembali.
PKS Piyungan dengan aliran aneh bernama Jonruisme dengan konsisten membentangkan fitnah agar kita semangat kita sirna.
Demikian juga beberapa kelompok agamis yang fundamentalis-non puritan mulai bersatu padu menggalang kekuatan atas nama mayor versus minor.
Lantas di mana perang itu terjadi?
Sebagai pendukung setia Ahok, bagaimana kita harus menjaga "rumah dan penghuninya" aman dan tak tenteram? Perang itu bermula, berlangsung, bermuara justru di media. Dan Fesbuk sebagai wahana gratis tempat kita bercengkerama tanpa perjumpaan menjadi arena paling sibuk.
Lihatlah perang "teks" (sering kita definisikan sebagai perang kata-kata") di media. Berita tentang Jokowi, dan terutama Ahok marak dipelintir hingga kita mereka yang tak mengerti politik bisa merasa tersindir, atau malah merasa dibohongi Ahok, gubernurnya sendiri.
Bagaimana perang itu dilangsungkan?
Pihak lawan pasti jengah dan risau dengan relawan pendukung Ahok, yang bahkan pada ditik tertentu - seperti yang saya tulis di sini 2 hari lalu - rela berbuat apa saja demi Ahok. Mereka risau karena dukungan tulusa bahkan magis dari relawan Ahok itu tampak "menafikan" alias "meniadakan makna kehadiran mereka" di atas panggung pilkada 2017 yang akan datang.
Lawan politik Ahok bermain rapih. Mereka meminjam otak hackers dan menebus "ketaatan mereka pada sang bos" dengan lembaran rupiah. Akun personal, Grup dan halaman yang terkait dengan Ahok dibajak dengan cara yang sistematis.
Selain tindakan di atas, kita juga harus lebih kompak, lebih nge-blending hingga saling mengingatkan untuk tidak terpengaruh dengan para provokator di sana. Kalau pun perang telah digaungkan, maka kita harus mencari siapa tokoh di blaik orang-orang tersebut, agar kita mampu membedakan mana Dukung Ahok Gubernur DKI yang dihuni oleh relawan murni dan mana grup Dukung Ahok abal-abal yang pada praktiknya malah melawan kebijakan Pemda DKI.
Hanya dengan cara itulah Ahok bisa memenangkan pertandingan tahun depan. Mengingatkan plus mendoakan Ahok agar tetap membumi, sembari menghimpun KTP sebanyak mungkin, bukan pertama-tama untuk memenangkan Ahok kembali menjabat Gubernur DKI, melainkan demi memerdekakan rakyat dari berbagai himpunyan kemendekatkan umat yang jauh lebih mulia lagi ketika FC KTP tersebut DKI Jakarta dari para pecundang yang tak ingin DKI Jakarta atau Indonesia maju dan sejahtera.
Dukungan fc KTP yang telah kita usahakan bersama mulai 'dimainkan Ahok." Tak jarang ia menantang masyarakat agar "tidak memilihnya bila ia dipandang gagal. Namun, sebaliknya, ketika jalur independen perlahan mulai "aman" lewat 500-an form, Ahok justru makin terlalu PeDe.
SEMOGA.
Lantas di mana perang itu terjadi?
Sebagai pendukung setia Ahok, bagaimana kita harus menjaga "rumah dan penghuninya" aman dan tak tenteram? Perang itu bermula, berlangsung, bermuara justru di media. Dan Fesbuk sebagai wahana gratis tempat kita bercengkerama tanpa perjumpaan menjadi arena paling sibuk.
Lihatlah perang "teks" (sering kita definisikan sebagai perang kata-kata") di media. Berita tentang Jokowi, dan terutama Ahok marak dipelintir hingga kita mereka yang tak mengerti politik bisa merasa tersindir, atau malah merasa dibohongi Ahok, gubernurnya sendiri.
Bagaimana perang itu dilangsungkan?
Pihak lawan pasti jengah dan risau dengan relawan pendukung Ahok, yang bahkan pada ditik tertentu - seperti yang saya tulis di sini 2 hari lalu - rela berbuat apa saja demi Ahok. Mereka risau karena dukungan tulusa bahkan magis dari relawan Ahok itu tampak "menafikan" alias "meniadakan makna kehadiran mereka" di atas panggung pilkada 2017 yang akan datang.
Lawan politik Ahok bermain rapih. Mereka meminjam otak hackers dan menebus "ketaatan mereka pada sang bos" dengan lembaran rupiah. Akun personal, Grup dan halaman yang terkait dengan Ahok dibajak dengan cara yang sistematis.
Para hackers juga dijadikan manusia bionik yang menggandakan jumlah mereka, bahkan dengan akun-akun palsu dan foto-foto gadis cantik dan manis.
Para pemilik akan dengan foto assoy geboy itu serta merta akan mengajak Anda berteman di fesbuk. Para pria muda tentu saja menyukainya, "Gile neh cewek cakep add gue. Jangan-jangan dia demen sama gue!"
Begitu juga dengan sebagian kecil cewek yang di-add oleh pemiliki akun dengan foto gagah dan macho. Tragisnya, ada juga yang akun dengan foto pria ngondek merayu para pria yang dianggapnya satu "merek" dengan mereka.
Ya, mereka akan masuk ke akun Anda. Secara perlahan dan sistematis mereka mulai menawarkan diri masuk ke grup fesbuk pendukung Ahok. DAG-DKI mengalami ini hingga kehilagna 43rb members dari Grup yang sudah 3 tahun-an berjalan.
Begitu juga dengan sebagian kecil cewek yang di-add oleh pemiliki akun dengan foto gagah dan macho. Tragisnya, ada juga yang akun dengan foto pria ngondek merayu para pria yang dianggapnya satu "merek" dengan mereka.
Ya, mereka akan masuk ke akun Anda. Secara perlahan dan sistematis mereka mulai menawarkan diri masuk ke grup fesbuk pendukung Ahok. DAG-DKI mengalami ini hingga kehilagna 43rb members dari Grup yang sudah 3 tahun-an berjalan.
Apa yang mereka mau? Pasti dong, "kendali". Mereka ingin mengendalikan members dan mengusir para Admin yang sudah siang malam bekerja "menjaga kandang".
Mereka pun akan terbahak dan bersukaria saat para admin saling curiga dan satu sama lain diam-diam mulai saling curiga.
Singkatnya mereka butuh alat kendali. Mereka sungguh tau bahwa tak mudah mengumpulkan 50ribuan members di sebuah grup, di saat mereka bernita membutuhkan orang jahat yang konsisten dengan kejahtannya.
Bagaimana perang ini terjadi di "DARAT"?
Ada beberapa cara yang mereka ciptakan. Dari atas (elite) mereka menyewa mulut Fadli Zon dan Fahri 'PKS" yang - mengutip Prof Sahetapy - "mulut mereka bau kayak comberan!"
Di level yang lebih rendah, di tingkap propinsi, lawan politik itu juga bergerak, mulai dengan "memberi jatah duo preman", Lulung L. dan M. Taufik berkoar sesukanya.
Lebih kebawah lagi, kita semua juga tahu betapa ormas tertentu seperti FPI dan ormas sejenis juga dimobilisasi untuk menyerang dari bawah. Sejauh ini hasilnay belum terlalu maksimal.
Tapi kita semua harus ingat satu hal, bahwa "manusia belajar dari kesalahannya". Itu berarti pencuri yang gagal, penjahat yang tidak berhasil dan koruptor yang tak dapat jatah rutin dari transaksi yang ia ciptakan sendiri, juga akan mengevaluasi strategi "perang" mereka sembari belajar dari kekuatan kekuatan kita, para relawan Ahok.
Lantas, apa yang harus kita perbuat?
Kebanyakan dari kita terkecoh. Kita menanggap bahwa lawan Ahok adalah M. Taufik, Lulung Lunggana, Fadly Zon, Fahri H., FPI, preman pasar dan sebagainya.
Mengapa kita tekecoh? Karena mereka adalah "tentara-tentara yang telah di brainstorming hingga otaknya hanging!" Jujur saja, kita banyak yang disibukkan untuk melawan mereka, termasuk orang-orang pinggiran yang sengaja membuat postingan bernada "rasis" dan "menghina" kepada Ahok.
Selain itu, kita juga disibukkan oleh ulah pemilik media tertentu dengan menampilkan acara dengan undangan yang antagonis. Sebut saja Ratna Sarumpaet yang memang bermulut pahit.
Lagi-lagi kita terkecoh oleh orang-orang yang disebut di atas. Kita pun mulai sibuk mengurus postingan yang layak lolos sensor atau tak lulus dari pengawasan para Admin atau pemiliki akun terkait Ahok.
Selain memposting "berita-berita virtual dan banal alias jahat", mereka juga secara terang-terangan mengatakan bahwa mereka ingin menyumbat mulut Ahok, dst.
Di level yang lebih rendah, di tingkap propinsi, lawan politik itu juga bergerak, mulai dengan "memberi jatah duo preman", Lulung L. dan M. Taufik berkoar sesukanya.
Lebih kebawah lagi, kita semua juga tahu betapa ormas tertentu seperti FPI dan ormas sejenis juga dimobilisasi untuk menyerang dari bawah. Sejauh ini hasilnay belum terlalu maksimal.
Tapi kita semua harus ingat satu hal, bahwa "manusia belajar dari kesalahannya". Itu berarti pencuri yang gagal, penjahat yang tidak berhasil dan koruptor yang tak dapat jatah rutin dari transaksi yang ia ciptakan sendiri, juga akan mengevaluasi strategi "perang" mereka sembari belajar dari kekuatan kekuatan kita, para relawan Ahok.
Lantas, apa yang harus kita perbuat?
Kebanyakan dari kita terkecoh. Kita menanggap bahwa lawan Ahok adalah M. Taufik, Lulung Lunggana, Fadly Zon, Fahri H., FPI, preman pasar dan sebagainya.
Mengapa kita tekecoh? Karena mereka adalah "tentara-tentara yang telah di brainstorming hingga otaknya hanging!" Jujur saja, kita banyak yang disibukkan untuk melawan mereka, termasuk orang-orang pinggiran yang sengaja membuat postingan bernada "rasis" dan "menghina" kepada Ahok.
Selain itu, kita juga disibukkan oleh ulah pemilik media tertentu dengan menampilkan acara dengan undangan yang antagonis. Sebut saja Ratna Sarumpaet yang memang bermulut pahit.
Lagi-lagi kita terkecoh oleh orang-orang yang disebut di atas. Kita pun mulai sibuk mengurus postingan yang layak lolos sensor atau tak lulus dari pengawasan para Admin atau pemiliki akun terkait Ahok.
Selain memposting "berita-berita virtual dan banal alias jahat", mereka juga secara terang-terangan mengatakan bahwa mereka ingin menyumbat mulut Ahok, dst.
Kita harus melepaskan diri dari tegangan antara kepentingan diri dan persahabatan saat mendukung Ahok. Selain itu, kita juga harus lebih waspada dalam menyikapi tiap gosip tentang Ahok di luar sana, antara lain tak membuang banyak waktu untuk meng-counter Lulung cs, FPI and the gang, Ahok haters dengan para pembenci tulennya.
Selain tindakan di atas, kita juga harus lebih kompak, lebih nge-blending hingga saling mengingatkan untuk tidak terpengaruh dengan para provokator di sana. Kalau pun perang telah digaungkan, maka kita harus mencari siapa tokoh di blaik orang-orang tersebut, agar kita mampu membedakan mana Dukung Ahok Gubernur DKI yang dihuni oleh relawan murni dan mana grup Dukung Ahok abal-abal yang pada praktiknya malah melawan kebijakan Pemda DKI.
Hanya dengan cara itulah Ahok bisa memenangkan pertandingan tahun depan. Mengingatkan plus mendoakan Ahok agar tetap membumi, sembari menghimpun KTP sebanyak mungkin, bukan pertama-tama untuk memenangkan Ahok kembali menjabat Gubernur DKI, melainkan demi memerdekakan rakyat dari berbagai himpunyan kemendekatkan umat yang jauh lebih mulia lagi ketika FC KTP tersebut DKI Jakarta dari para pecundang yang tak ingin DKI Jakarta atau Indonesia maju dan sejahtera.
Penutup
Akhirnya kita semua, para pendukung Ahok -- minimal yang ada di grup DAG-DKI ini -- harus tetap hati-hati, tetapi tak lantas harus meminggirkan suara hati. Pak Ahok yang begitu kuat dan keras secara prinsipiil pun bisa kena.Dukungan fc KTP yang telah kita usahakan bersama mulai 'dimainkan Ahok." Tak jarang ia menantang masyarakat agar "tidak memilihnya bila ia dipandang gagal. Namun, sebaliknya, ketika jalur independen perlahan mulai "aman" lewat 500-an form, Ahok justru makin terlalu PeDe.
Popularitasnya yang meroket kerap ganjalan kemajuan personalitasnya seorang Ahok. Apalagi visitasinya ke Belanda tempo hari hampir pasti makin menambah rasa percaya dirinya. Dan kini beberapa kali Ahok mulai menantang masyarakat, "kalau lu liat gue kagak becus, kagak usah lu milih gue ntar"di berbagai kesempatan.
Ini tantangan bagi Ahok. Dan kita yang punya akses masuk ke balaikota bisa mengingatkan ini -- bila kita rasa perlu. Kendati, saya merasa yakin bahwa Ahok bukanlah tipe manusia yang mudah terprovokasi, baik oleh orang-orang yang telah disebut di atas, atau juga omongan dari Ahmad Dani atau beberapa selebritas yang numpang meretas.
Akhirnya, selain mendoakan agar pak Ahok tetap sehat, konsisten dengan semboyan agunya "rela mati demi rakyatnya", kita juga harus mulia merapatkan barisan, bersatu padu dan tak boleh cengeng atau manja-manja lagi.
Kita tak boleh terprovokasi, hingga perlahan dan pasti kita pun mulai tampak sensi hingga saling menyalahkan satu sama lain dengan penuh emosi.
Ini tantangan bagi Ahok. Dan kita yang punya akses masuk ke balaikota bisa mengingatkan ini -- bila kita rasa perlu. Kendati, saya merasa yakin bahwa Ahok bukanlah tipe manusia yang mudah terprovokasi, baik oleh orang-orang yang telah disebut di atas, atau juga omongan dari Ahmad Dani atau beberapa selebritas yang numpang meretas.
Akhirnya, selain mendoakan agar pak Ahok tetap sehat, konsisten dengan semboyan agunya "rela mati demi rakyatnya", kita juga harus mulia merapatkan barisan, bersatu padu dan tak boleh cengeng atau manja-manja lagi.
Kita tak boleh terprovokasi, hingga perlahan dan pasti kita pun mulai tampak sensi hingga saling menyalahkan satu sama lain dengan penuh emosi.
Posting Komentar